oleh Hasan Al-Jaizy
Dahulu,
Al-Arify pernah berkata di depan umat manusia, "Terima kasih, Bush!"
Kau akan bertanya-tanya, "Aduhai...gerangan mengapakah kau berterima kasih
pada penjahat semacamnya? Sudah habiskah insan berbudi di bumi hingga kau
berterima kasih pada penjahat ini?"
Tahulah
kemudian alasannya, bahwa Bush telah berandil tinggi akan tersohornya Islam di
hati-hati hari-hari kemudian. Bush betapa inginnya Islam terjatuh, selagi
meredup cahaya dipunya. Namun, rupanya Islam membangkit dan semakin bersinar
cahayanya.
Jika
Al-Arify begitu tega berterima kasih, Al-Jaizy pun ingin berterima kasih pada
saudara-saudaranya dari kalangan Aswaja. Aswaja, selalunya, sedianya,
sememangnya, sebenarnya atau mungkin selamanya mempromosikan Salafy. Aswaja
rela merendahkan diri sendiri dengan mencaci-caci, demi tersohornya Salafy.
Aswaja rela mensohorkan nama 'Wahabi', demi tersiarnya Salafy. Bahkan sebagian
grassroot hingga tetuanya rela berdusta, demi terkenalnya Salafy.
Aswaja
telah sukses mempromosikan dakwah Salafiyyah. Aswaja tahu, saudara-saudaranya
dari kalangan Salafy punya kesalahan. Demi memperkenalkan Salafy pada umat,
Aswaja pun rela meneliti, mengintai dan membocorkan kesalahan dan aib
saudara-saudaranya dari kalangan Salafy di tengah umat. Terima kasih, Aswaja.
Aswaja,
yang merupakan senior di negeri ini, begitu perhatian pada Salafy, yang belum
lama tumbuh namun sudah menjamur kemana-mana. Saking perhatiannya pada Salafy,
Aswaja kesampingkan bayangan gurita Syi'ah, yang mulai merasuk ke mereka.
Sungguh, betapa cintanya Aswaja pada Salafy. Wahai, saudara-saudara Salafy,
sayangilah mereka pula! Merekalah yang membuatmu dan golonganmu terkenal.
Jika
para petinggi Aswaja rela ceramah panas-panas demi mempromosikan Salafy, pun
berlaku pada orang-orang kecilnya. Merasa sudah ngaji lama, anak-anak Aswaja
menasihati anak-anak Salafy agar selalu mengaji pada guru. 'Jika seseorang
tidak ngaji pada guru, maka gurunya adalah setan,' begitu kiranya bait
pamungkas mereka, yang asalnya adalah milik Al-Bustamy, seorang penguasa fakultas
sufi jurusan tarekat. Ketika para Salafy sibuk belajar sambil copas, mereka
menasihati agar jangan hanya bisa copas. Ketika para Salafy mengambil faedah
dari kitab-kitab ulama, mereka menasehati agar berhati-hati karena sekarang
banyak kitab dipalsukan. Ketika para Salafy undur diri dari dzikir bersama,
tahlilan dan sebagainya, mereka menasihati agar rajin-rajinlah beribadah.
Apa
lagi bukti cinta Aswaja terhadap Salafy? Apa lagi?
Ketika
kaum Salafy memprakarsai Maktabah Syamilah, berisikan puluhan ribu kitab-kitab
ulama, Aswaja mewanti-wanti. 'Hati-hati kalian, ebook Syamilah bisa diedit dan
dipalsukan,' kata mereka dengan bijaknya. Saking bijaknya, ulama dan pelajar
mereka pun meraup manfaat dari kehadiran Maktabah Syamilah. Saking ingin
mencari kebenaran, sebagian dari Aswaja meneliti kitab-kitab Ibnu Taimiyyah,
Ibnul Qayyim, dan Muhammad bin Abdul Wahhab, agar jika ditemukan penyimpangan
di dalamnya, akan mereka luruskan dengan pemahaman agama mereka, sebagai kaum
senior.
-
Ya,
benar! Saking inginnya mencari kebenaran dan demi ilmu, mereka mengamati
kitab-kitab yang biasa dikaji kaum Salafy. Jika ada yang salah, diluruskan.
Jika sesuai dengan keyakinan mereka, disebarkan dengan cara copas, dari
Maktabah Syamilah. Mereka begitu baik. Mereka membaca banyak dan copas faedah
dari Syamilah sembari melarang orang melakukan seperti apa yang mereka lakukan.
Minimal, mereka akan mengatakan, 'Waspadai Syamilah!' tanpa pelarangan mutlak.
Karena
itulah, mereka bisa menghibur manusia dengan humor-humor yang mereka ciptakan
sendiri. Inilah humor yang bagus nan menghibur:
[http://mazzulfa.wordpress.com/2012/08/18/awas-ternyata-maktabah-syamilah-buatan-wahabi/]
Aswaja
begitu inginnya memurnikan dakwah Islam dari 'Wahabisme'. Mereka pun
memperingatkan kaum muslimin, terutama mereka sendiri dari kitab-kitab
Wahabisme di Syamilah. Ini ditujukan agar kaum muslimin tidak terperosok ke
'jurang' Wahabisme dan tetap teguh di jalur Ahlus Sunnah wal Jama'ah
(singkatan: Aswaja): [http://suaraaswaja.com/maktabah-syamilah.html]
Padahal,
Syamilah ini sudah terlalu indah untuk dikritik dan terlalu bermanfaat untuk
didiskreditkan eksistensinya. Mulai dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah hingga Ahlul
Bid'ah wal Hizbiyyah, mereka semua sama-sama berenang dalam berkah Syamilah.
-
Akhir-akhir
ini, program 'Islami' bernama Khazanah di salah satu kanal televisi nasional
menjadi topik hangat. Aswaja menginginkan agar kaum muslimin tidak menonton
acara tersebut. Aswaja berkata, 'Acara tersebut menipu umat!'. Padahal program
Khazanah justru mempromosikan ritual-ritual yang jamak dilakukan sebagian besar
dari Aswaja. Sayang sekali, acara Khazanah justru bukti faktual dan aktual yang
menunjukkan bahwa Salafy ingin membalas cinta Aswaja. Salafy ingin
mengungkapkan perasaan cintanya pada Aswaja dengan cara modern. Tetapi, Aswaja
kurang berkenan. Sayang sekali.
Aswaja
sudah berjasa besar terhadap umat Islam di negeri ini. Salah satunya adalah
dengan rutin mempromosikan Salafy, baik ke orang alim atau ke orang awam.
Saking berjasanya, seolah-olah Islam di negeri ini hanyalah Aswaja semata. Jika
tidak sewarna, tidak sebentuk, dan tidak sepemikiran, maka ia sesat. Dan
sepertinya di dunia ini, di mata saudara-saudara Aswaja, yang sesat hanya satu,
yaitu Wahabi.
Semangat
kaum Aswaja layak dicontoh. Dicontoh semangatnya. Mereka bersemangat dalam
menggalang persatuan kelompok, begitu memurnikan pencitraan dan sangat waspada
terhadap serangan Wahabi. Padahal Wahabi tidak pernah berharap bisa membakar
rumah-rumah Aswaja. Padahal Wahabi ketika ceramah tidak ingin membakar jenggot
Aswaja. Bagaimana mau membakar jenggot, jika punya saja tidak? Wahabi tidak
suka main bakar-bakaran; meskipun sebagian Aswaja merasa diancam pembakaran.
Padahal yang terbakar adalah rokok mereka. Dan yang membakar adalah mereka
sendiri. Bagaimana ini?
Harapan
kita bahwa kelak Salafy dan Aswaja akur. Karena jika mau ditinjau-tinjau,
keduanyalah kaum muslimin pengikut Nabi Muhammad dan generasi salaf. Salafy =
pengikut Salaf. Aswaja = Ahlus Sunnah wal Jama'ah = pengikut salaf. Bedanya,
yang satu seringkali memang benar-benar mencerminkan Salafiyyah, sedangkan
satunya lagi cuma setawar nama saja. Disingkat pula. Ehm.
Bagaimana
caranya akur?
Kembali
ke Al-Qur'an dan Sunnah Rasul.
Bukan
sedikit-sedikit kembali ke emosi...sedikit-sedikit menjadi suporter fanatik.
Sampai Imam Al-Bantany dan Al-Banjary bangkit dari kubur pun takkan jadi.
Mustahil. Bukan klaim yang dibutuhkan. Sebagian saudara Salafy, mengklaim
paling ittiba' dan menuding siapapun selainnya adalah awam dan muqallid. Tidak
sadar bahwa mereka juga kadang bertaqlid. Sebagian saudara Aswaja, menasehati
selainnya agar tidak merasa paling benar sembari merasa dirinya dan kelompoknya
adalah yang terbenar.
Sebagian
ada yang main tantang menantang. Petantang petenteng menantang adu ilmu Nahwu,
Shorof, Balaghoh, Bayan, Hikmah. Manthiq, Ushul Fiqh daaaan seterusnya; sembari
bawa ijasah pesantren tradisional yang biasa baca kitab kuning. Andai yang
seperti ini mau menengok kemegahan pondok-pondok Salafy modern, yang juga bisa
baca kitab dan jauh berkembang, tentu hanya kepada kopi dan rokok mereka terhibur.
Aswaja,
kaum yang tak letihnya memotivasi Salafy untuk selalu mencari ilmu di kitab dan
berguru pada guru.
Ketika
Salafy semakin besar dan berkembang...
Ketika
Salafy semakin banyak kajian dan hadirinnya...
Ketika
Salafy semakin berilmu dan mapan...
maukah
teman-teman Aswaja menerima cinta dan persaudaraan dari teman-teman Salafy?
Terima
kasih, Aswaja.
Kami
saudara kalian dan kalian saudara kami.
ijin share di efbe ya bray
ReplyDelete