Saturday, June 30, 2012

Beberapa Point

oleh Hasan Al-Jaizy

Beberapa points yang tak kau setujui:

[1] Seperti kata rekan kerja saya mengenai sebab BB di Indonesia lumayan laku. Karena karakter masyarakat Indonesia adalah menyukai grouping. Membentuk grup atau kelompok; membicarakan pembahasan kemana-mana.

[2] Kalau melihat ke beberapa kolam grup di Facebook sendiri karakter tersebut berefek. Grup-grup yang membicarakan 'murni' untuk kemajuan tanpa membicarakan kesalahan orang atau grup lain jarang kau temukan. Bahkan, grup-grup 'Islami' atau 'ilmiah' pun takkan ketinggalan menabur topik-topik 'mengoreksi' orang dan kelompok lain. Bahkan ada grup yang khusus untuk menggosipi ikhwah-akhwat atau asaatidzah.

[3] Cuma kerennya, balutan 'ilmiah' dan 'nahi-munkar' itulah yang membuatnya 'tidak bisa disalahkan' [?].

[4] Sebenarnya kalimat2nya 'klasik' [gitu-gitu aja dari dulu], seperti: 'Kenapa ya mereka kok bla bla bla!?' atau 'Ana heran kenapa mereka bla bla bla...' dan kalimat menggantung lainnya dengan harapan agar dikomentari, bukan untuk menambah ilmu pengetahuan, melainkan tampak di gaya bahasanya bertujuan mencari 'dukungan'...dan kalau ada yang melawan, langsung manggil teman2 sealiran...untuk mengeroyok. The hell???

[5] Dan semua manusia tahu berbuat tak semudah berkata; menulis status tak seberat menyampaikan secara lisan.

Friday, June 29, 2012

Seperti Tersesatnya Malam dan Aku

oleh Hasan Al-Jaizy

Seperti Tersesatnya Malam dalam Aku 

....lalu berkelebat bayang-bayang
hitam memori kala itu
saat kita tenggelam bersama...ku tatap wajah-wajah
buih-buih pasrah meluncur
dari mulut-mulut menganga
yang upaya sedaya berteriak
laut tak mendengar

Seperti aku kemudian tersesat sendiri
tak sadarkan diri
terjaga kemudian dan kusadari
Gelap telah menjadi selimut...cakar sunyi mencengkram
memangsa hati yang berliput rasa takut

Seperti tersesatnya aku dalam malam
tiada pelita...nihil temaram
Belantara angkasa
terlukis huruf-huruf angkara murka
awan-awan hitam mewujudkan kalimat
tak terbaca karena terlalu pekat

Seperti tersesatnya malam dalam aku
gurita-gurita gelap telah menjamah jiwa
tangan-tangan iblis menanam belukar
dalam dada
Teriakku hampa...pandanganku bisu...
Tangisku pucat...wajahku kering

Hingga kemudian mengintip matahari
ia pun laksana
raja api yang ketakutan

Jika gelapnya langit
lalu intipnya mentari
maka berhenti mengutuk gelap langit
ajak mentari bersinar kembali

Dan kini ia benar-benar...bersinar kembali

...seperti tersesatnya malam dalam aku



Thursday, June 28, 2012

Beberapa Point

Beberapa point ketika dompet-dompet manusia susah dilipat:

[1] Gaji Anda berbulan-bulan hingga bertahun belum tentu sebanding nilainya dengan keringat ayah Anda atau suapan ibu Anda ketika Anda membutuhkan mereka dulu...entah di masa balita atau di masa sekolah hingga menjadi mahasiswa.

[2] Saya mengenal seorang mahasiswa sombongnya minta ampun berkenaan dengan dirinya yang belajar di sebuah kampus terbesar di Indo. Merendahkan kampus lain, pamer diri dengan logo atau perkumpulan khas kampusnya, belagak mentang2 anak orang kaya, duit selalu ada [hasil nyusu sama orang tua], namun ketika kita lihat: ternyata ia tidak punya ilmu sedikitpun dari bidang yang dipelajari di kampusnya.

[3] Oh yes I know...beberapa mahasiswa hanya melihat nama kampus besar yang mengkilat. Sabar ngampus 4 tahun tanpa belajar sungguh namun ber-organisasi sangat aktif. Bagus sekali! Yang penting setelah 4 tahun, dapat ijasah: lulusan kampus besar.

[4] Jika sebuah printer mencetak kertas-kertas sampah yang mengotori muka bumi, yang disalahkan siapa? Orang yang menaruh kertasnya? Printer? Kertasnya? Atau, tidak usah salahkan siapa-siapa, karena yang bersalah itu sebenarnya Anda!?

Wednesday, June 27, 2012

Beberapa Point

Beberapa point yang entah diterima atau tidak:

[1] "Orang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar dengan gangguan mereka lebih baik daripada yang tidak bergaul dengan mereka dan tidak sabar dengan gangguan mereka." [H.R. Ibnu Majah dengan isnad Hasan]

[2] "Banyak dari kalangan Salafi yang cenderung sensitif terhadap perbedaan-perbedaan. Pada sisi tertentu, mereka kurang terlatih untuk bersikap 'tasaamuh' [toleran] dalam perbedaan pendapat. Inginnya bersikap selalu 'tegak lurus'. dengan meniadakan kemungkinan ada 'belokan'." [A.M. Waskito - Bersikap Adil Terhadap Wahabi]

[3] Jika ada sebuah kritikan, tajamnya atau tumpulnya terukur, selama benar dan nyata, maka dahulukan menatap cermin pada wajah sendiri sebelum membalikkan cermin ke wajah orang lain.

[4] "Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya yang mukmin." [H.R. Abu Daud dengan sanad Hasan]

[5] Bukankah mungkin ia tahu apa yang tidak ku tahu tentang aku? Sebagaimana mungkinnya aku tahu apa yang tidak ia tahu tentang dia? Jika diberitahu, maka ketahuilah...karena tidak mau tahu adalah sifat siapapun yang merasa paling benar.

Tentang AYAH

oleh Hasan Al-Jaizy

Tentang AYAH

Dulu sekali, sebelum kamu ada:

[1] Ayahmu adalah lelaki yang mengerahkan segala jerih termampu tuk mencari modal agar bisa menikahi ibumu.
[2] Jikalau rupanya kakekmu lah yang menanam modal pelaminan, tentu ayahmu dulu telah berupaya suburkan modal batin


 Lalu, ketika kau terlahir dan tumbuh kecil:

[1] Ingatlah ketika ayahmu pulang malam dari kerja; disambut olehmu dan ibumu.
[2] Letih dan payah agaknya tertera di baris bulu matanya. Sungguh ia berupaya mencari nafkah untukmu dan ibumu.
[3] Pernah dulu ayahmu sakit...tak mampu merangkulmu kembali. Dan kau dan ibumu pun merindukan ceria ayah kala itu.
[4] Dan setelah ayahmu pulih, kembali ia bangkit menata jam-jam hidup yang sebelumnya terberai.
[5] Dan kala itu, masa-masa itu...ayahmu begitu muda. Senyumnya tiada gersang, seri wajahnya sering terpandang dan senja umurnya belum menjelang.


 Kini, setelah dewasa:

[1] Jikalau ayahmu masih belum pergi meninggalkan, lihatlah goresan perjuangan di raut dan keriput kulitnya...terlebih wajahnya.
[2] Jikalau ayahmu masih belum pergi meninggalkan, simaklah batuk-batuk senja menahan rasa sakit...kau tahu jika pagi telah terjelang, senja kemudian akan menjelang.
[3] Jikalau ayahmu masih bisa kau tatap wajahnya dan masih kau dengar suaranya, satu pintu surga masih terbuka...

Jikalau ia telah tiada...harga tak lagi tertera...mahalnya tak lagi terbeli...segala sesuatu takkan kau fahami seberapa besar termakna, kecuali setelah hilangnya ia...


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/410471628994228

KISAH SEORANG PELAJAR MEMUKUL AYAHNYA DENGAN 'MUSHAF'

oleh Hasan Al-Jaizy


Adalah seorang siswa kelas 3 Tsanawi [3 SMA] di sebuah negeri Arab yang berbakti pada kedua orang tuanya. Kala hari ia menerima rapor nilai semester 1, ia pulang ke rumah dari sekolahnya dengan ruah gembira; karena ia mendapat nilai rata-rata 96!!! Lalu ia menemui ayahnya dengan penuh sukacita. Ayahnya pun melihat rapor tersebut, merangkul anaknya dan berkata: "Pintalah apa yang kau mau sebagai hadiah dariku." 

Maka sang anak pun menjawab serta merta: "Aku ingin MOBIL!!!" yang rupa-rupanya mobil termaksud adalah yang selangit ia punya harga. 

Lalu sang ayah berkata: "Demi Allah, nak...saya akan menghadirkan di hadapanmu sesuatu yang lebih mahal dari mobil tersebut!" Maka sang anak pun semakin senang, namun sang ayah berujar: "Dengan syarat: Kelak di semester berikutnya, kau harus lebih lebih giat lagi, lalu mendapat nilai yang sama tingginya atau lebih tinggi lagi"                                                                    
------------------------------------------

Hari bergulir, semester kemudian pun bergilir, dan segalanya terasa begitu saja mengalir. Ternyata sang anak berhasil lulus dengan nilai rata-rata 98!!!  Ia pun berlari ke rumah dan tiada sekerut pun kulit wajahnya melainkan terpncar seri kebahagiaan. "Ayaaah....ayaaaah..."
Ia tak menemukan ayahnya, namun ibunya terlihat. Diciumnya kepala sang ibu dan bertanyalah ia:"'Apa ayah ada di rumah???" 

Ibu menjawab: "Ia sedang di maktabah [perpustakaan] rumah."Sang anak pun mengunjunginya. Hendaknya ia pun memamerkan hasil perjuangannya. Ketika sang ayah melihat ijasah anaknya, ia berkata: "Ambillah hadiah ini untukmu." sembari menyodorkan padanya sebuah mushaf biasa. Sang anak pun menerkam: "SETELAH SEGALA LETIHKU, AYAH HANYA MEMBERIKU MUSHAF!???" Lalu ia pun melempar mushaf tersebut ke muka ayahnya!!! Dan sebelum keluar dari area rumah, ia berteriak: "AKU TIDAK AKAN KEMBALI KE RUMAH INI LAGI!!!" 

Dan ia tak henti mencela bapaknya....

----------------------------------------------------

Beberapa bulan berlalu, sang anak menyesali perbuatannya. Ia pun kembali ke rumah. Dan ternyata ayahnya telah wafat. 

Ia menemukan mushaf hadiah ayahnya di kamar. Berkecamuk rasa penasaran akan apa yang sebenarnya diinginkan ayahnya kala itu. Ia pun mengambil mushaf tersebut bermaksud membaca beberapa ayt saja. Betapa kagetnya ia melihat rupanya mushaf tersebut hanyalah 'ulbah [box/kotak] dan di dalamnya ada sebuah kunci mobil yang dahulu dijanjikan oleh ayahnya. 

Kekakuan jasad pun menyerang...lisan tak hendak bukakan kunci agar berbicara biar sepatah kata sesalan...lalu...deraslah air mata laksana hujan sekali setelah bertahun lamanya....


Kisah masyhur tersebar di Internet. Silahkan cari via Google dengan judul: 
قصة شاب ضرب والده بالمصحف الشريف

========================================================

 فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرً

"....maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” [Al-Israa' : 23-24]

Jika satu dari keduanya meninggalkanmu, sungguh telah tertutup satu dari sekian pintu surga dalam hidupmu.Jika keduanya telah meninggalkanmu, sungguh telah tertutup dua pintu surga dalam hidupmu.Dan kesempatan yang tersiakan, takkan terpanggil kembali...meskipun darah adalah yang menderas dari kedua matamu. 

 Dan...tidak ada manusia yang lebih ikhlas dan tulus dalam mendoakan manusia lain...melainkan doa orang tua pada buah hatinya   

 Maka, apakah menunggu perginya mereka baru kau berupaya menabur bakti?   

 Apakah menunggu perginya mereka baru kau berupaya menabur bakti?     

Apakah menunggu perginya mereka baru kau berupaya menabur bakti?       

Tuesday, June 26, 2012

Beberapa Point

oleh Hasan Al-Jaizy

Beberapa points selagi kere tingkat internasional:

[1] Menjelang Pilkada atau Pemilu, pencitraan dilakukan oleh para kandidiat dan calon dengan cara memperbanyak jumlah sampah dan gambar-gambar merusak pandangan. Ini berulang-ulang, bertahun-tahun, bermasa-masa hingga menjadi adat dan tradisi wajib yang ditinjau dari segi akal: hanya dilakukan oleh badut-badut.

[2] Ketika kita ngoceh perihal hal besar dan panas, akan dikerubungi manusia, seperti lalat-lalat mengerubungi kotoran atau bangkai. Atau cukupkan hal kecil namun 'bau', mereka akan datang menghampiri; mengambil saripati berita penting, lalu menyebarkan ke jasad-jasad kotor.

[3] Lalu ketika kita bicara hal kecil namun ilmiah, manusia takkan menghampiri kecuali mereka yang 'sadar'. Wajar saja; karena selain mereka sedang sibuk menghisap saripati kotoran.

[4] You know lah, ketika kamu menjual perkakas dan perabot sederhana untuk rumah, yang datang hanyalah yang perlu dan sekedarnya. Dan ketika kamu menjual kotoran anjing dibungkus daun pisang lalu kau klaim ia sebagai pepes pisang [?], mereka akan penasaran.

[5] Jadi, menjelang Pilkada atau Pemilu, manusia akan sibuk kerubungi dan penasaran kira-kira siapa yang 'baru' dan bikin penasaran. Dan ternyata semuanya tidak baru, karena isinya sekedar: Janji, janji, janji, janji, sembari tebar pesona....yang faktanya semuanya itu berakhir pada 'kertas-kertas pencitraan yang sampah dan menyampah'.

[6] Manis di bibir, memutar kata...malah kau tuduh akulah pembungkus pepesnya. Siapa terlena pasti kan terpana, bujuknya, rayunya, kumisnya, yang menarik simpati dan i-em-tri.

Saya memakai i-em-tri, namun masih suka galau. Anda?

Anjing dan Liurnya

oleh Hasan Al-Jaizy


Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda:

طُهُورُ إنَاءِ أَحَدِكُمْ إذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ

"Sucinya tempat air seseorang diantara kamu jika dijilat anjing ialah dengan dicuci tujuh kali, yang pertamanya dicampur dengan debu tanah." [H.R. Muslim]


Pertanyaan: "Apakah kotoran dan air kencing anjing setara najisnya dengan liurnya; sehingga tatacara membersihkan dari keduanya harus dengan mencuci 7 kali dan di salah satu kalinya dicampur dengan debu?"

Jawab: Imam An-Nawawy menceritakan adanya 2 pendapat berbeda [dalam madzhab Syafi'i]:

[1] Tidak ada bedanya antara jilatan anjing dengan keringatnya, bulunya, kotorannya dan kencingnya dari segi pencucian. Artinya: Jika sesuatu mengenai salah satu anggota tubuh anjing, kotoran atau kencingnya, maka wajib dicuci 7x salah sekalinya dengan debu.

[2] Selain jilatan, dicukupkan pencucian sekali saja seperti hal-hal najis lainnya secara normal. Ini pendapat Imam Ar-Rafi'i dan dipilih oleh Imam An-Nawawy sebagai pendapat yang lebih kuat. 

[Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab: 2/586]

Jadi: Cukup sekali cuci saja tanpa debu hingga yakin atau mengira secara kuat bahwa najisnya telah hilang dari benda yang dicuci; karena hadits tak menunjukkan selain jilatan.


Air liur anjing dihukumi najis, sesuai dengan pemahaman hadits di atas.

Dalam Madzhab Syafi'i, air yang dikenai sesuatu yang najis, ditinjau dari banyak atau sedikitnya air, agar bisa dihukumi najis atau tidak.

[1] Air sedikit: -2 qullah. 
Jika air tersebut di bawah 2 qullah [sekitar 200 kg; ada yang katakan 220 kg], maka air tersebut najis dan tidak boleh dipakai untuk bersuci.

[2] Air banyak: 2 qullah atau +. 
Jika air tersebut setimbang 2 qullah atau lebih, maka jilatan anjing padanya tak berpengaruh pada kesuciannya.

Wallahu a'lam.


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/409963795711678

Membunuh Diri Sendiri

oleh Hasan Al-Jaizy


Yang membuat seseorang atau suatu kelompok TIDAK MAJU adalah sikap mengisolasi diri dan golongan sendiri; sekaligus perasaan di hati bahwa hanya ia dan grupnya lah yang berada di atas kebenaran.

Sebenarnya justru sikap dan perasaan seperti itu menipu empunya sendiri.

Tepat sekali: Memang benar kita harus berupaya menghancurkan keburukan2 dan patung2 kamuflase yang tak henti dijilati para pemujanya. Namun, bukan berarti tugas utama kita adalah menebas tiap mereka satu persatu dan menjadikan itu sebagai job pertama.


 Karena:

Karena selagi kita berusaha meruntuhkan yang cacat, upayakan jua membangun yang baik.

Jangan: sekedar hobi meruntuhkan yang cacat, mengisolasi diri dan grupnya sendiri, dan tak ada niatan merangkul jiwa-jiwa sakit untuk bersama membina kebaikan dan maslahat.

Yang tidak maju itu ya yang ribet dan sebab awalnya: karena ia meribetkan diri sendiri; mengetatkan tali pinggang terlalu kencang yang justru seringkali mencekik perut. Yang justru akan membunuh diri sendiri.
Yang justru akan membunuh diri sendiri.
Yang justru akan membunuh diri sendiri.
Yang justru akan membunuh diri sendiri.

Cita-cita Murahan dan Mahalan

oleh Hasan Al-Jaizy

Cita-cita rendahan adalah cita-cita untuk menghibur, seperti ingin menjadi penyanyi, artis film layar lebar dll. Meskipun sebagian orang dan kecoa menganggapnya cita-cita tersebut terpuji.

Cita-cita mahal adalah cita-cita untuk memberi manfaat, dari keinginan menjadi seorang revolusioner bahkan sekedar guru ngaji. Meskipun sebagian orang rendahan dan kecoa menganggapnya angan-angan kosong atau cita-cita lucu.

===========================

Maka, nanti jangan terpelongo mengetahui para penyanyi dan penghibur tiap saat makin buruk kondisinya; karena tidak berkah penghasilan, belum lagi mungkin saja ia malah menanggung dosa yang tiap saat menambah berlipat selipat banyaknya penikmat yang terhibur.

Juga silahkan kagum sendiri nanti melihat seorang guru TK mengajar anak-anak Al-Fatihah dengan sabarnya dan damainya. Yang kemudian insya Allah pahal terus mengalir meskipun wafatnya sang guru; karena tiap hari anak-anak itu shalat membaca Al-Fatihah, maka pahala mengalir terus, hingga dewasa dan menua anak-anak, setiap kali membaca, akun pahala bagi sang guru mengalir.

So, jadilah apa yang kau mau. Soal bahagia atau menyesal, itu jadi urusan dan tanggunganmu kelak.


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/409796479061743

Air Es Untuk Bersuci

oleh Hasan Al-Jaizy


"Es dan embun saat digunakan untuk bersuci sebelum mencairnya, ditimbang:

Jika ia mengalir ke anggota tubuh disebabkan panasnya cuaca, atau badan atau kelembutan es, maka wudhu tersebut sah. Jumhur Syafi'iyyah menetapkannya karena terjadinya aliran air di anggota tubuh [yang disucikan].
Ada yang mengatakan: 'Tidak sah!' karena hal tersebut tidak bisa dinamakan Ghasl [mencuci]. Ini dikatakan oleh Abu Al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Al-Mawardy [penulis kitab Al-Hawy Al-Kabir] dan Abu Al-Faraj Ad-Daarimy [penulis kitab Al-Istidzkaar]. Keduanya adalah imam besar Syafi'iyyah di Iraq."

[Al-Majmu' - An-Nawawy: 1/82] MS


Dalil yang membolehkan bersuci dengan air es dan embun adalah doa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam:

اللهم اغسل خطاياي بالماء والثلج والبرد

"Ya Allah, cucilah [bersihkanlah] kesalahan-kesalahanku dengan air, es dan embun." [H.R. Bukhari]


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/409698245738233

Kepentingan Gelar, Nama dan 'Jabatan' Kini

oleh Hasan Al-Jaizy

Makna status ini harapnya tidak diburuk-sangkakan untuk mengangkat martabat golongan tertentu di mata manusia. Tapi, ini adalah hal yang sebenarnya real namun tak semua melihatnya.

Anda pernah melihat spanduk [umumnya: undangan] kajian yang bertemakan sebenarnya sederhana, seperti: 'Kepentingan Ikhlas', 'Bagaimana Meraih Ridha Ilahi' dst. Pernah saya tanyakan kepada seorang ustadz besar terkemuka: 'Menurut sampeyan, apakah anak2 kampus kami [lipia] mampu mengisi kajian semacam itu, atau semacam penjelasan kitab Bulughul Maram [misalnya]?'

Beliau menjawab: "Bisa. Karena sebenarnya pembahasan dalam kajian2 semacam itu sederhana. Jika si mahasiswa punya kemampuan Arabic yang baik, bisa baca kitab dan mampu menjelaskan dengan bahasa Indonesia, ya bisa."


 Lalu...

Saya berfikir kemudian. Mungkin Anda juga akan berfikir...apa hubungannya dengan 'gelar', 'nama', dan 'jabatan'!?

Untuk zaman sekarang, erat sekali hubungannya dan ketiganya memiliki peran signifikan dalam meraup massa. Bahkan, seringkali peristiwa-peristiwa sosial menjamurkan kesimpulan-kesimpulan baru, di antaranya: 

"Ridha manusia tergantung pada gelar, nama atau jabatan...dan kemurkaan manusia bisa disebabkan gelar, nama atau jabatan."


Jadi, begini:

Di saat nama seorang pemateri, tersembul setelahnya dua huruf LC, maka pandangan manusia akan berbeda dibanding pemateri yang gundul gelar; dan tidak semua yang bergelar Lc lebih baik dari yang kering gelar.

Atau ketika ia sudah punya nama yang masyhur dan terkenal, atau punya nama yang sudah tercinta di hati manusia, maka pandangan manusia akan berbeda dibanding orang asing yang entah punya nama atau tidak.

Begitu juga tatkala ada embel 'jabatan', misalnya: Pemateri: USTADZ Ehem, Pengajar di Ma'had Al-Umni. Tentu keberadaan kata 'ustadz' dan 'pengajar' memberikan info positif pada manusia. 

Itu semua berpengaruh.


Lantas:

Karena masih berstatus sebagai 'mahasiswa', nama belum punya di hati masyarakat, jabatan belum ada, meskipun pintar dalam mengulik masalah Fiqh, mahir menjelaskan perkara dan memiliki pesona dai-sebelas-umat, pengaruhnya di hati masyarakat minim sekali. Kecuali jika ia mulai membangun eksistensinya di mata manusia semenjak masih berstatus sebagai mahasiswa.

Ketika sudah bergelar, apakah semua jadi enak begitu saja? Tidak juga. Justru beban bertambah dan ujian meningkat. Manusia akan memandang gelarnya; jika ternyata kualitasnya rendah, bisa saja ia direndahkan. Belum lagi pandangan dari Rabb Al-Aalamiin; yang selalu melihat kemana, bagaimana, apa, mengapa dan untuk siapa dia berdakwah.

Susah kan? Jika tidak ingin susah, jangan jadi orang. Wong jadi binatang saja kadang-kadang susah koq!?


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/409394999101891

Monday, June 25, 2012

Beberapa Point

oleh Hasan Al-Jaizy

Beberapa point menjelang entah:

[1] Mungkin kalian -ketika melihat sebagian orang jahil mencela Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab atau Syaikh Nashiruddin Al-Albany dll- akan mengatakan: 'Inilah akibat dari 'ketidaktahuan akan hakikat siapa mereka' namun mudah memiringkan nama keduanya.

[2] Sebenarnya kasus mereka ada miripnya dengan kalian ketika menilai apa yang terjadi di Mesir dari Pemilu danterpilihnya orang yang 'better-than-the-other-one'. Mirip dengan kalian yang menilai itu semua miring; karena pendeknya pandangan dan kaki terkubur tak hendak lari kemana-mana untuk mencari khabar terpercaya.

[3] Karena tidak ada salahnya kita serahkan suatu perkara dan penilaian pada yang lebih memahami dan mampu menilai.

[4] Yang salah adalah ketika kelian menilainya miring selagi tak melihat atau menggubris pandangan orang yang justru jauh lebih alim dan mengerti dari kalian.

Sebenarnya ada kemiripan...cuma: [a] Siapa yang ga 'nyadar'? [b] Siapa yang tidak mau mengakui kemiripan tersebut terjadi pada dirinya!?



Status Pemicu Riya, Sum'ah dan Ujub

oleh Hasan Al-Jaizy

Status yang paling MEMICU 'riya', 'sum'ah' dan 'ujub' picuan tingkat tinggi adalah status yang kira-kira bermakna:

"Afwan, ana mau menutup akun ini."
"Kira-kira apa pendapat antum sekalian jika ana berhenti dari FB!?"

Meskipun awalnya [mungkin] penulis status tersebut sama sekali tak meniatkan macam2, namun yang terjadi adalah bertaburnya komentar2:

==> "Ya akhii/ukhtii, jangan tinggalkan kami"
==> "Ana kenal antum baik. Mohon bla bla bla"
==> "Antum adalah orang ter[sifat2 terpuji] di FB yang pernah ana kenal"
==> ....dan pujian2 lainnya



 Iya kah???

Ya, itu yang paling memicu; namun bukan satu-satunya pemicu. Karena itulah, selayaknya kita:

jika suka, mengagumi dan senang akan sesuatu yang dijulurkan orang, kalau bisa tahan kalimat-kalimat pujian; terlebih jika dituturkan secara berlebihan. Lebih baik mencukupkan diri pada doa saja, entah di ketidaktahuannya atau di hadapannya.

Karena kalbu berasal dari Arabic: قلب yang maknanya adalah 'berbalik'. 

Bisa jadi, orang yang tadinya tulus memberimu, kalbunya akan terfitnah dengan pujian-pujian darimu. 
Bisa jadi, kamu yang tadinya mengagumi dan memuji [terlebih jika berlebihan], tiba-tiba berbalik mencela, karena melihat aib dan cela darinya.

Maka, lebih baik doakan bagi orang-orang yang berbuat baik. At least, kalimat Jazzakallahu khaira; karena itu adalah sunnah Nabi. Doakan juga keberkahan baginya, semoga kebaikannya bermanfaat dan istiqamah baginya.

http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/409235195784538 


Sunday, June 24, 2012

Makanya, Belajar Arabic!

oleh Hasan Al-Jaizy

Keberadaan Facebook ini merupakan kesempatan yang sangat besar untuk menyampaikan yang baik-baik. Karena itulah, banyak di antara ikhwah yang tidak ingin menyiakannya; sehingga bertaburan lah di dinding oret-oret kalimat berfaidah. Dan ini semua adalah bagian dari dakwah [atau ini adalah dakwah].

Namun, sayang sekali, ada beberapa ikhwah [minors] yang justru menyebarkan faedah, namun dengan bahasa asing, seperti bahasa Arab saja [tanpa terjemahan] dan bahasa Inggris [tanpa terjemahan]. Sementara para pembaca adalah orang2 Indonesia dan mereka tahu bahwa tidak banyak yang menguasai kedua bahasa tersebut di antara teman2 FB. Lantas, apa faedah dari status tersebut yang sebenarnya berfaedah???

===============================

Berbeda dengan:

Penyampaian yang terkadang diselingi istilah2 asing; karena ini wajar, maklum dan terkadang terpuji. Tidak semua ibarat bisa diibaratkan dengan bahasa lokal, sebagaimana tidak seisi alam tak bisa dipandang dari atas genteng.

Pernah dulu awal 2006, Ust. Abu Qatadah dan kawan2 mengadakan touring atau daurah di Pontianak. Saya hadir di sana. Salah satu ustadz, ketika menyampaikan ilmu, pernah menyelingi pertanyaan pada audiens: 'Apakah seringkali antum menemukan istilah2 asing [Arabic] dalam ceramah saya ini?' Yaitu, istilah2 syar'i atau kaedah2 atau penyebutan2 yang asing di telinga orang umum.

Audiens menjawab: 'Ya'

Sang ustadz menimpali: 'Nah, itulah dia. Itu bukan salah saya. Itu masalah antum; yang tidak pernah belajar bahasa Arab. Maka, mulailah belajar bahasa Arab, agar tidak merasa salah dan dipersalahkan saat tidak mudeng dengan istilah2 di ceramah.'

Kalimat tersebut menghujam sanubari para audiens. Karena itulah -walhamdulillah-, mereka pun mengadakan kajian pembelajaran Arabic, Nahwu dan Sharaf, tiap Sabtu dan Minggu malam.


Adapun mengenai tabiat dan dialek asli, maka orang memaklumi. Karena jika lisan sudah terlanjur ngapak, maka akan terus mengapak kemana-mana.

Berbeda dengan 'tingkatan-bahasa' dan 'pemilihan kalimat bahasa'. Karena kita tahu ada bahasa halus, bahasa menengah, bahasa kasar. Seperti yang ana katakan, tidak bisa santri Bangil menggunakan bahasa Ikan-Buaya di tengah-tengah bapak-bapak Solo. Masih syukur tomat terlempar, bagaimana jika ada yang melempar bata!?

Orang memaklumi dialek dan kemedokan.
Namun pemilihan bahasa yang salah sulit dimaklumi.



IYA, KAN? : Bahasa!

oleh Hasan Al-Jaizy

Iya, kan?

Inti atau tujuan dalam dakwah itu bukan PUJIAN audiens bahwa:
--> kamu [dianggap] bisa berbahasa asing [entah Arabic, entah English, entah Javanese, entah Ngapakish]
--> kamu pintar atau luar biasa

Tapi, dakwah itu ya untuk MEMAHAMKAN orang lain akan suatu perkara, demi meraih maslahat [kebaikan] dan mencegah mafsadat [kerusakan]. Dan untuk memahamkan, ada beberapa perkara asasi yang penting bagi pelayar untuk memperhatikannya, salah satunya:


BAHASA

Jika medan dakwah berisikan orang-orang berbahasa sepertimu, ya gunakanlah bahasamu. Medan Indonesia? Ya gunakan bahasa Indonesia; bukan malah menyampaikan dengan bahasa Inggris atau Arab ke mereka. Karena tujuannya bukan: 'Hey, saya memakai bahasa asing lho!'.

Meskipun dia beralasan: 'Saya menggunakan bahasa asing agar para pendengar tergebu untuk mempelajari bahasa asing sehingga tidak ketinggalan'. LOL

Justru selawannya, dampak negatif seperti ini akan nampak:

--> Yang tidak suka pelajaran bahasa asing, semakin tidak suka
--> Yang niatnya mencari faedah, justru terhalang dan terkendala
--> Yang memang tahu bahasa asing, malah jadi sombong [karena merasa tahu di antara orang2 yang tak tahu]

Maka, gunakan BAHASA SETEMPAT dan tercocok dalam menyampaikan. Selain itu, layak pula diperhatikan alunan dan paduan kata dalam bahasa. Bahasa yang celemotan, cemong dan tak tertutur rapi menunjukkan 'siapa' si pembicara. 

Bahkan, jika seorang dai asal Bangil, misalnya, ketika dia berdakwah di tengah-tengah bapak-bapak di Solo, ia tidak layak menggunakan bahasa Bangil kelas menengahnya di ceramah. Padahal sama-sama bahasa Jowo.


Lalu, bagaimana....

jika si dai tetap bersikukuh, berkeras hati dan diri untuk tetap menggunakan bahasa yang membuat muka penduduk setempat bertambah kusam?

Ya, jangan salahkan penduduk jika:

--> Mereka mencibiri si dai
--> Mereka meninggalkan si dai ngoceh 
--> Mereka berburuk sangka bahwa si dai ini nyari pamor dan perhatian saja atau sekedar pujian

Karena YOU berdakwah, bukan untuk maslahat pribadi YOU di dunia, melainkan untuk maslahat semuanya dunia akhirat.


Allah Hanya Menerima Amalan Saleh

oleh Hasan Al-Jaizy

Mari memetik faedah dari potongan hadits berikut:

إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبَاً

"Sesungguhnya Allah Ta'ala adalah Maha Baik; tidak menerima kecuali yang baik"

Allah Ta'ala tidak menerima perkataan dan amalan, kecuali jika keduanya adalah baik menurut Syariat, bukan sekedar baik menurut makhluk. Karena ada seringnya sesuatu terpandang baik oleh makhluk namun tercela di neraca agama.

Yang baik dari amalan: 'Apa yang terikhlaskan dan sesuai dengan syariah'
Yang baik dari harta: 'Apa yang terdapatkan dari jalan/cara yang halal'


Apa amalan saleh itu?

Amalan yang diterima oleh Allah tentulah 'amalan saleh'. Lantas, apakah amalan saleh itu? Diriwayatkan bahwa sebagian salaf berkata tentang amalan saleh:

العمل الصالح ما كان خالصا صوابا

"Amalan saleh adalah apa yang 'murni' dan 'benar'"

=> Murni: Suci dan bersihnya niat hanya kepada Allah Ta'ala; bukan yang terkotori oleh kesyirikan
=> Benar: Benar di atas petunjuk syariat; bukan yang tercemar oleh pengada-adaan.

Rasulullah bersabda:

”Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu (amalan) dalam urusan (agama) kami yang bukan dari kami, maka (amalan) itu tertolak.” [H.R. Bukhari dan Muslim]


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/409141242460600