oleh Hasan Al-Jaizy
[1] Ulama-ulama Salafi di Mesir [melalui kajian mereka] menghimbau agar muslimiin ikut keluar rumah untuk memilih orang yang tepat; demi melawan eksistensi sekuler yang siap merajai dan hembusan-hembusan Syi'ah yang bermain...berputar-putar di sana.
[2] Selama itu adalah fatwa hasil ijtihad ulama, maka jangan cela ulama lain yang juga berfatwa hasil ijtihadnya selama ia benar-benar menimbang dan mempunyai dasar.
[3] Selama itu adalah dalil qath'i yang jelas, maka hukum telah tetap, wajibnya atau sunnahnya atau mubahnya atau makruhnya atau haramnya. Tapi, jangan abaikan jika terdapat PENGECUALIAn atau kondisi darurat.
[4] Ada kaedah masyhuur [ اختلاف الفتوى باختلاف الزمان والمكان] yang artinya: "Fatwa itu Berbeda Disebabkan Berbedanya Zaman dan Tempat". Jadi, jangan mentang-mentang sudah pernah membaca satu fatwa, lalu memutlakkan hukumnya untuk segala kondisi, segala zaman dan segala daerah.
[5] Terlebih jika TIDAK TAHU kondisinya, maka lebih baik jangan membawakan fatwa yang bertentangan dan membenturkan fatwa ini dan itu; sehingga terjadi tabrakan keras dalam fikiran. Ujung-ujungnya, hal ini benar-benar terjadi:
"Ada beberapa orang berusaha untuk menjauhi sikap kesoktahuan, namun justru kemudian mereka terjelembab di kubangan kesoktahuan lainnya. Dan diperparah jika mereka tidak merasa terjelembab."
Maka:
[1] Jangan seenak udel-sempitnya menyamaratakan antara kondisi negara orang lain dengan kondisi negara sendiri; seakan-akan sudah mendalami kondisi negara tersebut hingga menjilati debunya.
[2] Neraca untuk memahami kalimat tentang perbedaan fatwa di atas ada 2:
a. Perubahan dalam fatwa, bukan perubahan dalam hukum syar’i yang telah tetap dengan dalil.
b. Perubahan itu sebabnya perbedaan zaman, tempat dan adat dari suatu negara dengan lainnya.
Dan Ibnu Al-Qayyim -rahimahullah- telah mengumpulkan keduanya dalam perkataannya: “Pasal: Tentang Berubahnya Fatwa dan Berbedanya, Berdasarkan Perubahan Zaman, Tempat, Keadaan, Niat dan Adat.” Beliau menyebutkan banyak contohnya di kitab I’laam Al-Muwaqqi’iin permulaan jilid 3.
[3] Sebaiknya jangan memahami kondisi suatu negara melalui pemahaman pribadi semata atau melalui pemahaman siapapun [entah awam atau alim] yang tidak melihat langsung atau diceritakan langsung. Jika ini dilakukan, maka sangat berpotensi Anda akan menyalahkan sesuatu yang tidak salah atau membenarkan sesuatu yang tidak benar.
[4] Ijtihad seorang ulama dan pendapatnya jika rajih dan benar, tidak berarti disegel rajih dan benar untuk segala zaman, kondisi dan tempat. Mungkin saja di suatu zaman nanti atau kondisi tertentu atau tempat khusus, pendapat tersebut tidak bisa atau bahkan tidak boleh dipakai. Barangsiapa yang me-ma'shum-kan [mengabadikan terjaganya] suatu pendapat yang sifatnya ijtihaady, maka perlu dipertanyakan...fanatisme atau taklid?
Yang akhir dari segala Anda baca di sini adalah:
'Doakan negara Mesir agar Allah rahmati dengan berdirinya pemimpin Muslim Sunni yang terbaik baginya'
Tidak butuh pertanyaan-pertanyaan berbungkus pengingkaran:
--> 'Wah, bagaimana mungkin bla bl bla?'
--> 'Memangnya bisa menegakkan ini jika bla bla bla?'
--> 'Tahu darimana Anda kalau bla bla bla?'
Lebih baik tanya diri sendiri dulu, lebih banyak mana:
'mendoakan mereka/orang lain atau menyalahkan mereka/orang lain?'
http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/399034673471257
[1] Ulama-ulama Salafi di Mesir [melalui kajian mereka] menghimbau agar muslimiin ikut keluar rumah untuk memilih orang yang tepat; demi melawan eksistensi sekuler yang siap merajai dan hembusan-hembusan Syi'ah yang bermain...berputar-putar di sana.
[2] Selama itu adalah fatwa hasil ijtihad ulama, maka jangan cela ulama lain yang juga berfatwa hasil ijtihadnya selama ia benar-benar menimbang dan mempunyai dasar.
[3] Selama itu adalah dalil qath'i yang jelas, maka hukum telah tetap, wajibnya atau sunnahnya atau mubahnya atau makruhnya atau haramnya. Tapi, jangan abaikan jika terdapat PENGECUALIAn atau kondisi darurat.
[4] Ada kaedah masyhuur [ اختلاف الفتوى باختلاف الزمان والمكان] yang artinya: "Fatwa itu Berbeda Disebabkan Berbedanya Zaman dan Tempat". Jadi, jangan mentang-mentang sudah pernah membaca satu fatwa, lalu memutlakkan hukumnya untuk segala kondisi, segala zaman dan segala daerah.
[5] Terlebih jika TIDAK TAHU kondisinya, maka lebih baik jangan membawakan fatwa yang bertentangan dan membenturkan fatwa ini dan itu; sehingga terjadi tabrakan keras dalam fikiran. Ujung-ujungnya, hal ini benar-benar terjadi:
"Ada beberapa orang berusaha untuk menjauhi sikap kesoktahuan, namun justru kemudian mereka terjelembab di kubangan kesoktahuan lainnya. Dan diperparah jika mereka tidak merasa terjelembab."
Maka:
[1] Jangan seenak udel-sempitnya menyamaratakan antara kondisi negara orang lain dengan kondisi negara sendiri; seakan-akan sudah mendalami kondisi negara tersebut hingga menjilati debunya.
[2] Neraca untuk memahami kalimat tentang perbedaan fatwa di atas ada 2:
a. Perubahan dalam fatwa, bukan perubahan dalam hukum syar’i yang telah tetap dengan dalil.
b. Perubahan itu sebabnya perbedaan zaman, tempat dan adat dari suatu negara dengan lainnya.
Dan Ibnu Al-Qayyim -rahimahullah- telah mengumpulkan keduanya dalam perkataannya: “Pasal: Tentang Berubahnya Fatwa dan Berbedanya, Berdasarkan Perubahan Zaman, Tempat, Keadaan, Niat dan Adat.” Beliau menyebutkan banyak contohnya di kitab I’laam Al-Muwaqqi’iin permulaan jilid 3.
[3] Sebaiknya jangan memahami kondisi suatu negara melalui pemahaman pribadi semata atau melalui pemahaman siapapun [entah awam atau alim] yang tidak melihat langsung atau diceritakan langsung. Jika ini dilakukan, maka sangat berpotensi Anda akan menyalahkan sesuatu yang tidak salah atau membenarkan sesuatu yang tidak benar.
[4] Ijtihad seorang ulama dan pendapatnya jika rajih dan benar, tidak berarti disegel rajih dan benar untuk segala zaman, kondisi dan tempat. Mungkin saja di suatu zaman nanti atau kondisi tertentu atau tempat khusus, pendapat tersebut tidak bisa atau bahkan tidak boleh dipakai. Barangsiapa yang me-ma'shum-kan [mengabadikan terjaganya] suatu pendapat yang sifatnya ijtihaady, maka perlu dipertanyakan...fanatisme atau taklid?
Yang akhir dari segala Anda baca di sini adalah:
'Doakan negara Mesir agar Allah rahmati dengan berdirinya pemimpin Muslim Sunni yang terbaik baginya'
Tidak butuh pertanyaan-pertanyaan berbungkus pengingkaran:
--> 'Wah, bagaimana mungkin bla bl bla?'
--> 'Memangnya bisa menegakkan ini jika bla bla bla?'
--> 'Tahu darimana Anda kalau bla bla bla?'
Lebih baik tanya diri sendiri dulu, lebih banyak mana:
'mendoakan mereka/orang lain atau menyalahkan mereka/orang lain?'
http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/399034673471257
No comments:
Post a Comment