Thursday, May 10, 2012

MERABA MEDAN : [14] Mengeluarkan Orang dari Barisan

oleh Hasan Al-Jaizy


[Mengeluarkan Orang Dari Barisan Sunnah]

Seorang alim [atau ulama] dan setaranya tercipta untuk menjadi imam. Imam berdiri untuk diikuti. Lalu, para muqallidiin, atau thullab al-ilm secara umum memanut dan mengikuti arahan-arahan sang Imam. Jika sang Imam berkata 'Ini adalah Sunnah...itu adalah Bid'ah', maka otomatis sebagian dari pengikut akan mengucap kalimat serupa, atau kalimat yang berlebih, dengan bumbu-bumbu pedas yang sering menjilat mata lawan dakwah.

Bagaimana jika sang Imam memiliki hobi akut nan merugikan yang juga digemari para muqallidiin umyaa [baca: pengekor; pembeo]? Seperti hobi men-jarh [menikam nama] para ulama, atau asaatidzah yang zahirnya mereka adalah orang2 baik. Great, baik bagi sebagian orang namun belum tentu baik bagi kalangan lain.

Masalah ini kita kerucutkan menjadi satu titik: 'Apakah layak menendang seseorang dari lapangan Sunnah karena masalah perbedaan pendapat dalam sebuah masalah ijtihaadiyyah?'


 Ingat prinsip ajaib ini:

"Kami adalah Sunnah...Sunnah adalah kami. Barangsiapa menyelisihi kami, maka dia telah menyelisihi Sunnah. Bagaimana mungkin orang yang menyelisihi Sunnah adalah Ahlu Sunnah!?"

Sekilas memang tampak lezat dan tepat. Namun, perhatikan pula aroma arogansi, hizbiyyah dan merasa paling-benar-sendiri dalam prinsip tersebut. Ajaib jika kunci Sunnah hanya dipegang oleh 'mereka'. Lebih ajaib lagi, jika ternyata ada yang membuat LSM [Lembaga Sertifikasi Manhaj] -meminjam istilah dari beberapa ikhwah- yang bertugas mencap stempel dan mengorbitkan nama-nama asaatidzah atau daaiyah yang telah keluar dari manhaj Salaf atau Ahlus Sunnah. Bukankah ini ajaib? Bukan! Ini arogansi!

Camkan biak-biak, wahai manusia, Imam Ahmad sendiri pernah berkata:

إخراج الناس من السنة شديد
"Mengeluarkan manusia dari Sunnah adalah perkara yang keras [besar]."

Bagaiman menurut Anda jika itu justru dijadikan hobi?


 Karena Foto, Keluar dari Sunni-Circle?

Foto modern termasuk perkara modern dan perlu pemikiran modern dalam melantunkan apa hukumnya. Yakni: Apa hukum memfoto makhluk hidup, manusia-jin-hewan-alien tanpa keperluan darurat? Sebagian ulama berpendapat haram, sebagian membolehkan [dalam artian: tidak bisa melarang begitu saja], dan sebagian mengatakan 'tergantung tujuannya'.

Lalu datang sepasukan yang buruan nafasnya seirama dengan ikhwah yang berkantor di LSM di atas, mencap jidat siapapun yang tertemu jika mereka memasang gambar makhluk hidup dengan kalimat : 'Antum bukan Salafi lagi, antum bukan Ahlus Sunnah'.

Karena apa? Karena foto seekor kodok.
Karena apa? Karena bekerja di yayasan sebagai guru.
Karena apa? Karena tidak seperguruan dan se-pengajian.

Jika mereka dan pengajian mereka berada di hutan saja terasingkan, maka nafas-nafas mungkin tidak lagi memanas. Silahkan cap jidat hewan-hewan itu sekehendaknya.


Terakhir:

Meminjam perkataan Syikh Hamd ibn Abdul Aziiz

ومن الظلم والجور الناتج في الغالب عن قلة العلم، أن يُخرج السني من السنة بمسألة يسوغ فيها الخلاف

"Merupakan [bentuk] KEZALIMAN yang berasal atau ternilai dari sedikitnya ilmu: Mengeluarkan seorang Sunni dari Sunnah, tersebab sebuah masalah yang terjadi di dalamnya khilaf [antara ulama] [yang mu'tabar]."


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/383628151678576

No comments:

Post a Comment