Thursday, August 9, 2012

Rindu Kampung...Tabiat Perantau

oleh Hasan Al-Jaizy

Rindu Kampung...Tabiat Perantau 

Kampung halaman manusia adalah cinta pertamanya; sebagaimana ibu kandung adalah cinta pertamanya; selagi ibu tiri mitosnya belum tentu cinta padanya. Manusia, yang nge-brojol di kampungnya, yang kemudian tumbuh di sana, lalu dewasa merantau ke lain negara...bagaikan tanaman yang terbibit di suatu tanah, lalu tumbuh merekah, namun ketika membesar dicabut dan dipindah ke tanah lain yang berbeda.

Bagimu kasidah dari Mas Abu Tamam:

نقل فؤادك حيث شئت من الهوى ****** ما الحب إلا للحبيب الأول
كم منزل في الأرض يألفه الفتى ****** وحنينه أبدا لأ ول منزل

"Palingkanlah hatimu pada siapapun mahumu kau cinta
tiadalah cinta kecuali kembali untuk cinta pertama
Betapa banyaknya rumah di bumi dikunjungi oleh si pemuda
dan cinta/sayangnya selamanya untuk rumah pertama"

Begitu pula kampung, akan merindukan anak kelahirannya. Coba kamu perhatikan orang-orang 'ndeso' itu menjelang lebaran, sebagian mereka akan menanyakan 'Paijo wes teko po rung?' atau bahasa semacamnya. Mbah Kakung, Mbah Putri, PakLik, PakDhe, BuLik, BuDhe, sampai yuyu sungai menyambut kedatangannya. Itulah tabiat kampung; tabiat yang atmosfirnya sulit kau dapatkan di kota besar, seperti kota yang mengalir di tubuhnya WC terpanjang itu.

Bahkan negeri ini tabiatnya merindukan para perantau yang membela negeri. Seperti pemain bulutangkis di Olimpiade misalnya, ketika ia menang, maka bandara akan disemuti oleh pendukung mengucapkan selamat dan semacamnya. Dan jika ia kalah, semua orang misuh-misuh dan 'telur busuk' tiba-tiba menjadi laku.

No comments:

Post a Comment