Sunday, February 3, 2013

AIR MATA

oleh Hasan Al-Jaizy


Berzaman sudah tiada tangisku. Lalu fikirku kapan lagi bisa ku menangis.

Sempat berfikir kunjungi tempat-tempat yang pernah aku menangis di atasnya. Namun ku ingat air mataku telah mengering. Tak tertemu lagi. Takkan mampu dipungut.

Sempat berfikir meminjam mata-mata sayu milik mereka yang kukenal baik. Namun kuingat betapa rendahnya aku tuk menangis pun apa perlu meminjam mata.

Pernah berfikir mengumpulkan air-air mata penceramah dan khutabaa' di singgasana mereka. Namun mengapa kurasa mereka hanya penjual air mata yang dibeli manusia demi kehormatan dan pujian? Sementara aku tak membutuhkan air mata dagangan.

Lalu aku pun menjepit diriku sendiri di pintu kesengsaraan. Menahan perih lapar dan raungan haus. Mengoyak baju dan kulit. Yang ku dapatkan hanya ringisan dan sakit. Namun mataku tak hendak menyungai airnya.

Kusaksikan dan kubaca kisah-kisah cinta mengharu. Namun di sana kutemukan kepalsuan dan kedustaan dibuat-buat.

Kutemukan mushaf usang berkulit jaring laba-laba. Kubersihkan dan kutiup. Kubuka isinya. Al-Fatihah. Dan kutemukan hulu dan hilir sungai air mata di kalimat "Ihinash shiraathal mustaqiim"


No comments:

Post a Comment