oleh Hasan Al-Jaizy
Secara bahasa, taqlid memiliki beberapa makna. Sebelumnya, kita layak ketahui bahwa taqliid bermaterikan huruf 'qaf' 'laam' dan 'dal' yang nantinya juga bisa dijadikan kata 'qilaadah' [kalung]. Jadi, taqlid secara bahasa bermakna menggantungkan atau mengalungkan.
Beberapa ulama juga membahas sebab mengapa dinamakan 'taqliid'. Imam Asy-Syaukani -rahimahullah- menjabarkan penyebabnya : karena seorang muqallid menjadikan hukum yang diwartakan oleh seorang imam/mujtahid/syaikh nya sebagai kalung yang tergantung di lehernya.
Sementara Ibnu Qudamah mengatakan pengalungan [taqliid] adalah kiasan, karena seakan-akan seorang muqallid yang lemah itu menggantungkan perkara pada imam/mujtahid/syaikh dan bersandar pada mereka. Dan ada juga pendapat2 lain; tapi itu semua tidak terlalu penting.
===================
Secara istilah, para ulama juga berbeda pendefinisian dalam jumlah yang sangat banyak. Yang terpilih oleh Syaikh Sa'd Asy-Syatsry [seorang ahli Ushul Fiqh dari Saudi dan salah satu mufti besarnya]:
"Menerapkan diri dalam perkara syariat madzhab orang yang perkataannya bukanlah hujjah secara dzat."
"Madzhab" = perkataan, perbuatan dan keyakinan
"yang perkataannya bukanlah hujjah secara dzat" = perkataan manusia biasa, bukan perkataan Nabi bukan pula sahabat [jika perkataan sahabat diangga hujjah]
Jadi, seorang muqallid adalah orang yang mengikuti madzhab orang lain yang perkataannya bukan hujjah.
Dan kita semua adalah muqallid.
Apakah taqliid itu mutlak tercela? Tidak.
Taqlid yang mutlak tercela adalah taqlid buta yang tidak peduli kesahihan dalil atau kesahihan pendalilan atau yang didasari kefanatikan golongan atau individu dan semacamnya.
Wallahu a'lam
Secara bahasa, taqlid memiliki beberapa makna. Sebelumnya, kita layak ketahui bahwa taqliid bermaterikan huruf 'qaf' 'laam' dan 'dal' yang nantinya juga bisa dijadikan kata 'qilaadah' [kalung]. Jadi, taqlid secara bahasa bermakna menggantungkan atau mengalungkan.
Beberapa ulama juga membahas sebab mengapa dinamakan 'taqliid'. Imam Asy-Syaukani -rahimahullah- menjabarkan penyebabnya : karena seorang muqallid menjadikan hukum yang diwartakan oleh seorang imam/mujtahid/syaikh nya sebagai kalung yang tergantung di lehernya.
Sementara Ibnu Qudamah mengatakan pengalungan [taqliid] adalah kiasan, karena seakan-akan seorang muqallid yang lemah itu menggantungkan perkara pada imam/mujtahid/syaikh dan bersandar pada mereka. Dan ada juga pendapat2 lain; tapi itu semua tidak terlalu penting.
===================
Secara istilah, para ulama juga berbeda pendefinisian dalam jumlah yang sangat banyak. Yang terpilih oleh Syaikh Sa'd Asy-Syatsry [seorang ahli Ushul Fiqh dari Saudi dan salah satu mufti besarnya]:
"Menerapkan diri dalam perkara syariat madzhab orang yang perkataannya bukanlah hujjah secara dzat."
"Madzhab" = perkataan, perbuatan dan keyakinan
"yang perkataannya bukanlah hujjah secara dzat" = perkataan manusia biasa, bukan perkataan Nabi bukan pula sahabat [jika perkataan sahabat diangga hujjah]
Jadi, seorang muqallid adalah orang yang mengikuti madzhab orang lain yang perkataannya bukan hujjah.
Dan kita semua adalah muqallid.
Apakah taqliid itu mutlak tercela? Tidak.
Taqlid yang mutlak tercela adalah taqlid buta yang tidak peduli kesahihan dalil atau kesahihan pendalilan atau yang didasari kefanatikan golongan atau individu dan semacamnya.
Wallahu a'lam
No comments:
Post a Comment