Wednesday, January 2, 2013

Ndeso dan Jahil


oleh Hasan Al-Jaizy

Orang desa akan terlihat paling ndeso di kota besar. Lalu ia berusaha upgrade diri. Ketika ia pulang ke desa, ia terlihat paling kuto di antara wong2 ndeso. Style beda sendiri.

Orang jahil terlihat paling jahil di tengah orang berilmu. Lalu ia berusaha upgrade keilmuan. Sekembalinya ke tengah komunitas jahil, ia terlihat paling berilmu.

Kita harus banyak2 bergaul dengan orang berilmu banyak jika ingin berilmu banyak. Tetapi jika kita menikmati singgasana di tengah orang2 bodoh, justru kita bisa ikut bodoh suatu saat.

(tidak bermaksud membodoh-bodohi wong ndeso)

Tuesday, January 1, 2013

NOL!

oleh Hasan Al-Jaizy

Selama kau belum memulainya, kau takkan pernah bisa.

Lebih-lebih kau mengharap tinggi-tinggi untuk masa depanmu, sementara memulai pun kau tak mau.

Lalu kau pun berencana memulai dengan langkah besar, hingga cepat sampai. Ku kira kelak bukanlah puncak yang kau pijak, melainkan dada yang sesak. Orang yang tak biasa melakukan sesuatu namun tergesa, ia akan kehabisan lagu dan raib tujuannya.

Uang sejuta takkan jadi tanpa 100 perak.

Maka, jika punya 100 sekarang, tabunglah ia. Esok kau kan punya uang lebih dan sisihkan terus. Jika menunggu 5000 baru menabung, ketika kau mendapatkan 5000, kau sudah bersyahwat ingin membeli apapun. Dan langkahmu kembali ke:

NOL!

Pisau Bermata Dua + Orang Tua

oleh Hasan Al-Jaizy

Teringat di rekaman kajian Syarh Hilyatu Thalib Al-Ilm [Syaikh Bakr Abu Zaid] oleh Syaikh ibn Al Utsaimiin -rahimahumallah-, ketika membahas tentang 'Syuhrah' [kemasyhuran], beliau kira-kira berkata yang maknanya:

"Tidaklah seorang penuntut ilmu menuntunya li ajli [DEMI] kemasyhuran. Bahkan kadang penuntut ilmu yang tidak menuntut kemasyhuran dan berusaha ikhlas, Allah menjadikannya masyhur di tengah manusia."

Ucapan beliau adalah kebenaran dan seragam dengan realitas.

Kemasyhuran di satu sisi berpotensi fitnah, namun di sisi lain merupakan ladang berkah. Seorang alim yang masyhur, kemasyhurannya bisa jadi hibah dari Allah, berkah dari-Nya, dan amanat agar ia memanfaatkan kemasyhurannya untuk terus menanam bibit pahala dan manfaat di tengah manusia. 

Seringkali Kangen Masa Itu

oleh Hasan Al-Jaizy

Sering sekali saya pribadi rindu akan masa itu. Yaitu masa-masa di mana saya, sebagai seorang thuwailib pemula [dan masih hingga kini], belum mengenal istilah semacam 'Tahdzir', 'Hizbiyyah', dan seterusnya. Dahulu -mungkin karena memang pergaulan kami hanya di dalam pondok- kami tidak begitu mengenal kalimat semacam itu. Mungkin pernah dengar, namun sangat asing.

Malam ini, iseng-iseng membuka sebuah forum Islami yang insya Allah semuanya bermanhaj sahih dan berilmu. Berharap mendapat ilmu dan pemahaman baru di dalamnya yang bermanfaat dan bisa dimanfaatkan. Namun, yang rupanya membekas kini bukanlah atsar [bekas] dari ilmu, melainkan sakit di hati dan kesedihan kecil namun mendalam. Bukan bermaksud melukiskan seberapa putihnya hati sendiri; karena tidaklah penulis lebih baik dari pembaca tulisannya.

Beberapa thread dengan judul-judul menarik menarik saya untuk membukanya. Dan saya lihat sang syaikh hingga murid-muridnya [baca: pengikutnya] men-jarh [menikam] beberapa nama bertubi-tubi tanpa henti. 

Pencarian Ilmu dan Ikhlasmu

oleh Hasan Al-Jaizy

Sesungguhnya mencari ilmu syar'i adalah seagung-agung amalan; karena dengan ilmu syar'i, amalan syar'i akan tertegak dengan baik. Mencari ilmu syar'i adalah sebuah ibadah yang membutuhkan pula asas. Asas pertama ada di hati. Yaitu keikhlasan.

Sebagaimana masyhur sudah firman Allah yang mulia ini:

وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (IKHLAS) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." [Q.S. Al-Bayyinah: 5]

Maka sudah bukan asing lagi bahwa keikhlasan adalah sepenting-penting kepentingan sebagai asas dari segala amalan, baik itu pentingnya maupu tidaknya.