oleh Hasan Al-Jaizy
Pernah kita mengatakan bahwa layaknya blog, FB, Twitter atau forum2 dunia maya dijadikan sarana dakwah [meskipun tidak mesti 100%; boleh juga bercanda terkadang]. Jadi, anggaplah kita membuat semacam majelis di situs bentukan seorang Yahudi [FB], misalnya. Good idea indeed!
Lalu kita membaitkan ayat-ayat, hadits-hadits, petikan kalimat dari ulama atau pembahasan serius nan inspiratif atau bijak. Itu untuk status atau catatan atau postingan forum. Good job indeed!
Tetapi, dunia berlumuran lawak. Sometimes reality talks funnier than any fiction. Setelah postingan serius, ayat-hadits-ilmu, komentarnya justru HANYALAH canda-tawa-omong-kosong-non-se nse. Tidakkah malu ia jika terbayang: "Ketika aku menulis sebuah ayat, lalu setelahnya komentator jadikan setelahnya tempat untuk bercanda tawa dan beromong kosong!?"
"Dan kemudian aku terbawa oleh mereka? Sehingga ayat pun terabaikan faidah dan keagungannya...candaan memenangkan!"
Lalu kita membaitkan ayat-ayat, hadits-hadits, petikan kalimat dari ulama atau pembahasan serius nan inspiratif atau bijak. Itu untuk status atau catatan atau postingan forum. Good job indeed!
Tetapi, dunia berlumuran lawak. Sometimes reality talks funnier than any fiction. Setelah postingan serius, ayat-hadits-ilmu, komentarnya justru HANYALAH canda-tawa-omong-kosong-non-se
"Dan kemudian aku terbawa oleh mereka? Sehingga ayat pun terabaikan faidah dan keagungannya...candaan memenangkan!"
Jadi...apa gunanya?
Apa gunanya menulis ayat-hadits-ilmu jika setelahnya hanyalah canda tawa dan omong kosong semata? Bisa dimaklumi bila itu silap; namun tidak dimaklumi jika itu menjadi adat.
Lucukah ketika ada ayat mengingatkan kita pada adzab Kubur, kemudian terlantun setelahnya canda manusia?
Lucukah ketika ada hadits mengajakmu berfikir, kemudian kita benamkan fikir dan beranjak menuju samudera leha?
Jadi, apa gunanya menuai faedah, jika dituruti setelahnya candaan yang rendah?
Tentu saja, mohon ingatkan saya dan siapapun jika itu terjadi pada kita.
Apa gunanya menulis ayat-hadits-ilmu jika setelahnya hanyalah canda tawa dan omong kosong semata? Bisa dimaklumi bila itu silap; namun tidak dimaklumi jika itu menjadi adat.
Lucukah ketika ada ayat mengingatkan kita pada adzab Kubur, kemudian terlantun setelahnya canda manusia?
Lucukah ketika ada hadits mengajakmu berfikir, kemudian kita benamkan fikir dan beranjak menuju samudera leha?
Jadi, apa gunanya menuai faedah, jika dituruti setelahnya candaan yang rendah?
Tentu saja, mohon ingatkan saya dan siapapun jika itu terjadi pada kita.
No comments:
Post a Comment