oleh Hasan al-Jaizy
Kemarin
sempat interview beberapa calon pegawai. Selain miris pada diri sendiri yang
masih belum seberapa, ternyata ada kemirisan tambahan melihat para calon.
Calon-calon guru di beragam disiplin ilmu dunia, seperti matematika, kimia,
biologi, bahasa Indonesia sampai English. Saya tidak mempertanyakan keahlian
mereka di bidang duniawi, tapi standar baca al-Qur'an dan wawasan keislaman
teman-teman kita ini masih minim. Ini tanpa perasaan kelak di endingnya saya
lebih baik dari mereka.
Sebagaimana
menjadi rahasia umum yang sudah menjadi konsumsi bibir publik, banyak dari dokter
sekarang, menakut-nakuti ibu hamil apalagi yang masih belia usianya dan belum
punya experience cukup dalam kehamilan. Ujung-ujungnya rekomendasikan supaya
bayi terlahir dengan cara Caesar. Penyakit demi penyakit atau gejala negatif
dijabarkan dengan semangat oleh dokter beserta bidan asistennya. Bahkan kadang
diceritakan, sang dokter terkesan maksa. Rupa-rupanya tidak sedikit kasus
kongkalikong. Apalagi kalau mengejar duit? Bumil panik mendengar dor dor dari
dokter. Saya pernah menyaksikan ini sebagai suami bumil.
Saya
pikir, ini dokter apa teroris? Tahu ini orang lagi mengandung, kok malah main
dor dor begitu saja. Lembut dikit kek. Ngarti dikit kek perasaan bumil ini.
Saat dokter ngoceh terus berentetan sebut kasus-kasus parah, saya tatap tajam
muka beliau. Saya pernah melihat Didier Drogba lari sana-sini kejar bola
meneror para pemain yang sedang pegang bola, demi cari apresiasi pelatih dan
penonton, yang ujung-ujungnya duit. Kok mirip ya ngototnya. Vonis penyakit dan
harus langsung dibelek perutnya di awal cek kedokteran, dengan bahasa semaunya
tanpa mikir perasaan, adalah hal yang jauh dari kamus kebijakan.
Kenapa
mengejar Caesar, wahai dokter? Padahal Caesar kan sudah meninggalkan program
lamanya. Apakah Anda mau sama dengan para penyelenggara tematik yang berburu
Caesar dan yang semacamnya supaya hadirin dan duitnya banyak?
Akhirnya,
saya pindah pilihan. Tidak mau ke dokter itu lagi. Saya browsing Inet,
ditemukan beragam cerita kenakalan sebagian dokter. Mirip-mirip. Intinya kejar
duit.
Alhamdulillah,
ketemu RS yang profesional. Swasta dan biayanya lumayan membuat saya semakin
tersadar bahwa saya harus lebih mendekatkan diri pada Allah. Pelayanannya
memuaskan secara psikologis. Para dokter dan pasukannya sampai satpamnya
membuat kami merasa comfort. Tempatnya juga nyaman dan wangi. Tak apa soal
biaya kan soal rizki. Yang penting kita usaha supaya istri dan anak lebih
tenang. Safety first, money later. Setelah dapat safety, giliran money bill,
baru kita menangis later. Hehe.
Walaupun
dari sisi profesionalisme dokter-dokter dan bawahannya ini saya acungi jempol
tapi ada saja yang kurang buat saya. Vital. Apa itu? Sisi religiusitas!!! Ini
nih. Mereka bekerja secara profesional duniawi. Andai mereka terpoles ke agama,
saya akan senang menemukan suster-suster itu sering menyebut nama Allah, tidak
hanya memberikan advice of health melainkan dibalut juga dengan menekankan sisi
tawakal pada Allah. Tapi sayangnya tidak. Karena mereka tidak dididik untuk
itu.
Inilah.
Kita butuh Rumah Sakit Islam lebih banyak lagi. Bukan label Islam semata, tapi
nilai moral pegawainya sangat islami.
Nah,
kembali ke interview itu, saya berhadapan dengan para calon guru baik ikhwan
maupun akhwat, dengan membawa otak Biologi, Kimia dan lain-lain. Di tempat saya
kerja, nilai religiusitas sesuai pemahaman Salaf sangat diusahakan. Kinerja
para pegawai relatif stabil. Prestasi demi prestasi terbangun. Meski saya
sendiri belumlah seberapa mampu memperbaiki diri. Tapi wajib bersyukur kalau
kita sudah mulai berusaha menanamkan jiwa religiusitas di tempat kita bekerja.
Saya
iri sama teman-teman yang mahir Biologi. Kepingin kuasai Biologi. Miris hati
kalau naik motor lihat pepohonan atau jalan di jalanan lihat hewan, tapi
nothing to say tentang spesies, kehidupan, anatomi dan anything about them. Hanya
bisa berkata mereka ciptaan Allah. Tapi apakah teman-teman anak Biologi
sendiri, iri sama teman-teman yang faham baca kitab, mahir baca al-Qur'an?
Padahal
di dalam al-Qur'an, disebutkan beberapa nama hewan, disebutkan beberapa macam
tumbuhan. Selemah-lemah rumah adalah rumah laba-laba. Secara scientific,
bagaimana membuktikannya? Kita sama-sama imani ayat itu, tapi secara keduniaan
dan pembalutan sains, saya belum mengerti detail dan saya berharap mengerti.
Siapapun
pegawai, kalau menjunjung nilai religiusitas di bidangnya, insya Allah akan
lebih disukai.
Karena
pegawai yang tak religius, dia hanya dapat dunia. Adapaun pegawai yang menjaga
agamanya di gaweannya, dia dapat dunia dan dia punya saham di akhirat.
No comments:
Post a Comment