Thursday, August 2, 2012

Beberapa Point

oleh Hasan AL-Jaizy

Beberapa point selagi kertas putih masih di depan dada:

[1] Yang instan itu seringkali enak dan nyaman; ketika menikmatinya. Setelah selesai dan habis, nikmat itu hilang dan bekasnya seperti tak terada. 

[2] Beberapa ikhwah berkata: "Datanglah ke majelis ta'lim demi ilmu; karena engkau belajar langsung dari ulama ilmu dan adabnya." Ikhwah lainnya berkata: "Jangan menyandarkan perkara ilmiah pada teknologi; karena jika itu hanya sandaranmu, kamu telah menyelisihi adat salaf dalam mencari ilmu."

[3] Intinya: Jangan cuma mau enak dan pragmatis dalam mendaki gunung ilmu. Indeed, kita mungkin bisa bermain dengan rasio dalam hal ini. Silahkan gambarkan ini di fikiran:

[4] Seorang thalib, saking takjubnya dengan pesat teknologi dan adanya Google atau Maktabah Syamilah, kemudian dirinya menjadi terfitnah sendiri karena hanya menggunakan dua itu saja, bukan untuk kemaslahatan kadar ilmunya, melainkan untuk menyodorkan fatwa pada manusia. Kau akan melihat di sini dia melebihi siapapun ulama salaf dan khalaf dalam membeberkan ilmu. Segala hal ia tahu seakan-akan. Semua bisa dijawab. Tiada hari kecuali ia membocorkan ilmu kepada manusia; sehingga manusia mengambil manfaat darinya.


[5] Satu sisi tentu saja ada manfaatnya; namun jikalau kita berfikir lebih baik lagi: 'Bahwa ilmu itu dipelajari satu persatu serpihan dan masalah. Tidak satu paket dalam sehari dilahap; sekedar DIBACA cepat lalu disebarkan begitu saja.' Mungkin ini 'penyakit' yang menjangkit beberapa ikhwah. Dengan adanya banyak blog dan artikel, mudah sekali mengumpulkan maklumat dan membaca cepat.

[6] Sehingga ilmunya tidak terpatri di dada. Sedari awal TERGESA membaca dan nafasnya berburu ingin segera menyampaikan pada manusia. 

Seperti lilin, ia mencerahkan manusia namun dirinya habis dalam keletihan dan alpa. Sementara belum lagi ketika lilin bermain api dan dirinya terkikis habis dengan api yang ia buat sendiri. 

Atau seperti sendal, ia menegakkan jalan manusia namun dirinya terinjak selalu. Sementara belum lagi ketika duri atau paku di jalan menusuknya, namun pemakai sendal aman dari tusukan. Ibarat si fulan yang menjawab semua pertanyaan, lalu membentengi kelompoknya dari pemuja Bid'ah dengan modal copy-paste habis-habisan. Ahlus Sunnah aman dengan jasanya, sementara bisa jadi ia justru terhinakan dengan itu semua.


[7] Dan efek dari pragmatisme yang digelutnya dalam menuntut ilmu, si fulan akan merasa jumawa, gengsi hingga sombong...merasa seakan sudah melaut dalam samudera ilmu. Padahal modal ilmu yang ia raup selama ini hanya exist ketika listrik ada. Ketika listrik padam atau alat rusak, ia bagaikan manusia purbakal yang sebelumnya bangga akan pakaian orang, namun kembali telanjang ketika pemilik pakaian mengambil miliknya.

[8] Orang yang paling sensitif dengan sindiran baginya 'Syaikh Google' kemungkinan besar adalah orang yang memang sangat meng-Google-kan segala ilmu. Dia tahu itu kurang baik bagi seorang thalib, karena itulah ia tersinggung.


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/426123144095743


No comments:

Post a Comment