Wednesday, October 3, 2012

Bagaimana Kau Berbicara Agama Dengan Dalil?

oleh Hasan Al-Jaizy

Semua dai berbicara agama. Entah dai menuju kebenaran atau kesesatan. Dan secara umum dai mendatangkan dalil penguat apa yang dibincangkan. Dalil adalah petunjuk, penguat, burhan ataupun tameng. 

Namun apakah semua dalil adalah dalil? Dan apakah semua hasil simpulan dari dalil adalah dalil yang berhasil? Tidak.

Adakalanya seorang dai berdalil namun ia tak tahu, salah atau bahkan sengaja menabur dalil dhaif untuk masalah halal haram atau aqidah. Adakalanya seseorang menabur dalil sahih, namun ia tidak tahu atau tidak mau tahu bagaimana ia bisa menyimpulkan hukum atau faedah dari dalil tersebut, sehingga ia mengambil cara pragmatis dan instan. You know what I mean?

Asasnya, dua asas inilah yang harus dipegang seluruh pembawa dalil:

1. Sahihnya dalil
2. Selamatnya pemahaman akan dalil.

Kadang diperlukan pula tinjauan maslahat, mafsadat, adat, tempat, zaman atau lainnya. Karena itulah, seorang mufti wajib memahami detail perkara. Dan bisa saja kita mengambil sbuah fatwa namun ternyata tidak cocok untuk diterapkan begitu saja secara baku di suatu tempat atau masa. Bahkan ada faedah bagus dari hadits nahi munkar. Di sana berbuah wacana bahwa praktek dan metode nahi munkar itu kondisional. Artinya: tengok situasi dalam menyeru. Tidak menyamaratakan segala harus segera dan semua harus sempurna.

Maka, kita belajarlah memahami teks dan konteks. Bukankah kita berdakwah agar diterima manfaat dan kebenaran? Bukankah kita menyeru hanya untuk menyeru tanpa metode?

2 point asasi di atas semoga akan terjabarkan kapan-kapan. Insya Allah.

No comments:

Post a Comment