Tuesday, January 31, 2012

Masuk Surga Karena Membuang Duri

oleh Hasan Al-Jaizy

Rasùlullàh shallallàhu ‘alayhi wa sallam bersabda,

“Ada seseorang laki-laki yang melewati ranting berduri berada di tengah jalan. Ia mengatakan, ‘Demi Allàh, aku akan menyingkirkan duri ini dari kaum muslimin sehingga mereka tidak akan terganggu dengannya.

’ Maka Allàh pun memasukkannya ke dalam syurga.”

Dalam riwayat lain, juga dari sahabat Abu Hurairah radhiallàhu ‘anhudari Nabi shallallàhu ‘alayhi wa sallam, beliau bersabda,

“Sungguh, aku telah melihat seorang laki-laki yang tengah menikmati kenikmatan di syurga disebabkan ia memotong duri yang berada di tengah jalan, yang duri itu mengganggu kaum muslimin.”





Perlu dimaknai lebih tentang kata 'DURI' di hadits tersebut.

Karena imaatathul adza adalah memungut duri [kemudian membuangnya], dan ADZA memiliki unsur makna 'menyakiti/mengganggu'.

Dari makna tersebut, kita bisa simpulkan bahwa menyingkirkan segala sesuatu yang menyakiti/mengganggu kaum muslimin dari jalan adalah bagian dari iman dan bisa menjadi salah satu SEBAB pelakunya MASUK SYURGA. Amalah kecil dengan ganjaran besar.





Salah satu kehebatan Nabi adalah 'jawaami'ul kalim', yaitu mampu menuai banyak makna tersirat dalam kalimat singkat yang tersurat. Sehingga dari ribuan hadits, bisa terhampar jutaan faedah. 

Kita perhatikan kembali teks hadits: الأذى yang zahirnya kebanyakan diterjemahkan sebagai 'duri'.

Indonesia: DURI. Duri bisa bermakna fisik, maupun maknawi terkias. Jika bermakna fisik, maka jelas itu adalah duri tajam yang memberikan bahaya relatif. Jika bermakna kias, maka bermacam-macam, bisa saja 'duri' ditafsirkan sebagai rintangan apapun bentuknya di jalan. Batu-batu, kerusakan jalan dan sebagainya, itu semua bisa dikiaskan sebagai duri di jalan; karena bisa menjadi penghalang dan relatif membahayakan. Juga ada makna duri yang non-fisik, seperti duri kehidupan, melayu-nya: onak. Duri ini bisa bermakna fitnah, dugaan, cobaan, prahara dsb.

Arabic: ADZA [الأذى ] juga bisa bermakna fisik, pun maknawi. Bahkan dasarnya di kamus, Adza bermakna 'bahaya ringan atau sesuatu yang merugikan/menyakitkan'. 

Untuk bermakna fisik: apapun yang merintangi dan membahayakan jalan, seperti duri, paku, beling, batu, kerusakan jalan dll. 

Untuk bermaknan non-fisik: fitnah, celaan, cercaan, hinaan dll. Seperti dalam hadits Nabi:

من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فلا يؤذي جاره

"Barangsiapa yang beriman pada Allah dan Hari Akhir maka janganlah ia MENYAKITI [YU'DZII] tetangganya"





Nah, berangkat dari tinjauan bahasa di atas, kita bisa fahami bahwa hadits tersebut tidak membatasi rintangan jalan pada 'duri' saja, tetapi pada apapun bentuknya rintangan yang membahayakan/menyakitkan bagi pengguna jalan.

Kemudian, kita bedah pula maksud dari kalimat hadits: "sehingga mereka tidak akan terganggu dengannya"

Itu bisa difahami sebagai SYARAT dalam niat/tujuan penyingkiran duri.

Jika menyingkirkan duri tanpa ada niatan, maka ini tidak termasuk amal. Namun jika terniat agar pengguna jalan tak terganggu dengan duri tersebut, maka ini termasuk amal. Dan amal baik [ibadah] adalah bentuk keimanan. Karena iman tidak sebatas keyakinan, namun juga mencakup juluran lidah dan laku anggota tubuh.





Kemudian, ketika kita dapati bahwa imaathatul adza [memungut duri] adalah perbuatan yang kecil dan tingkat keimanan terbawah, kita simpulkan bahwa:

"Apapun bentuk amalan dan ukurannya, selama ia adalah ibadah, maka ia adalah bagian dari iman [syu'bah minal iimaan]"

Wallahu a'lam





No comments:

Post a Comment