oleh Hasan Al-Jaizy
"Lapang Dada
Omongan Saja"
Seperti mengatakan
bahwa hukum shalat berjama'ah adalah wajib dengan dalil-dalil yang sah, namun
menyebut orang yang tidak mengatakan wajibnya shalat berjamaah berarti munafik.
Ini sama dengan menyebut jumhur ulama adalah munafik. Abu Hanifah, Malik,
Asy-Syafi'i, secara tidak langsung (atau langsung?) disebut munafik! Begitu
pula ulama madzhab ketiganya.
Namun, jika
dikatakan bahwa enggan shalat berjama'ah atau membencinya (bukan karena
meyakini ketidakwajibannya) adalah ciri orang munafik, maka ini tepat.
Dan, bukankah
yang munafik itu, yang meyakini wajibnya shalat berjama'ah tapi ketika malas
dan tidak ketahuan orang yang sependapat dengannya, ia meninggalkan shalat
berjama'ah? Ini juga nyata. Meyakini kewajibannya, membela keyakinannya,
membantah atau menggugat yang berseberang dengan keyakinannya, namun dalam
beberapa kondisi tak termaafkan, mengamalkan apa yang berlawanan dengan
keyakinannya.
Khilaf dalam
hukum shalat berjama'ah adalah khilaf mu'tabar. Pembahasannya bisa dibilang
rumit. Sebabnya, dalil-dalil bertaburan dan pemahaman akan kesemua dalil tidak
seragam. Ketika Anda meyakini tidak wajibnya, maka jangan cela yang mengatakan
wajib. Sebenarnya ini jarang. Dan jikalau Anda meyakini wajibnya, maka jangan
cela yang meyakini tidak wajibnya. Sebenarnya ini justru sering, yang dibumbui
dengan pelabelan kemunafikan dan sebagainya.
Bukan berarti
meremehkan perkara shalat berjama'ah, namun kita harus bisa mempraktekkan
benar-benar sikap lapang dada. Dahulu dalam masalah foto makhluk hidup,
ramai-ramai semua orang yang menisbatkan diri pada manhaj salaf men-tahdzir
para pemajang foto makhluk hidup. Bahkan orang umum yang tak tahu apa-apa bisa
dicap begini begitu. Sekali lagi, ketidakmengertian kita akan khilaf bisa
menimbulkan khilaf berikutnya. Namun, makin kemari makin dewasa terlihat
bersikap. Kenapa? Karena tahu, 'oooh, ternyata tidak semua ulama mengatakan
haram ya!?' Dan yang berkeyakinan haramnya foto makhluk hidup pun, bisa-bisa
saja melanggar diam-diam. Tidak mustahil. Apakah ini su'udzan? Well, ini terjadi
dan saya tidak menuding persona tertentu, bukan?
Pula shalat
berjama'ah. Di sini bukan berarti meremehkan perkara ini, sekali lagi. Shalat
berjama'ah itu penting. Yang 'malas' berjama'ah tentu memang sebuah musykilah.
Apalagi jika ia adalah seorang yang dikenal di daerahnya alim. Bukannya
mencontohkan, kok malah bermalasan? Karena dengan berjama'ah, persatuan
setidaknya dipraktekkan. Apa tidak malu para aki-aki ke masjid, sementara yang
muda -karena beralasan tidak wajibnya- menelantarkn sebuah sunnah yang sangat
utama dan ia sehat-sehat saja!? Kalau berkoar "Tegakkan persatuan! Hidup
Islam! Ayo, Islam bersatu! Jangan berpecah belah!" keras-keras namun
ternyata malas shalat berjama'ah bersama kaum muslimin, lebih baik besok
berkoarnya di hutan saja. Malu donk meneriakkan persatuan tapi sendirinya molor
ketika diajak bersatu!?
Memang benar,
sangat mungkin orang munafik itu tidak shalat berjama'ah. Tapi, begini juga
benar: "Orang munafik juga bisa shalat berjama'ah." Kalau begitu,
mending simpan saja tudingan 'munafik' pada mereka yang tidak shalat di masjid.
Tetap anjurkan shalat berjama'ah, dengan hati yang lapang dan kalimat yang
mengena.
No comments:
Post a Comment