Monday, July 23, 2012

Beberapa Point

oleh Hasan Al-Jaizy

Beberapa point yang semoga menyadari hati-hati yang membacanya atau menulisnya ulang:

[1] Sesungguhnya seorang yang kaya, tidak akan ada jalan menuju keberhasilan akhirat terbentang di hadapannya, kecuali jika ia menginfakkannya di jalan Allah.

[2] Sesungguhnya seorang yang faqir, tidak akan ada jalan menuju keberhasilan akhirat terbentang di hadapannya, kecuali jika ia bersabar akan ketentuan Allah.

[3] Hadits Nabi:
إِنَّ اللهَ جَلَّ جَلاَلُهُ يَبْتَلِي عَبْدَهُ بمَا أَعْطَاه؛ فَمَنْ رَضِيَ بِمَا قَسَمَ اللهُ لَهُ؛ بَارَكَ لَهُ فِيهِ وَوَسَّعَه، وَمَنْ لَمْ يرْضَ؛ لَمْ يُبَارَكْ لَه

"Sesungguhnya Allah Jalla Jalaaluh menguji hambanya DENGAN APA YANG IA BERI. Maka barangsiapa yang ridha dengan pembagian dari Allah baginya, Dia akan memberkatinya pada pembagian tersebut dan memperluasnya. Dan barangsiapa yang tidak ridha, tak diberkahi baginya." [Disahihkan Al-Albany, no. 1869]

[4] Salah satu wasiat berharga dari Nabi untuk sahabatnya yang mulia, Abu Hurairah:

وَأَقِلَّ الضَّحِك؛ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْب

"Dan kurangilah olehmu tertawa; karena banyaknya tawa mematikan hati" [Disahihkan Al-Albany no. 8709]

Sempatkanlah istighfar, juga shalawat dan hamdalah, sebagai rasa penghambaan dan syukur terhadapnya.


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/423554347685956

Renungan Akan Dosa

oleh Hasan Al-Jaizy

Bahwasanya kita pasti memiliki kesalahan, tersadari atau tidak. Dan bagaimana kelak kita mempertanggungjawabkan?

Berkata sebagian salaf:

لا تنظر إلى صغر الذنب، ولكن انظر إلى عظمة من تعصيه

"Jangan kau melihat akan kecilnya dosa, namun lihatlah betapa Maha Besarnya dzat yang kau durhakai"

Dan bagaimana kita meresapi kalimat ini?

إن المؤمن يرى نفسه مع ذنبه كرجل قاعد في ظل جبل ضخم جداً يخاف أن يقع عليه، والمنافق والفاجر يرى ذنبه كذبابة وقعت على وجهه فهشها

"Sesungguhnya orang beriman memandang dirinya dengan dosanya seperti seorang yang duduk di bawah naungan gunung teramat besar, ia begitu takut gunung tersebut akan menimpanya.
Adapun orang munafik dan fajir memandang dosanya seperti lalat hinggap di wajah yang dengan mudahnya ia mengusir"



Belajar dari Mereka? [Sebuah Ironi Masa Kini]

oleh Hasan Al-Jaizy

Belajar dari Mereka? [Sebuah Ironi Masa Kini]

Pernah kita katakan ingin belajar Islam di Ramadhan, lalu tertambatlah pandangan kita pada sinetron religius di TV. Apa yang kita cari? Ilmu agama? Tarbiyyah/pendidikan jiwa atau sosial atau keluarga? Ketentraman hati? Penyembuh luka dan lara di hati? 

Tidakkah kita saksikan boneka-boneka kotor berbicara mengenai agama, kesantunan, budi pekerti dan hikmah di sana?
Tidakkah kita saksikan sebelum dan [mungkin] selepas Ramadha, tanduk setan akan kembali muncul di kepala-kepala mereka?

Ketika Ramadhan, secara mendadak jadilah mereka para praktisi agama dan kebaikan. Sementara di luar Ramadhan, kita temukan mereka adalah makhluk2 pertama yang menyeru pada kefasikan bahkan kekufuran!!!


Yang Asalnya Baik...Yang Dasarnya Buruk

Ketika muncul seorang berjubah putih, yang tak kenal waktu dan tempat, selalu ia memberi nasihat dan petuah, kita cibiri...lalu kita berprasangka buruk padanya. Kita katakan, 'Oh, ia hanyalah seorang manusia biasa...yang mungkin saja zahirnya baik, sedangkan lahirnya buruk.'

Namun, ketika tiba-tiba di Ramadhan muncul segerombolan manusia yang dengan keterburuan memakai pakaian 'taqwa', padahal sebelumnya mereka tak berbaju tak bermalu, kita tonton...lalu kita tak peduli sesungguhnya mereka menyembah uang dan popularitas. Kita belajar dari mereka?


Apa yang kita pelajari dari mereka?

Berapa episode akan kita lahap dari Tukang Bubur Naik Kelas atau kealiman dadakan lainnya?
Berapa maklumat, ilmu dan faedah yang akan kita raup dari kalimat-kalimat yang terlafadzkan oleh mereka?

Sementara Al-Qur'an, buku pelajaran, kitab karya ustadz dan ulama, juga pengajian, kita mengasingkan jiwa-jiwa kita dari itu semua?

Sungguh BOHONG jika kita katakan, 'Kami ingin mensucikan diri di Ramadhan'
Berliput DUSTA jika kita mengharap, 'Kami ingin sefitrah seperti bayi-bayi terlahir di 1 Syawwal'


Ketika si Pandir Belajar dari Si Fasik 

Ketika pembelajar agama belajar dari para pelanggar dan pendusta agama...
Ketika perindu surga mencari jalan surga dari para pembajak jalan ke surga...
Ketika manusia belajar berbicara fasih dari lolongan anjing....
Ketika perkara-perkara tidak diserahkan...tidak ditangani oleh ahlinya....

maka tunggulah Kiamat...tunggulah kehancuran

dan itu yang kita inginkan, bukan?

Bukan...


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/422315931143131

Ayat-ayat Akan Liberalis

oleh Hasan Al-Jaizy

Jika kamu ingin mengetahui ayat-ayat [tanda-tanda] dan tingkah orang liberal [entah ia yang terang2an mempromosikan liberal atau yang sudah terseret pemikirannya], maka bukalah Al-Qur'an. Ada 2 situs yang bisa kamu kunjungi.

Pertama: AL-BAQARAH, ayat 8-20
Kedua : AL-HASYR, ayat 11-17

Sebagai suplemen tambahan, bacalah Surat Al-Munaafiquun.

Semua ayat itu sangat cocok, ketara dan transparan menelanjangi sifat-sifat orang liberal. Mereka tentu akan ketawa, menertawai atau sebaliknya, akan marah jika kita sifati mereka sejalur dengan kandungan ayat-ayat itu. Dan sebenar-benar perkataan, adalah kalamullah. 

Cobalah...dan baca tafsirnya.

Tertawa Di Awal...

oleh Hasan Al-Jaizy

Beberapa point yang layak terfikirkan hikmahnya:

[1] Kau saksikan seorang bayi secara natural belajar berdiri. Sungguh mustahil jika ia mampu berdiri begitu saja. Kau tatap gemetar kakinya menopang raga. Lalu kau saksikan ia terjatuh, entah terduduk atau terkapar. Dan ia berusaha lagi...berusaha lagi...berusaha lagi...

[2] Kau bersama selainmu yang mampu berjalan pun tertawa karena lucu ia terpandang. Sementara si bayi tak fahami tawamu. Ia hanya terus berusaha...hingga kelak ia berhasil berdiri sempurna, lalu meneruskan belajar berjalan. Berjalan...hingga tercatat dalam takdir ia mampu berlari...berlari...kemudian dewasa ia berlari berlari...dan di saat yang sama, kau sedang terkapar...karena kau sudah menua. Hingga kemudian kau pun hilang dalam bumi terkubur...terkapar...tak mampu lagi berdiri, bahkan berlari kabur dari pertanyaan kubur.


Seperti:

[3] Kau saksikan seorang murid belajar menulis atau mengaji. Sungguh mustahil jika ia mampu menulis dan mengaji begitu saja. Kau tatap tangannya gemetar kala menulis, atau bibirnya gemetar kala membunyikan satu-dua huruf. Kau saksikan berpuluh kegagalan darinya. Dan ia berusaha lagi...berusaha lagi.. berusaha lagi...

[4] Kau bersama selainmu yang mampu menulis atau mengaji dengan baik, terkadang tertawa kecil, atau bahkan terbahak ketika melihat hasil tulisannya yang buruk merona, atau pelafalannya yang tak jelas bagaimana. Ia terus berusaha...belajar... hingga kelak ia berhasil menulis-mengaji sempurna, lalu meneruskan belajar berkarya dan mengirama. Hingga ia mampu menjadi seorang penulis...atau seorang qari' masyhuur yang manusia selalu rindu akan kemampuannya...dan di saat yang sama, suaramu sudah parau, kau sedang terkapar...karena kau sudah menua. Hingga kemudian kau tak mampu menulis lagi, tak mampu mengaji lagi...kau hilang dalam bumi terkubur...terkapar...


Karena:

--> Bisa jadi orang yang kau tertawai di awal, adalah yang akan tertawa di akhiranmu.
--> Bisa jadi bibit yang kau remehkan semasa butirnya, adalah yang akan menghiasi dunia dengan manfaatnya.

Karena itu, jika tertemu olehmu pembelajar yang lebih muda dan memiliki potensi, tahan tawa dan rangkul dengan hangatnya bimbinganmu. Dan sungguhpun...jikalau ada rasa malu, mungkin layaknya kau malu...karena jika dikiaskan dengan dirimu di seumurannya, belum tentu kau sebaik ia.

Dikatakan 'lebih-tua' karena untuk membimbing, bukan untuk tertawa
Dikatakan 'lebih-muda' karena untuk dibimbing, bukan untuk dicanda


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/422651777776213