Wednesday, August 8, 2012

Bidayatul Mujtahid + Fathul Bary

oleh Hasan Al-Jaizy

Beberapa point yang mewakili rasa:

[1] Di Islamic Book Fair kemarin, saya melihat penjualan kitab Fathul Bary tapi terjemahan ke bahasa Indonesia. Tebal sekali. Melihatnya saja sudah membuat saya heran. Pertanyaan: 'Memangnya Fathul Bary cocok dibaca secara terjemahan???'

[2] Masalahnya begini lho. Bahasa terjemahan itu secara umum tidak mewakili bahasa aslinya [Arabic], entah secara 'taste' atau makna. Kemudian, saya pun membeli kitab Bidayatul Mujtahid [karya Ibnu Rusyd] yang berisikan perbedaan2 pendapat para fuqaha dalam perkara2 fiqhiyyah. Ketika membacanya, justru saya jadi kebingungan , rasanya beraaaaaat sekali dan sulit dicerna. Justru lebih enak ke kitab aslinya. Meskipun tak dapat dipungkiri, ada beberapa dari hasil terjemahan memeperjelas makna. Tapi, itu minors.

[3] Itu baru kitab Bidayatul Mujtahid, lebih-lebih Fathul Bary; yang menggabungkan pembahasan2 mustalah hadits, juga segala cabang ilmu hadits, khilaf makna kosakata hadits, perincian khilaf perkataan2 fuqaha dan lain-lain. Bukan berarti memicingkan mata atas usaha penerjemah yang luar biasa. Namun...entahlah...

[4] Dan kitab semacam Fathul Bary, bukanlah bacaan pelajar pemula. Jangan mentang2 semangat terkumpul, kemudian membaca kitab tersebut dan merasa yakin akan menguasainya. Yang jadinya, justru itu akan memunculkan rasa futur dan putus asa. Karena benang kusut tak akan bisa dirapikan kecuali oleh yang memiliki jari. Artinya: Jika belum punya alat, cari alat dulu. Dalam arti lain: Belajar juga ada derajat-derajatnya atau levelnya.


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/427988687242522

No comments:

Post a Comment