oleh Hasan Al-Jaizy
[Ciliwung Karena Seperti Terkenang]
Kenapa seringkali tersebut olehku Kali Ciliwung? Karena kali itu seakan berlumuran kenangan2 di tahun 70-an; kala emak saya dahulu berumur belasan. Hidup yang dijalani emak kala itu adalah pilu. Tak perlu tera cerita pilunya di sini.
Di Kali Ciliwung, sekitar titik yang kini menjurang, adalah tempat di mana emak dan neneknya [buyut saya] mencuci baju selepas Subuh. Dahulu di sana ada pancuran air-air murni dan asli dari tanah di sebuah jurang. Itu lah dahulu kala, ketika masih jernihnya, tak seperti kini, Ciliwung semakin mengeruh, seakan warnanya adalah tumpahan rasa kecewa alam terhadap manusia.
Ciliwung Karena Seakan Terkenang
Kalibata-ku, Ciliwung-Ku yang dahulu di masa kecil ku saksikan di kebun seberang masih ada kera bergelantungan. Kalibata-Ku, yang dahulu dekat rumah temanku masih ada rawa dan hewan-hewan; juga setiap Subuh bersama ayah ke masjid terdengar kodok-kodok berkumandang di sekitarnya, seakan menyambut semua orang yang berjalan menujunya.
Tentu kini tak seperti dulu. Gedung apartemen yang tinggi-tinggi seperti mengusir diriku, agar segera enyah...segera enyahlah aku dari kota ini.
Tempat yang sering kudapati ketenangan alami adalah di beberapa titik pinggir Kali Ciliwung, di mana beberapa pohon masih berdiri tegak berkumpul bersama. Tiap ke sana, terbayang emak sedang mencuci bersama buyut...emak, kala mudanya, yang merupakan penyiar radio dan gadis cantik, di usia belasan...hidup penuh ujian...semoga kepedihan muda beliau terobati oleh anak-anak yang kelak menjadi para salihiin.
Tak kubayang sedihnya emak mengenang...Jakarta kala itu dan kini
Namun bisa kubayang sedihku sendiri mengenang...Jakarta kala kecilku dan kini
http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/380060745368650
[Ciliwung Karena Seperti Terkenang]
Kenapa seringkali tersebut olehku Kali Ciliwung? Karena kali itu seakan berlumuran kenangan2 di tahun 70-an; kala emak saya dahulu berumur belasan. Hidup yang dijalani emak kala itu adalah pilu. Tak perlu tera cerita pilunya di sini.
Di Kali Ciliwung, sekitar titik yang kini menjurang, adalah tempat di mana emak dan neneknya [buyut saya] mencuci baju selepas Subuh. Dahulu di sana ada pancuran air-air murni dan asli dari tanah di sebuah jurang. Itu lah dahulu kala, ketika masih jernihnya, tak seperti kini, Ciliwung semakin mengeruh, seakan warnanya adalah tumpahan rasa kecewa alam terhadap manusia.
Ciliwung Karena Seakan Terkenang
Kalibata-ku, Ciliwung-Ku yang dahulu di masa kecil ku saksikan di kebun seberang masih ada kera bergelantungan. Kalibata-Ku, yang dahulu dekat rumah temanku masih ada rawa dan hewan-hewan; juga setiap Subuh bersama ayah ke masjid terdengar kodok-kodok berkumandang di sekitarnya, seakan menyambut semua orang yang berjalan menujunya.
Tentu kini tak seperti dulu. Gedung apartemen yang tinggi-tinggi seperti mengusir diriku, agar segera enyah...segera enyahlah aku dari kota ini.
Tempat yang sering kudapati ketenangan alami adalah di beberapa titik pinggir Kali Ciliwung, di mana beberapa pohon masih berdiri tegak berkumpul bersama. Tiap ke sana, terbayang emak sedang mencuci bersama buyut...emak, kala mudanya, yang merupakan penyiar radio dan gadis cantik, di usia belasan...hidup penuh ujian...semoga kepedihan muda beliau terobati oleh anak-anak yang kelak menjadi para salihiin.
Tak kubayang sedihnya emak mengenang...Jakarta kala itu dan kini
Namun bisa kubayang sedihku sendiri mengenang...Jakarta kala kecilku dan kini
http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/380060745368650
No comments:
Post a Comment