oleh Hasan Al-Jaizy
Tingkah kita:
[1] Kita bertanya pada ustadz AS perihal apakah semua bid'ah itu sesat. Beliau pun menjawab 'Tidak' sembari menjabarkan panjang lebar sekaligus melempar bata dengan kata kepada golongan yang mengatakan semua bid'ah itu sesat. Kita pun manggut2 setuju.
[2] Suatu hari setelahnya, kita bertemu ustadz SA lalu bertanya apakah semua bid'ah itu sesat. Beliau pun menjawab 'Ya' sembari menjabarkan panjang lebar sekaligus melempar ceret dengan kalimat kepada golongan yang menetapkan adanya bid'ah hasanah. Kita pun manggut2 setuju; tapi dalam hati belum tentu.
[3] Lalu kita bertemu esok-esoknya dengan makhluk sealiran dengan ustadz AS; lagi-lagi menanyakan pertanyaan sama persis. Dijelaskan dan tentu ada embel-embel lempar bata. Kita lagi2 manggut setuju.
[4] Beberapa hari kemudian bersua dengan makhluk hidup sealiran dengan ustadz SA; lagi-lagila-gila menanyakan pertanyaan sama persis dari awal-akhir dengan intonasi sama. Dijelaskan dan seperti sewajarnya, ada ceret melayang. Kita terus-menerus manggut2 setuju. Dalam hati?
Sebenarnya apa yang kita cari?
Alasan 'Wajarlah, namanya juga orang umum/biasa/masih pemula' tidak pernah mengobati rasa heran dan pertanyaan kok bulak-balik tak ada juntrungannya dan never-ending?
Sebenarnya apa yang kita cari?
Jika mencari kebenaran, maka jadilah seorang yang berfikir dan menentukan mana yang benar di antara dua perkara bertentangan. Jikalau keduanya sama salahnya, maka tinggalkan atau pilih mana yang masih terlihat ada noktah putihnya. Jikalau keduanya benar, maka gabungkan atau pilih mana yang yang lebih banyak benarnya.
Sebenarnya apa yang kita cari?
Bukan justru seperti orang bingung, lari sana lari sini, manggut sana manggut sini, bata sana ceret sini, geol sana senggol sini. Kalau ini dibiasakan, maka jangan salahkan ibu mengandung...kafilah blagu. Sana-sini oke...sukanya mengadu.
http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/398977116810346
Tingkah kita:
[1] Kita bertanya pada ustadz AS perihal apakah semua bid'ah itu sesat. Beliau pun menjawab 'Tidak' sembari menjabarkan panjang lebar sekaligus melempar bata dengan kata kepada golongan yang mengatakan semua bid'ah itu sesat. Kita pun manggut2 setuju.
[2] Suatu hari setelahnya, kita bertemu ustadz SA lalu bertanya apakah semua bid'ah itu sesat. Beliau pun menjawab 'Ya' sembari menjabarkan panjang lebar sekaligus melempar ceret dengan kalimat kepada golongan yang menetapkan adanya bid'ah hasanah. Kita pun manggut2 setuju; tapi dalam hati belum tentu.
[3] Lalu kita bertemu esok-esoknya dengan makhluk sealiran dengan ustadz AS; lagi-lagi menanyakan pertanyaan sama persis. Dijelaskan dan tentu ada embel-embel lempar bata. Kita lagi2 manggut setuju.
[4] Beberapa hari kemudian bersua dengan makhluk hidup sealiran dengan ustadz SA; lagi-lagila-gila menanyakan pertanyaan sama persis dari awal-akhir dengan intonasi sama. Dijelaskan dan seperti sewajarnya, ada ceret melayang. Kita terus-menerus manggut2 setuju. Dalam hati?
Sebenarnya apa yang kita cari?
Alasan 'Wajarlah, namanya juga orang umum/biasa/masih pemula' tidak pernah mengobati rasa heran dan pertanyaan kok bulak-balik tak ada juntrungannya dan never-ending?
Sebenarnya apa yang kita cari?
Jika mencari kebenaran, maka jadilah seorang yang berfikir dan menentukan mana yang benar di antara dua perkara bertentangan. Jikalau keduanya sama salahnya, maka tinggalkan atau pilih mana yang masih terlihat ada noktah putihnya. Jikalau keduanya benar, maka gabungkan atau pilih mana yang yang lebih banyak benarnya.
Sebenarnya apa yang kita cari?
Bukan justru seperti orang bingung, lari sana lari sini, manggut sana manggut sini, bata sana ceret sini, geol sana senggol sini. Kalau ini dibiasakan, maka jangan salahkan ibu mengandung...kafilah blagu. Sana-sini oke...sukanya mengadu.
http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/398977116810346
No comments:
Post a Comment