Tuesday, May 8, 2012

MENGEJAR WAHABI : Belajar dari Internet? -Kritik Untuk Pengkritik-

oleh Hasan Al-Jaizy


[Belajar dari Internet? -Kritik Untuk Pengkritik-]

Ada satu kritikan yang tidak ilmiah terlontar dari saudara-saudara bermadzhab Syafi'iyyah dalam Fiqh dan beralur Asy'ariyyah dalam Aqidah: 'Salah satu tanda-tanda kebanyakan kaum Wahabi adalah memakai nama depan ABU untuk nama akun FB di Internet'. Sebenarnya ini bukan kritikan; namun 'gelitikan', karena penamaan Abu Fulan itu tak menjadikan saldo rekening beberapa majelis Habib surut dan melorot. Lalu kenapa dipermasalahkan?

Barangsiapa yang mempermasalahkan sesuatu yang bukan sebuah masalah, maka dia sebenarnya mencari-cari masalah, atau dia sendiri adalah masalah. Maka kita permasalahkan si 'dia'.

Kemudian, tudingan pada kaum Wahabi Indo, bahwa mereka 'sekedar' belajar dari Internet, dari Blog, situs Islami [baca: situs Wahabi], atau catatan2 di FB. Tudingan ini sebenarnya kurang bisa diterima; namun boleh jadi ini memang sebuah angin panas bagi beberapa ikhwah [minoritas] yang memang merasa cukup belajar dari Inet.

Terimalah kritikan itu selagi melakukan 2 hal: koreksi diri dan meraba medan atau lapangan.


1. Koreksi Diri 

Belajar dari Inet, selama yang dipelajari adalah sahih, valid, terekomendasikan dan terpercaya [keseluruhan: sesuai Qur'an-Sunnah-Ijma dan tak melanggar], maka itu adalah bentuk modern dalam mencari ilmu. Tidak bisa disalahkan. Namun jika mencukupkan diri atau bahkan mendewakan teknologi, ini bisa menjadi masalah.

Dalam mendalami agama, tentu kita butuh pembimbing, terlebih untuk ilmu alat [macam: Arabic, Ushul Fiqh, Musthalah Hadits]. Dan pembimbing sejati tak berbentuk tulisan atau kaset, tapi dia adalah manusia alim.

Nah, kita koreksi diri dan terima kritikan tersebut; karena mungkin saja itu memang teguran untuk kita. Kita di sini bermakna: Semua muslim yang hendak belajar; tak terbatas pada golongan tertentu.


 2. Lihat Lapangan

[A] Yang kita saksikan, justru rata2 makhluk2 yang dicap sebagai Wahabi, mereka rutin ke pengajian. Dan kerennya, pengajian mereka memang ILMIAH. Artinya: Jika kajian tersebut berdurasi 2 jam, maka selama 2 jam itu ustadz pengkaji berbicara dengan ilmunya; bukan menghabiskan waktu untuk dzikir semata. Karena dzikir juga ada waktu tersendiri. Shalawat juga bisa untuk masing2; di rumah, di jalan, di bis, di kamar dst.

[B] Yang kita saksikan, justru rata2 makhluk2 yang mencap mereka sebagai Wahabi, lalu men-testimoni diri sebagai Ahlus Sunnah atau pengikut dzurriyyat Nabi, ke pengajian memang rutin. Dan kerennya, SEBAGIAN pengajian mereka jauh dari kesan ilmiah. Artinya: Jika kajian atau majelis tersebut berdurasi 4 jam, maka selama 3,5 jam isinya sekedar shalawatan keras2, terkadang membuat bising 'mengatasnamakan-dzikir'. Sisanya, 30 menit kajian, sang ustadz kemudian berbicara. Materinya: sederhana, tidak usah yang berat2; karena kalau berat, mereka tidak kuat. Intinya: Tidak kuat mencari ilmu yang berat, tapi kuat untuk shalawat keras-keras di malam yang pekat. Ilmiah?

[C] Perbedaan signifikan: Rata2 [tidak semua] orang2 Wahabi setelah pengajian, ilmu masih tercantol, sehingga ketika diminta tuk menjabarkan isi kajian, akan siap sedia menjabarkan. Berbeda dengan mayoritas anak2 majelis anti-Wahabi, setelah pengajian, semua kembali pada 'ketidaktahuan' dan tak tampak bekas pengajian. Yang ada setelah pengajian: ngumpul, kongkow bareng, ngakak bareng, ghibah bareng, yang cowo-cewe datang berpasangan berpapasan kembali berpepesan semula, dan jangan lupa: ada beberapa yang hamil.

Apakah status ini berdusta? 
Jawab: Fakta tidak berdusta; tapi pendusta fakta adalah pendusta.


 Nah, setelah kita:
--> Mengupas, merogoh, mengobok-obok fakta, kembali ke laptop kritisasi: Apa salah jika kaum Wahabi yang belajar sungguh2 atau setengah sungguh di pengajian, menambah maklumat dan memperkayanya lewat Internet?

Tentu tidak; kan sudah saya beri Combantrin.....maksudnya, tentu tidak salah, kan sudah dapat ilmu juga dari guru pengajian.

Yang lucu: Katanya suka datang ke majelis, tapi tak ada bekas ilmunya, lalu internet digunakan untuk chat, game, non-sense, sekali yang ingin ilmiah, malah mengunjungi situs majelis hanya untuk mencari Ijasah Dzikir, rekomendasi dzikir, minta doa sekedar, tanpa belajar sungguh2 dari Internet. LOL.

Lebih lucu lagi: Jika tingkah di atas berlarut-larut, lalu mengkritik pihak yang memang 'belajar' benar2 untuk mendapatkan ilmu, membuang kebodohan dalam diri dan berdakwah lewat Internet. 

Maling merasa aman jika ia berteriak 'Maliiing'.


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/383123338395724

No comments:

Post a Comment