Wednesday, July 17, 2013

Mental Miskin dan Bodoh

oleh Hasan Al-Jaizy



Jika di sana ada yang disebut 'miskin', maka pastilah ada lawannya: 'kaya'. Pula jika ada yang disebut 'bodoh', maka pastilah ada tandingannya: 'pintar'. Karena hampir segala sifat tak bisa diketahui kecuali karena ada lawan dan tandingannya. Seperti: baik dan buruk, atau sehat dan sakit, atau hitam dan putih.

Orang miskin dan bodoh tergolong orang rendahan. Jika engkau tak terima ku katakan mereka 'rendahan', maka apalah yang kau inginkan? Kau ingin katakan mereka berkelas tinggi, sementara orang kaya dan pintar berkelas rendah? Jika iya, maka itu akibat dari memiliki kadar otak yang rendah.

Mental kebanyakan orang miskin adalah culas, malas, kurang pandai usaha, dan sebagian lain: curang, sehingga tidak berkah sama sekali usaha mereka. Orang-orang miskin seringkali mendengki pada orang-orang kaya; padahal mereka tidak ada urusan dengan kaum miskin. Namun, karena kegagalan hidup kaum miskin, melihat kaum kaya yang sewajarnya menikmati kekayaan mereka, dengki membara-bara. Ingin seperti mereka namun tak bisa. Seperti kata banyak orang, "Iri tanda tak mampu". Orang miskin sering menuntut orang kaya agar bermurah hati. Itu jika di depan. Di belakang, orang miskin sering mencaci orang kaya, entah karena pelit, atau karena dianggap tidak peduli rakyat kecil, atau lainnya. Dasar dari semua itu sebenarnya iri dan ketidakmampuan.

Mental miskin juga adalah mental mengeluh. Miskin kekuatan jiwa, sehingga mendapat kesulitan sepetak, keluhannya capai sehektar, mendapat musibah sejengkal, keluhannya hingga selangkah. Mengeluh, kemudian berusaha sedikit, gagal mendatangi, mengeluh lagi, lalu mengutuk-ngutuk kondisi ketika melihat orang kaya sedang menikmati keutamaan hidupnya.

Tertipu Oleh Diri Sendiri



Sebelum setan menipu daya Adam dan Hawa, dia terlebih dahulu sudah tertipu daya oleh dirinya sendiri. Dia mendapat kemalangan. Demikian juga anak cucunya, pengikut-pengikutnya dan siapa saja yang menaatinya dari kalangan jin maupun manusia.

Bentuk tipu daya setan terhadap dirinya sendiri adalah, bahwasanya tatkala Allah memerintahkannya bersujud kepada Adam alaihissalam, maka sebenarnya letak kebahagiaan, kemuliaan dan keselamatannya adalah dalam menaati dan menuruti perintah Allah itu. Namun jiwanya yang bodoh dan aniaya itu membisikkan bahwa jika ia sampai bersujud kepada Adam, maka itu berarti melecehkan dan merendahkan dirinya. Sebab, hal itu berarti ia tunduk dan sujud kepada makhluk yang tercipta dari tanah, padahal dirinya tercipta dari api. Api itu –menurutnya- lebih mulia ketimbang tanah. Maka, yang tercipta dari api itu lebih baik daripada yang tercipta dari tanah. Dengan demikian, ketertundukan makhluk yang lebih utama terhadap makhluk yang lebih rendah itu berarti pelecehan terhadap dirinya.

Tatkala kebodohan ini menghinggapi hatinya, ditambah lagi munculnya rasa dengki terhadap Adam lantaran ia tahu bahwa Allah telah mengistimewakan Adam dengan berbagai kemuliaan –yaitu, Dia menciptakannya dengan tangan-Nya, menipu-Nya dengan ruh-Nya, menyuruh malaikat agar bersujud kepadanya, mengajarkan segala macam nama kepadanya yang tidak Dia ajarkan kepada malaikat sekalipun, serta menempatkannya di surga- maka kedengkian dari musuh Allah itu semakin mengklimaks. Ia memandang Adam sebagai makhluk yang tercipta dari tanah kering seperti tembikar, sehingga ia pun tak habis pikir seraya berkata, “Apa mulianya makhluk ini? Sekiranya ia dikuasakan atas diriku, maka pasti akan aku durhakai ia. Dan jika aku dikuasakan atas dirinya, pasti akan aku hancurkan ia!”

Mahasiswa Pelayar Comberan!

oleh Hasan Al-Jaizy

Budaya ngospek para plonco (calon maba yang sedang ikut kegiatan pengenalan terhadap kampus) dengan tarekat-tarekat HINA, meskipun atas nama 'Pengenalan Kampus' atau semacamnya, adalah budaya mahasiswa-mahasiswa rendahan yang sedang kuliah di kampus rendahan. Mahasiswa dan kampus yang menjunjung tinggi nilai pendidikan, moral dan kualitas didikan, tidak akan rela calon-calon penghuninya dihinakan, oleh mereka sendiri.

Syukur, tidak pernah di kampus saya ada planca-ploncoan. Bagi kami, hanya mahasiswa bodoh yang seperti itu. Menjadikan para maba terlihat bodoh, padahal mereka sendiri juga tergolong bodoh.

Selain itu, para mahasiswa yang merasa senior dan mengenal kampus, lagaknya seperti sudah layak dianggap senior dari segi kualitas. Mirip mayoritas mahasiswa pendemo; rata-rata mereka itu yang hobi tidur di kelas, main game di lingkungan kos, begadang dan hidup kesehariannya cuma bernilai lawakan rendah saja. Dan, menjelang hari ospek, mereka tiba-tiba menjadi orang paling sibuk dan paling terlihat seolah ingin 'mendidik'.

Andai memang mereka belajar sungguh-sungguh dan punya ilmu tinggi, takkan rela mereka mencoret-coret muka para calon mahasiswa, menyebut mereka binatang, menjadikan mereka serendah binatang, meminta memakan hal yang tak layak dimakan, memaksa mereka memakai aksesoris yang memicu gelak tawa dan banyak lagi. Para mahasiswa senior yang bodoh senang dan girang melakukan ini. Dan jika dosen-dosen mereka menjadikan hal semacam ini hal yang wajar, biasa, atau malah hiburan, maka...begitulah. Like dosen like mahasiswanya.

Halo? Apakah Saya Ada? 3

oleh Hasan Al-Jaizy

Saya agak khawatir jika memerangi Syi'ah itu hanya karena trend. Yakni: ketika teman-teman dumay nya riuh mempermasalahkan Syi'ah, ikut-ikutan berkoor.

Mentalnya ada mirip dengan kasus maling di keramaian stasiun. Ketika ada yang teriak maling, serempak pada ikut-ikutan. Padahal tahu jelas kasusnya pun tidak. Syukur jika ada informan yang jujur. Namun, rata-rata pengunjung stasiun menang di teriak ramai-ramai dan mencelanya. Lalu memukul senafsu-nafsunya saat sudah ketemu 'maling'nya.

Mentalnya ada mirip juga dengan kebiasaan masyarakat yang ketika para jurnalis membentangkan berita hot, langsung para pemirsa pada angkat bicara. Semua mengutuk. Setelah berita hot habis, para pemirsa tenang kembali. Lupa semua itu. Nunggu hal lain yang akan menjadi masyhur atau trend.

Saya agak khawatir jika memerangi Syi'ah itu hanya karena ikut-ikutan, sehingga secara normal enggan menggali pengetahuan tentang Syi'ah. Menunggu informan. Atau hanya ingin meramaikan saja.

Tuesday, July 16, 2013

Tertipu Oleh Diri Sendiri


[Risalah Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah: "Tertipu Oleh Diri Sendiri"]

Sebelum setan menipu daya Adam dan Hawa, dia terlebih dahulu sudah tertipu daya oleh dirinya sendiri. Dia mendapat kemalangan. Demikian juga anak cucunya, pengikut-pengikutnya dan siapa saja yang menaatinya dari kalangan jin maupun manusia.

Bentuk tipu daya setan terhadap dirinya sendiri adalah, bahwasanya tatkala Allah memerintahkannya bersujud kepada Adam alaihissalam, maka sebenarnya letak kebahagiaan, kemuliaan dan keselamatannya adalah dalam menaati dan menuruti perintah Allah itu. Namun jiwanya yang bodoh dan aniaya itu membisikkan bahwa jika ia sampai bersujud kepada Adam, maka itu berarti melecehkan dan merendahkan dirinya. Sebab, hal itu berarti ia tunduk dan sujud kepada makhluk yang tercipta dari tanah, padahal dirinya tercipta dari api. Api itu –menurutnya- lebih mulia ketimbang tanah. Maka, yang tercipta dari api itu lebih baik daripada yang tercipta dari tanah. Dengan demikian, ketertundukan makhluk yang lebih utama terhadap makhluk yang lebih rendah itu berarti pelecehan terhadap dirinya.

Tatkala kebodohan ini menghinggapi hatinya, ditambah lagi munculnya rasa dengki terhadap Adam lantaran ia tahu bahwa Allah telah mengistimewakan Adam dengan berbagai kemuliaan –yaitu, Dia menciptakannya dengan tangan-Nya, menipu-Nya dengan ruh-Nya, menyuruh malaikat agar bersujud kepadanya, mengajarkan segala macam nama kepadanya yang tidak Dia ajarkan kepada malaikat sekalipun, serta menempatkannya di surga- maka kedengkian dari musuh Allah itu semakin mengklimaks. Ia memandang Adam sebagai makhluk yang tercipta dari tanah kering seperti tembikar, sehingga ia pun tak habis pikir seraya berkata, “Apa mulianya makhluk ini? Sekiranya ia dikuasakan atas diriku, maka pasti akan aku durhakai ia. Dan jika aku dikuasakan atas dirinya, pasti  akan aku hancurkan ia!”