oleh Hasan Al-Jaizy
Seseorang yang bertaqlid, mungkin pula ia tercela, mungkin pula ia terpuji. Bagaimana mungkin?
Karena taqlid tidak terjadi dalam satu gambaran saja [yaitu gambaran yang banyak dikenal kita]; seperti: mengikuti segala perkataan seorang Syaikh, Imam, Ustadz, Habib tanpa mengkritisi atau meneliti alias taqlid buta yang bahasa kasarnya 'membeo'.
Taqlid terbagi menjadi beberapa macam [secara hukum]:
--> Taqlid yang haram, yaitu taqlid membuta membeo. Inilah yang dicela oleh para ulama.
--> Taqlid yang mustahab. Contoh: membaca fatwa, menukil perkataan ulama
--> Taqlid yang wajib. Contoh: Jika terjadi suatu kejadian namun hukum yang terlahir akibat kejadian tsb tidak diketahui [majhul], maka wajib bagi seorang yang tidak tahu untuk bertanya pada ulama. Dia harus bertaqlid pada ulama.
Bahkan, membuat notes/catatan, menukil perkataan ulama, menterjemahkannya, semua itu adalah bentuk taqlid, namun itu terpuji jika benar isinya.
Dan taqlid pada ulama selama masih dalam batas wajar, syar'i dan tanpa sikap 'membeo' adalah ITTIBA'. Kenapa? Karena firman Allah:
"Maka bertanyalah pada Ahl Dzikir [yang mengetahui] jika kalian tidak mengetahui."
15 Oktober 2011
http://www.facebook.com/groups/295655443784404/permalink/307785222571426/
Seseorang yang bertaqlid, mungkin pula ia tercela, mungkin pula ia terpuji. Bagaimana mungkin?
Karena taqlid tidak terjadi dalam satu gambaran saja [yaitu gambaran yang banyak dikenal kita]; seperti: mengikuti segala perkataan seorang Syaikh, Imam, Ustadz, Habib tanpa mengkritisi atau meneliti alias taqlid buta yang bahasa kasarnya 'membeo'.
Taqlid terbagi menjadi beberapa macam [secara hukum]:
--> Taqlid yang haram, yaitu taqlid membuta membeo. Inilah yang dicela oleh para ulama.
--> Taqlid yang mustahab. Contoh: membaca fatwa, menukil perkataan ulama
--> Taqlid yang wajib. Contoh: Jika terjadi suatu kejadian namun hukum yang terlahir akibat kejadian tsb tidak diketahui [majhul], maka wajib bagi seorang yang tidak tahu untuk bertanya pada ulama. Dia harus bertaqlid pada ulama.
Bahkan, membuat notes/catatan, menukil perkataan ulama, menterjemahkannya, semua itu adalah bentuk taqlid, namun itu terpuji jika benar isinya.
Dan taqlid pada ulama selama masih dalam batas wajar, syar'i dan tanpa sikap 'membeo' adalah ITTIBA'. Kenapa? Karena firman Allah:
"Maka bertanyalah pada Ahl Dzikir [yang mengetahui] jika kalian tidak mengetahui."
15 Oktober 2011
http://www.facebook.com/groups/295655443784404/permalink/307785222571426/
No comments:
Post a Comment