Thursday, October 22, 2015

Kekeramatan Yang Kurang Diimpikan

oleh Hasan al-Jaizy

Kemarin sempat interview beberapa calon pegawai. Selain miris pada diri sendiri yang masih belum seberapa, ternyata ada kemirisan tambahan melihat para calon. Calon-calon guru di beragam disiplin ilmu dunia, seperti matematika, kimia, biologi, bahasa Indonesia sampai English. Saya tidak mempertanyakan keahlian mereka di bidang duniawi, tapi standar baca al-Qur'an dan wawasan keislaman teman-teman kita ini masih minim. Ini tanpa perasaan kelak di endingnya saya lebih baik dari mereka.

Sebagaimana menjadi rahasia umum yang sudah menjadi konsumsi bibir publik, banyak dari dokter sekarang, menakut-nakuti ibu hamil apalagi yang masih belia usianya dan belum punya experience cukup dalam kehamilan. Ujung-ujungnya rekomendasikan supaya bayi terlahir dengan cara Caesar. Penyakit demi penyakit atau gejala negatif dijabarkan dengan semangat oleh dokter beserta bidan asistennya. Bahkan kadang diceritakan, sang dokter terkesan maksa. Rupa-rupanya tidak sedikit kasus kongkalikong. Apalagi kalau mengejar duit? Bumil panik mendengar dor dor dari dokter. Saya pernah menyaksikan ini sebagai suami bumil.

Saya pikir, ini dokter apa teroris? Tahu ini orang lagi mengandung, kok malah main dor dor begitu saja. Lembut dikit kek. Ngarti dikit kek perasaan bumil ini. Saat dokter ngoceh terus berentetan sebut kasus-kasus parah, saya tatap tajam muka beliau. Saya pernah melihat Didier Drogba lari sana-sini kejar bola meneror para pemain yang sedang pegang bola, demi cari apresiasi pelatih dan penonton, yang ujung-ujungnya duit. Kok mirip ya ngototnya. Vonis penyakit dan harus langsung dibelek perutnya di awal cek kedokteran, dengan bahasa semaunya tanpa mikir perasaan, adalah hal yang jauh dari kamus kebijakan.

Kenapa mengejar Caesar, wahai dokter? Padahal Caesar kan sudah meninggalkan program lamanya. Apakah Anda mau sama dengan para penyelenggara tematik yang berburu Caesar dan yang semacamnya supaya hadirin dan duitnya banyak?

Akhirnya, saya pindah pilihan. Tidak mau ke dokter itu lagi. Saya browsing Inet, ditemukan beragam cerita kenakalan sebagian dokter. Mirip-mirip. Intinya kejar duit.

Alhamdulillah, ketemu RS yang profesional. Swasta dan biayanya lumayan membuat saya semakin tersadar bahwa saya harus lebih mendekatkan diri pada Allah. Pelayanannya memuaskan secara psikologis. Para dokter dan pasukannya sampai satpamnya membuat kami merasa comfort. Tempatnya juga nyaman dan wangi. Tak apa soal biaya kan soal rizki. Yang penting kita usaha supaya istri dan anak lebih tenang. Safety first, money later. Setelah dapat safety, giliran money bill, baru kita menangis later. Hehe.

Walaupun dari sisi profesionalisme dokter-dokter dan bawahannya ini saya acungi jempol tapi ada saja yang kurang buat saya. Vital. Apa itu? Sisi religiusitas!!! Ini nih. Mereka bekerja secara profesional duniawi. Andai mereka terpoles ke agama, saya akan senang menemukan suster-suster itu sering menyebut nama Allah, tidak hanya memberikan advice of health melainkan dibalut juga dengan menekankan sisi tawakal pada Allah. Tapi sayangnya tidak. Karena mereka tidak dididik untuk itu.

Inilah. Kita butuh Rumah Sakit Islam lebih banyak lagi. Bukan label Islam semata, tapi nilai moral pegawainya sangat islami.

Nah, kembali ke interview itu, saya berhadapan dengan para calon guru baik ikhwan maupun akhwat, dengan membawa otak Biologi, Kimia dan lain-lain. Di tempat saya kerja, nilai religiusitas sesuai pemahaman Salaf sangat diusahakan. Kinerja para pegawai relatif stabil. Prestasi demi prestasi terbangun. Meski saya sendiri belumlah seberapa mampu memperbaiki diri. Tapi wajib bersyukur kalau kita sudah mulai berusaha menanamkan jiwa religiusitas di tempat kita bekerja.

Saya iri sama teman-teman yang mahir Biologi. Kepingin kuasai Biologi. Miris hati kalau naik motor lihat pepohonan atau jalan di jalanan lihat hewan, tapi nothing to say tentang spesies, kehidupan, anatomi dan anything about them. Hanya bisa berkata mereka ciptaan Allah. Tapi apakah teman-teman anak Biologi sendiri, iri sama teman-teman yang faham baca kitab, mahir baca al-Qur'an?
Padahal di dalam al-Qur'an, disebutkan beberapa nama hewan, disebutkan beberapa macam tumbuhan. Selemah-lemah rumah adalah rumah laba-laba. Secara scientific, bagaimana membuktikannya? Kita sama-sama imani ayat itu, tapi secara keduniaan dan pembalutan sains, saya belum mengerti detail dan saya berharap mengerti.

Siapapun pegawai, kalau menjunjung nilai religiusitas di bidangnya, insya Allah akan lebih disukai.
Karena pegawai yang tak religius, dia hanya dapat dunia. Adapaun pegawai yang menjaga agamanya di gaweannya, dia dapat dunia dan dia punya saham di akhirat.



No comments:

Post a Comment