Tuesday, August 28, 2012

Ustadz dan Thuwailib

oleh Hasan Al-Jaizy

Beberapa point tentang ustadz-ustadz dan thuwailib-thuwailib:

[1] Daripada engkau-engkau berkicau masalah perselisihan pendapat dan pandangan para ustadz mengenai ustadz fulan atau fulan, lebih baik engkau-engkau membicarakan permasalahan-permasalahan ilmiah fiqhiyyah, aqa'idiyyah, hadiitsiyyah atau apapun ilmu yang kau-kau dapat dari pengajian. Sungguh gharib jika 'ngaji' ke pengajian, pulang-pulang hanya bisa membawa gosip.

[2] Daripada engkau-engkau meracau masalah yang sebenarnya memang bukan bidang kau-kau, seperti bagaimana mendownload hukum pengkafiran terhadap fulan dan fulan sehingga kau-kau bisa mengkafirkan sehingga seakan dianggap sah pengkafirannya, atau bagaimana caranya menemukan celah untuk melabeli ustadz fulan sebagai Ahli Al-Bida', lebih baik engkau-engkau membicarakan tentang kitab-kitab yang dikaji oleh para ustadz, atau bagaimana metode ustadz yang kalian sukai dalam menjelaskan, atau tips-tips untuk menjadi 'better' at reading, writing, understanding, bukan malah ingin menjadi 'better' at judging.

[3] Syaikh Abu Malik Abdul Hamiid Al-Juhany pernah berkata:
[ليس كلُّ من قال قولا وافق فيه بعض المبتدعة يكون مبتدعا]
"Tidak semua pengucap suatu ucapan yang selaras dengan [ucapan] sebagian pelaku bid'ah menjadi pelaku bid'ah [atau dianggap Ahlu Al-Bida'"

[4] Thuwailib shughair [pelajar kecil] yang mengkonsentrasikan diri pada pensegelan label bid'ah terhadap siapa-siapa, ditakutkan terjerumus pada bid'ah itu sendiri. Apakah ada di zaman salaf pelajar kecil yang sudah bisa berkonsentrasi pada pelabelan?

[5] Bahkan jikalau kita ingin berfikir lebih-lebih, pelajar yang meniatkan diri sedari mula untuk menjadi pembantah Ahlu Al-Bida' [segala pembahasannya hanya untuk membantah-bantah saja], ia akan memiliki kekurangan dan erosi di bidang lainnya. Pembahasan dan materi bukan hanya sekedar 'bantah-bantahan'. Jika memang punya hujjah, data dan ilmunya, ada bolehnya membantah. Tapi, apakah ada di zaman salaf seorang alim yang cuma bisa membantah, sementara bidang ilmu lain seperti Hadits, Fiqh, Tazkiyyatun Nufuus dan Akhlak di-ignore begitu saja? Jika jawabannya tidak ada, apakah ini bisa dinamakan bid'ah [sesuatu yang baru; tidak ada contohnya di zaman salaf]?

[6] Jangankan menjadi pelajar kelas tinggi dalam membantah, coba deh jawab pertanyaan ini:

"Apa arti Thuwailib dan kata tersebut merupakan bentuk apa namanya dalam bahasa Arab?"

Jika menjawabnya saja butuh berfikir 5 detik, maka dialah si Thuwailib itu.

No comments:

Post a Comment