Wednesday, August 29, 2012

Sebuah Cerita Nyata [Tentang Seorang Pelajar]

oleh Hasan Al-Jaizy


Pengen rasanya ngademin orang2 yang terputus tali harapan besarnya karena gagal diterima di Madinah, atau LIPIA. Karena bisa jadi mereka justru lebih ikhlas dan tulus belajar dibanding pelajar2 yang sudah diberi karunia belajar di sana.

Saya punya cerita, sekitar tahun 2007 diceritakan.

Saat itu saya sudah belajar reguler di kampus -alhamdulillah-. Lalu datanglah masa pendaftaran calon mahasiswa. Ada teman saya, sebut saja namanya IKS. Dia adalah teman angkatan saya di pondok yang kalem dan pintar. Asalnya dari Ciamis. Pada tengah 2007, dia mendaftar dan sehari-harinya menginap di kos teman yang sering saya inapi. Dia bercerita pada saya seperti ini kira2:


"Tahun kemarin [2006] sebenarnya ana sudah daftar ke jenjang Takmili. Sehari sebelum pergi ke Jakarta, ana masih di rumah [Pangandaran-Ciamis]. Di sore itu, ana mendengar banyak sekali dari kejauhan orang berteriak2. Makin dekat makin dekat. Lalu orang2 keluarga ana juga berteriak2 dan banyak orang berlarian. Intinya, saat itu juga kampung ana dilanda gempa+tsunami. Lalu ana langsung masuk ke dalam rumah. Hal yang paling ana ingat adalah IJASAH. Ana harus menyelamatkan itu dulu.

Alhamdulillah, ana berhasil mengambilnya cepat2. Lalu setelah itu, banjir besar...air dari suatu arah menyerang; seperti mau merenggut kita semua. Air mengejar kita semua. Sampai ijasah ana juga kena, tapi masih bisa dipegang. Setelah jauh berlari bersama famili, akhirnya kita sampai di sebuah jembatan yang aman dari kejaran air.

Dari jembatan itu, ana menyaksikan LANGSUNG orang-orang terbawa air yang beraliran keras, sebagian mereka teriak, sebagian minta tolong, sebagian hanyut langsung. Saat semuanya selesai, ana kembali ke rumah.....

"Ana dapatkan rumah dalam kondisi hancur. Tapi, ana tetap tidak bisa ngubah keputusan besok harus ke Jakarta karena jatuh tanggal pendaftaran LIPIA. Akhirnya, dengan membawa bekal yang minim banget, ana pergi ninggalin keluarga sementara untuk daftar dan tes masuk ke lipia.

Awalnya, ijasah ana dipertanyakan dan ditolak, karena sudah kucel dan [mungkin] agak lembab. Namun kemudian, ana ceritakan semua kejadian dan diterimalah semua berkas."

Hasan: Saya mengenal IKS ini adalah orang yang kalem, pemalu dan sangat rajin. Ia selalu belajar!

"Tapi, setelah tes [entah itu tes tulis atau tes lisan], ternyata nama ana tidak terdaftar di daftar orang2 yang lulus tes.....," kenang IKS

2007, IKS datang lagi mendaftar...

Nah, tahun 2007 itu, untuk kedua kalinya IKS datang ke Jakarta untuk mendaftar di lipia. Saat itulah dia menceritakan ke ana hal di atas. Dan malam-malam itu, saya melihat sendiri teman saya ini selaluuuu belajar dan tak henti membaca, sembari kadang2 terlihat menghafal sesuatu.

Kemudian, setelah tes, IKS pulang ke kampung dan menitipkan: 'Kalau pengumuman kelulusan sudah ada, kabari ana lewat SMS.'

Lalu, hari pengumuman tiba. Ana bersama teman mencari namanya di daftar, namun ternyata tidak ada. Berkali dipastikan....benar. Tidak ada....

Saya ingat, malam itu, IKS mengirim SMS ke saya: 'Ahlan. Gimana, ana keterima ga?'

Saat itu, saya ga bisa membalas apapun...ga bisa. Apapun kalimat yang akan saya balas, saya ga tega....biar teman lain yang memberitahunya..







1 comment:

  1. Pernah di Post d fb kan..??
    IKS skrang bukannya di Kuliah D Timur Tengah..?? Tepatnya d Negara mana ana lupa. Afwan

    ReplyDelete