Saturday, August 25, 2012

Al-Qabuul wa At-Tasliim

oleh Hasan Al-Jaizy

Satu pondasi penting dalam manhajiyyah istidlaal [mengambil dalil] dan mengimani wahyu adalah Al-Qabuul [menerima] dan At-Tasliim [menyerahkan]. Maksudnya: seorang muslim sebelum segalanya tentang pendalilan atau menarik kesimpulan dari dalil, ia harus membangun rasa nerimo dan tunduk pada dalil. Bukan justru sebaliknya: mencoba mengkritisi dalil dan memang sedari awal sudah suspisius alias super curiga terhadap dalil.

Ingat, lho: Terima dan Menyerah pada dalil. Dalil adalah Al-Qur'an, As-Sunnah dan Ijma. BUKAN terima dan menyerah pada fatwa atau perkataan manusia. Bukankah di sini ada sebuah jebakan yang tidak sedikit dari para thullab al-ilm terperosok tanpa sadar?


Fatwa Ijtihady, apakah dalil?

Tentu saja, dalam

mengkritisi sebuah fatwa, diperlukan ilmu yang memadai. Tidak asal kritis dan melawan. Kita boleh mengatakan: 'Itu kan sekedar fatwa! Itu kan sekedar ijtihad beliau!' tapi jika memang hati sudah mengatakan itu kebenaran, maka hati-hati...hati-hati terhadap 'pengetahuan'. 

Tapi, bagaimana jika sebuah fatwa yang sifatnya ijtihady dijadikan sebuah dalil qath'i [pasti] atau seolah-olah disikap seperti dalil? Yakni: seakan tidak ada manusia yang boleh menyelisihinya meski dengan hujjah yang sama kuat. Duh, apakah kita melarang manusia bersikap taklid sementara kita sendiri bersikap seperti itu?

Di sini, ada korelasi yang matching dengan perkataan Dr. Syarif Al-Auny: "Dia juga mengklaim 'mengikuti dalil' padahal dia taklid kepada orang yang menunjukkan kepadanya dalil itu."

Mengikuti fatwa istilah mentahnya adalah 'taklid'. Sementara istilah halusnya [atau mungkin dianggap lebih tepatnya] adalah 'ittiba''. Terkadang fatwa juga tidak mendatangkan dalil qath'i [pasti], melainkan mendatangkan dalil dzanni [tidak pasti kiraan], seperti Qiyas, Istislaah, dll. Jika kita belum mempunyai kapasitas seorang mujtahid untuk berijtihad, maka tugas kita belajar dan bertaklid [baca: ber-ittiba']; namun baiknya kita tidak bersikap seolah-olah fatwa hasil IJTIHAD sebagian ulama adalah dalil qath'i yang tak bisa diselisihi meskipun oleh fatwa hasil ijtihad lainnya yang berlainan dengan HUJJAH yang juga kuat.


Sebaliknya dengan Islam Liberal

Justru orang liberal tidak kenal Al-Qabul wa At-Tasliim terhadap wahyu. Mereka menerapkan manhaj tersebut justru pada Barat yang menggaji jerih dan upaya mereka. Sementara terhadap wahyu, mereka pasti akan berusaha kritis dan melawan.

Sebagaimana Ulil Absar Abdalla, pentolan JIL yang paling 'usil' dalam menggelitik syariat mengatakan: "Pemahaman Islam liberal yang saya kembangkan ingin mengajukan cara pandang yang lain. Berpikir KRITIS, termasuk dalam memahami perintah2 Tuhan adalah bagian dari keislaman itu sendiri." 

Ulil juga menyebut orang yang hanya 'TUNDUK-PATUH' [Al-Qabuul wa At-Tasliim] terhadap perintah Tuhan sebagai 'Syarrud dawaaab' [seburuk-buruk makhluk] yang tuli dan bisu....tidak kritis atas titah Tuhan.

Hasan Al-Jaizy, 26 Agustus 2012

[tulisan ini hadir setelah menyimak kajian pertama Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dari silsilah Manhaj Al-Istidlaal inda As-Salaf dan membaca kitab Indonesia Tanpa Liberal karya Artawijaya lalu ditambah tulisan bagus teman kampus saya di statusnya; sehingga menemukan banyak sekali hal-hal ajaib bin aneh yang layak diperhatikan]


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/433573130017411

No comments:

Post a Comment