oleh Hasan Al-Jaizy
Beberapa point kejikaan dan keniscayaan yang layak difikirkan:
[1] Jika kau membaca/mendengar kalimat tausiyyah yang indah dengan sedalam HATI, niscaya dirimu sendiri lah yang kau tatap. Kemudian kau akan tahu lemahnya diri sendiri.
[2] Jika kau membaca/mendengar kalimat tausiyyah yang indah dengan rasa IRI, niscaya kau hanya menatap miring si penulis atau pembicara, lalu mulutmu mencibir. Kemudian, kau akan menganggapnya lemah, dan tak sadar lemahnya diri sendiri.
[3] Jika kau kemudian mengoreksi diri setelah dikritisi, niscaya akan hadir rasa kasih dan takjub, 'Aduhai, ternyata ia menasihatiku...inginkan aku baik'.
[4] Jika kau kemudian balik melawan setelah dikritisi, niscaya akan timbul rasa tinggi dan takjub, 'Aduhai, aku...bagaimana mungkin aku dikritik seperti itu!?'
4 hal di atas, pernah kita rasakan bersama
Karena kita pernah mengagumi
juga kita pernah iri
Karena kita pernah rasakan derajat diri begitu rendahnya
juga kesombongan indah masa muda
Juga:
Betapa banyak ayat terbaca, terdengar dan terlantun, namun bekasnya tak nyata terlihat dalam diri...karena memang tidak mendalaminya dengan hati
Belum lagi berapa banyak hadits-hadits terpelajari, namun dimanakah segala makna terkandung bersembunyi? Sungguh seakan belajar tiada arti...karena memang tidak mendalaminya dengan hati
Atau betapa banyak kalimat berfaedah atau indah yang tertera dalam layar kehidupan...tepat di hadapan muka...namun semua seperti kumpulan huruf mati...atau bagai dedaunan di musim gugur...bertaburan banyak, indah, namun tiada makna terserap.
Berapa besar kadar IRI kita yang menjadi dengki sehingga seringkali kita tidak menerima 'kebenaran' dari orang yang kita dengki?
Terkadang rasa iri itu begitu halus tak terdeteksi.
http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/422226831152041
Beberapa point kejikaan dan keniscayaan yang layak difikirkan:
[1] Jika kau membaca/mendengar kalimat tausiyyah yang indah dengan sedalam HATI, niscaya dirimu sendiri lah yang kau tatap. Kemudian kau akan tahu lemahnya diri sendiri.
[2] Jika kau membaca/mendengar kalimat tausiyyah yang indah dengan rasa IRI, niscaya kau hanya menatap miring si penulis atau pembicara, lalu mulutmu mencibir. Kemudian, kau akan menganggapnya lemah, dan tak sadar lemahnya diri sendiri.
[3] Jika kau kemudian mengoreksi diri setelah dikritisi, niscaya akan hadir rasa kasih dan takjub, 'Aduhai, ternyata ia menasihatiku...inginkan aku baik'.
[4] Jika kau kemudian balik melawan setelah dikritisi, niscaya akan timbul rasa tinggi dan takjub, 'Aduhai, aku...bagaimana mungkin aku dikritik seperti itu!?'
4 hal di atas, pernah kita rasakan bersama
Karena kita pernah mengagumi
juga kita pernah iri
Karena kita pernah rasakan derajat diri begitu rendahnya
juga kesombongan indah masa muda
Juga:
Betapa banyak ayat terbaca, terdengar dan terlantun, namun bekasnya tak nyata terlihat dalam diri...karena memang tidak mendalaminya dengan hati
Belum lagi berapa banyak hadits-hadits terpelajari, namun dimanakah segala makna terkandung bersembunyi? Sungguh seakan belajar tiada arti...karena memang tidak mendalaminya dengan hati
Atau betapa banyak kalimat berfaedah atau indah yang tertera dalam layar kehidupan...tepat di hadapan muka...namun semua seperti kumpulan huruf mati...atau bagai dedaunan di musim gugur...bertaburan banyak, indah, namun tiada makna terserap.
Berapa besar kadar IRI kita yang menjadi dengki sehingga seringkali kita tidak menerima 'kebenaran' dari orang yang kita dengki?
Terkadang rasa iri itu begitu halus tak terdeteksi.
http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/422226831152041
No comments:
Post a Comment