oleh Hasan Al-Jaizy
Selain karena menjadikan agama sebagai seragam formalitas di kondisi tertentu, penyebab lain kerusakan masyarakat perkotaan di Jakarta adalah muamalah yang hancur [meski terlihat normal dan mengadat].
Praktek riba itu tentu terlaknat; dan muslim tahu itu. Banyak buaya-buaya berjalan di perkantoran dan mall. Banyak juga yang lidahnya menjulur seperti anjing liar demi dunia [harta, gelar, pangkat]. Demi menuntaskan syahwat yang terbendung oleh dam agama, mereka pun pergi melata menuju bank atau para peminjam yang menggoda para peminjam dengan segala jenis perhiasan masa depan.
100 juta terpinjam kemudian oleh si Panjul, untuk modal lapak, bangunan dan bahan usaha. Dibukalah toko atau usaha secara umum. Tahukah Anda: ciri-ciri orang yang bercumbu sedari awal dengan Riba adalah ketika ia mulai melihat melati bermekaran di rumput menghijau, mereka benar-benar menjadi anjing seketika. Hilang sudah akal manusia tuk bersyukur. Bagaimana mau bersyukur dengan modal haram>???
Namun, di balik lahapnya syahwat perut, hati mereka tak terntram...tak damai...gelisah...memikirkan BAGAIMANA AKU BISA LUNASI INI SEMUA? Itulah dampak ketidakberkahan dan laknat! Jauh dari rahmat dan kedamaian; meski gelimang harta merumput sekitar jasad. Kau saksikan si Panjul kini menjadi orang pelit padahal zahirnya di mata manusia ia begitu sukses!
RIBA menjadikan: MENTAL PELIT + MATRE
Apa yang membuat banyak orang kini berpelit? Karena tidak berkahnya harta...entah yang berpenghasilan kecil atau besar. Jikalau mereka diberkahi, tentu mereka mengerti...bahwa pelit justru menghalangi rizki [khusus].
Apa yang membuat banyak orang kini matre? Sedikit jasa imbalan materi terharap! Karena tidak berkahnya hidup. Jikalau mereka diberkahi, tentu mereka memahami...bahwa menolong yang membutuhkan justru akan mewariskan kedamaian dan rizki tak terkira darimana dan bagaimana.
Lihat saja senyum2 sebagian besar orang kota....beda dengan senyuman normal orang desa.
Bahkan praktek itu benar-benar terjadi di pasar tradisional di Jakarta. Satu buaya besar menawarkan jasa peminjaman kepada pedagang2 yang hampir hilang mukanya. Godaan2 itu begitu indah dan halus. Lihat saja kini: mereka berdagang, mendapat untung, namun....tuntas cepat habisnya penghasilan...karena tidak berkahnya.
Dan tiap-tiap bulan selalu uring-uringan berfikir: bagaimana aku membayar...bagaimana aku membayar?
http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/396779393696785
Selain karena menjadikan agama sebagai seragam formalitas di kondisi tertentu, penyebab lain kerusakan masyarakat perkotaan di Jakarta adalah muamalah yang hancur [meski terlihat normal dan mengadat].
Praktek riba itu tentu terlaknat; dan muslim tahu itu. Banyak buaya-buaya berjalan di perkantoran dan mall. Banyak juga yang lidahnya menjulur seperti anjing liar demi dunia [harta, gelar, pangkat]. Demi menuntaskan syahwat yang terbendung oleh dam agama, mereka pun pergi melata menuju bank atau para peminjam yang menggoda para peminjam dengan segala jenis perhiasan masa depan.
100 juta terpinjam kemudian oleh si Panjul, untuk modal lapak, bangunan dan bahan usaha. Dibukalah toko atau usaha secara umum. Tahukah Anda: ciri-ciri orang yang bercumbu sedari awal dengan Riba adalah ketika ia mulai melihat melati bermekaran di rumput menghijau, mereka benar-benar menjadi anjing seketika. Hilang sudah akal manusia tuk bersyukur. Bagaimana mau bersyukur dengan modal haram>???
Namun, di balik lahapnya syahwat perut, hati mereka tak terntram...tak damai...gelisah...memikirkan BAGAIMANA AKU BISA LUNASI INI SEMUA? Itulah dampak ketidakberkahan dan laknat! Jauh dari rahmat dan kedamaian; meski gelimang harta merumput sekitar jasad. Kau saksikan si Panjul kini menjadi orang pelit padahal zahirnya di mata manusia ia begitu sukses!
RIBA menjadikan: MENTAL PELIT + MATRE
Apa yang membuat banyak orang kini berpelit? Karena tidak berkahnya harta...entah yang berpenghasilan kecil atau besar. Jikalau mereka diberkahi, tentu mereka mengerti...bahwa pelit justru menghalangi rizki [khusus].
Apa yang membuat banyak orang kini matre? Sedikit jasa imbalan materi terharap! Karena tidak berkahnya hidup. Jikalau mereka diberkahi, tentu mereka memahami...bahwa menolong yang membutuhkan justru akan mewariskan kedamaian dan rizki tak terkira darimana dan bagaimana.
Lihat saja senyum2 sebagian besar orang kota....beda dengan senyuman normal orang desa.
Bahkan praktek itu benar-benar terjadi di pasar tradisional di Jakarta. Satu buaya besar menawarkan jasa peminjaman kepada pedagang2 yang hampir hilang mukanya. Godaan2 itu begitu indah dan halus. Lihat saja kini: mereka berdagang, mendapat untung, namun....tuntas cepat habisnya penghasilan...karena tidak berkahnya.
Dan tiap-tiap bulan selalu uring-uringan berfikir: bagaimana aku membayar...bagaimana aku membayar?
http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/396779393696785
No comments:
Post a Comment