oleh Hasan Al-Jaizy
Di kampus ada seorang dosen Aqidah, muridnya Syaikh ibn Baaz -rahimahullah-, yaitu Syaikh Dr. Salih Al-Aidaan -hafidzahullah-. Tegas, lugas dan padat dalam menjelaskan dan membantah.
Pernah di suatu kajian, beliau 'membantai' keyakinan suatu firqah yang di Indonesia banyak pengikutnya, dan membuat seluruh hadirin di kelas tersihir dan tak bisa bicara apa-apa; saking tegas, ngena dan mengalirnya kalimat beliau.
Cuma yang menyebalkan model begini: "Ketika kajian si fulan-fulan-fulan diam membisu, seakan setuju dengan bantahan sang dosen. Namun ketika selesai kajian, di belakang ngedumel dan 'curhat'."
Kenapa ga sekalian angkat suara tadi jika memang ia mencari kebenaran? Bahkan sang dosen berkali2 bilang: 'Siapapun yang punya kritik dan masukan, silahkan! Saya senang thalib yang kritis karena ingin belajar dan tahu kebenaran. Saya tidak ingin mereka diam ketika pelajaran saya; lalu setelah saya keluar mereka baru bicara!'
Sekali lagi:
"Kita sebenarnya belajar untuk apa?"
Agak tidak nyambung tapi bisa disambung-sambung:
"Jangan memuja negara Saudi atau kerajaannya atau pemerintahannya atau siapapun dengan gaya berlebihan seakan tidak ada kesalahan atau hal negatif padanya."
Juga:
"Kita menghormati dan menghargai pemimpina atau pemerintah; namun jangan kebangetan dan hormati atau hargai dengan gaya biasa. Jangan mengungkapkan kebaikan seakan-akan tidak ada kecacatan pada mereka."
Karena banyak pertanyaan semacam ini: "Emang segitunya?"
Pertanyaan itu untuk para pembela yang 'hawa-hawanya' terlalu. Entah itu berkaitan dengan Saudi Arabia, pemerintahan bahkan radio.
http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/424775910897133
Di kampus ada seorang dosen Aqidah, muridnya Syaikh ibn Baaz -rahimahullah-, yaitu Syaikh Dr. Salih Al-Aidaan -hafidzahullah-. Tegas, lugas dan padat dalam menjelaskan dan membantah.
Pernah di suatu kajian, beliau 'membantai' keyakinan suatu firqah yang di Indonesia banyak pengikutnya, dan membuat seluruh hadirin di kelas tersihir dan tak bisa bicara apa-apa; saking tegas, ngena dan mengalirnya kalimat beliau.
Cuma yang menyebalkan model begini: "Ketika kajian si fulan-fulan-fulan diam membisu, seakan setuju dengan bantahan sang dosen. Namun ketika selesai kajian, di belakang ngedumel dan 'curhat'."
Kenapa ga sekalian angkat suara tadi jika memang ia mencari kebenaran? Bahkan sang dosen berkali2 bilang: 'Siapapun yang punya kritik dan masukan, silahkan! Saya senang thalib yang kritis karena ingin belajar dan tahu kebenaran. Saya tidak ingin mereka diam ketika pelajaran saya; lalu setelah saya keluar mereka baru bicara!'
Sekali lagi:
"Kita sebenarnya belajar untuk apa?"
Agak tidak nyambung tapi bisa disambung-sambung:
"Jangan memuja negara Saudi atau kerajaannya atau pemerintahannya atau siapapun dengan gaya berlebihan seakan tidak ada kesalahan atau hal negatif padanya."
Juga:
"Kita menghormati dan menghargai pemimpina atau pemerintah; namun jangan kebangetan dan hormati atau hargai dengan gaya biasa. Jangan mengungkapkan kebaikan seakan-akan tidak ada kecacatan pada mereka."
Karena banyak pertanyaan semacam ini: "Emang segitunya?"
Pertanyaan itu untuk para pembela yang 'hawa-hawanya' terlalu. Entah itu berkaitan dengan Saudi Arabia, pemerintahan bahkan radio.
http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/424775910897133
No comments:
Post a Comment