oleh Hasan Al-Jaizy
"IJTIHAD" DAN "TAQLID" SEBAGAI SALAH SATU PEMBAHASAN USHUL FIQH
Salah satu pembahasan dalam Ilmu Ushul Fiqh adalah tentang 'Ijtihad' dan 'Taqlid'. Yang mendasar adalah kaedah bahwa JIKA SESEORANG BUKAN MUJTAHID, MAKA IA ADALAH MUQOLLID.
Salah satu pembahasan dalam Ilmu Ushul Fiqh adalah tentang 'Ijtihad' dan 'Taqlid'. Yang mendasar adalah kaedah bahwa JIKA SESEORANG BUKAN MUJTAHID, MAKA IA ADALAH MUQOLLID.
Seseorang boleh melakukan Ijtihad dengan beberapa syarat yang telah dirumuskan oleh para ulama. Artinya, berijtihad dan merumuskan suatu perkara dan hukumnya dalam Islam bukanlah sesuatu yang layak dilakukan semua muslim. Karena ia harus menguasai beberapa hal ilmiah sebelum berijtihad.
Taqlid TIDAK selamanya madzmuum [tercela], sebagaimana anggapan beberapa ikhwan-akhwat. Bahkan yang mengatakan semua sikap Taqlid adalah tercela secara mutlak, maka ia sendirinya adalah muqallid yang tercela. Karena Taqlid memiliki beberapa macam dan tidak bisa dihukumi sama di tiap kasusnya.
Taqlid TIDAK selamanya madzmuum [tercela], sebagaimana anggapan beberapa ikhwan-akhwat. Bahkan yang mengatakan semua sikap Taqlid adalah tercela secara mutlak, maka ia sendirinya adalah muqallid yang tercela. Karena Taqlid memiliki beberapa macam dan tidak bisa dihukumi sama di tiap kasusnya.
SALING LEMPAR TUDINGAN ANTAR MUQALLID
Kembali ke kaedah dasar: "Jika seseorang bukan Mujtahid, maka ia adalah Muqallid"
Dan kita adalah muqalliduun. Apakah kita sudah menunaikan segala syarat menjadi mujtahidiin? Apakah kita sudah menguasai Bahasa Arab [Nahwu--Sharaf--Balaghah], ilmu Ushul Fiqh, ayat-hadits hukum, ilmu Hadits dan sebagainya?
Nah, jika belum, maka kita adalah muqalliduun bila syakk [tanpa ragu2 lagi]. Boleh saja kita mencela sikap beberapa muslim yang bertaqlid pada seorang ulama atau ustadz dengan BUTA, tapi layaknya kita juga bercermin dan merasa bahwa kita juga bertaqlid pada ulama atau ustadz.
Kenapa? Karena kita belum mampu berijtihad.
Kembali ke kaedah dasar: "Jika seseorang bukan Mujtahid, maka ia adalah Muqallid"
Dan kita adalah muqalliduun. Apakah kita sudah menunaikan segala syarat menjadi mujtahidiin? Apakah kita sudah menguasai Bahasa Arab [Nahwu--Sharaf--Balaghah], ilmu Ushul Fiqh, ayat-hadits hukum, ilmu Hadits dan sebagainya?
Nah, jika belum, maka kita adalah muqalliduun bila syakk [tanpa ragu2 lagi]. Boleh saja kita mencela sikap beberapa muslim yang bertaqlid pada seorang ulama atau ustadz dengan BUTA, tapi layaknya kita juga bercermin dan merasa bahwa kita juga bertaqlid pada ulama atau ustadz.
Kenapa? Karena kita belum mampu berijtihad.
15 Oktober 2011
No comments:
Post a Comment