ORANG yang merenungkan hal-ihwal dunia pasti akan tahu bahwa ia diciptakan untuk dijauhi. Karena itu, orang yang ingin menikmatinya pasti akan menemukan kesusahan di balik setiap kesenangannya serta kekeruhan di balik setiap kejernihannya. Pendek kata, setiap bagian dunia yang diangkat pasti akan diturunkan.
Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- mencintai Aisyah –radhiyallahu anha-, lalu beliau diuji dengan ‘hadits ifk’ (tuduhan melakukan zina yang diarahkan kepada Aisyah oleh orang-orang munafik). Dan beliau mencintai Zainab, kemudian turunlah ayat:
فَلَمَّا قَضَىٰ زَيْدٌۭ مِّنْهَا وَطَرًۭا
“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya)” [Q.S. Al-Ahzab: 37]
Seorang pecinta dunia yang mendapatkan apa yang dicintainya pasti sadar bahwa ia akan berpisah darinya. Oleh sebab itu, kehidupannya menjadi tidak nyaman, meski ketika itu kekasihnya masih ada di dekatnya. Keadaan ini telah diungkapkan seorang penyair dengan perkataannya berikut:
أتم الحزن عندي في سرور ... تيقن عنه صاحبه انتقالاً
“Kesedihan paling menyedihkan bagiku adalah kebahagiaan
Yang diyakini pemiliknya akan segera berubah”
Orang yang berakal pasti akan tahu bahwa tujuan penciptaan kekeruhan di dunia adalah menjauhkan manusia darinya. Karena itu, ia pun hanya memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya dan menolak menyibukkan diri dengannya. Ia memilih memfokuskan konsentrasinya mengabdi kepada Allah Ta’ala. Adapun orang yang tidak melakukan tindakan seperti itu pasti akan menyesal pada saat semuanya sudah terlambat.
[Shaid Al-Khaathir, Ibnul Jauzy]
No comments:
Post a Comment