Friday, June 8, 2012

Perbedaan Adalah Rahmat?

oleh Hasan Al-Jaizy

 mengatakan "Perbedaan adalah rahmat" tanpa menuliskan kalimat 'Ini adalah hadits Nabi' atau menegaskan pada kita bahwa itu adalah hadits Nabi.

Justru sekarang kita harus lebih mendetail lagi dalam memahami jika ingin mengkritisi.

Tolong fahami point2 berikut:

1. Tidak semua perbedaan adalah perpecahan; dan perpecahan timbul disebabkan adanya perbedaan.

2. NAMUN itu TIDAK berarti segala perbedaan adalah tercela dan TIDAK selalu menimbulkan perpecahan.

2 point dulu. 

--> Jika mengingkari point pertama, ana sarankan untuk kembali membuka fikiran dan lebih memperbanyak jumlah bacaan mengenai 'ikhtilaaf'.
--> Jika mengingkari point kedua, sama saja mengatakan bahwa ulama Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi'iyyah, Hanaabilah dan Dzahiriyah BERPECAH BELAH. Ini sungguh penyimpangan dalam pemahaman dan kesalahan dalam pengingkaran!

Karena kita dapati ada puluhan hingga ratusan permasalahan fiqhiyyah yang para ulama sejak zaman tabi'in hingga kini berbeda pendapat. Apakah mereka berpecah belah? Tidak.


Kemudian, mengenai kalimat 'Perbedaan adalah Rahmat', cobalah kita memaknainya TIDAK dari satu sisi saja.

Pahami dengan penggalian bersifat waqi [realitas] yang sangat jelas buktinya.
Pahami dengan metode pemahaman mukhalafah [pemahaman implisit].

1. Realitas

Adakalanya perbedaan itu adalah rahmat. Mungkin? Mungkin! Seandainya segala sesuatu dalam hukum diseragamkan di setiap kondisi, situasi, tempat dan zaman, maka akan timbul kehancuran. Kok bisa? Bisa. Karena itulah ada kaedah [اختلاف الفتوى باختلاف الزمان والمكان] yang artinya: "Fatwa itu Berbeda Disebabkan Berbedanya Zaman dan Tempat". Dan Ibnu Al-Qayyim dalam kitab I'laam Al-Muwaqi'iin cetakan lama awal jilid 3 membahas dalam-dalam masalah ini. 

2. Pemahaman Implisit

Ini yang sering diandalkan oleh kita yang sekedar melihat dan memandang kalimat tersebut dari 1 sisi saja. Yaitu penuturan yang asalnya dari IBNU HAZM dalam kitab Al-Ihkam nya: 'Jika perbedaan itu adalah rahmat, maka persatuan itu adalah laknat" atau kalimat semacamnya. Dan Syaikh Al-Albany -rahimahullah- juga pernah mengupasnya.

NAMUN, jangan hanya memahami dengan metode point ke-2 dan mengubur dalam-dalam point pertama! Ini yang banyak dilakukan oleh sebagian besar kita.


JUGA:

Itu adalah hadits palsu. Dan tidak ada seorang pun di sini yang mengatakan itu hadits. Coba dilirik lagi komentar satu-persatu. Tidak ada. Namun, semangat atau lebih tepatnya: 'emosi' ternyata menang dalam perlombaan.

Maka, kita mencoba meluruskan dan meluaskan kembali pemahaman kalimat 'Perbedaan adalah Rahmat'. 

Tentu saja kita tidak bermaksud membela siapapun, terlebih melongggarkan pembolehan dalam memperbaharui agama dengan kebid'ahan yang tercela melalui pelurusan dan peluasan pemahaman terhadap kalimat tersebut.

Lurus dan luas akan membidangkan dan melapangkan hati.
Kerucut dan menyempit akan menyempitkan hati dan pandangan.

Dan ana pernah membaca atau menyimak juga ulama yang ngerti Al-Qur'an dan Hadits mengatakan 'Perbedaan adalah rahmat'. Tidak percaya? Silahkan kaji kembali kitab Tarikh Tasyrii Islamy karya Manna' Al-Qathan. 

Wallahu a'lam.


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/401812399860151

No comments:

Post a Comment