Wednesday, October 31, 2012

GELAP TANPA LISTRIK : [1] "Jakarta Dini Hari Tadi"


oleh Hasan Al-Jaizy

Terbangun karena merasa kepanasan. Jam setengah dua. Nyamuk-nyamuk seperti sedang menyerang. Oh, rupanya kipas angin telah mati. Oh, rupanya listrik telah mati. Di lantai bawah, adik-adik saya memanggil emaknya. Mereka ketakutan jika mati listrik di kegelapan malam atau dini hari.

Saya putuskan turun ke lantai bawah karena sudah merasa kepanasan di kamar. Semoga di sana lebih nyaman. Berpindah tempat tidur di bangku ruang tamu. Agar rame dikit, setel mp3 ceramah pak syaikh di HP. Lumayan. Siapa tahu bisa meninabobokan saya. Ah, rupanya Nina Bobo sedang berganti nama menjadi Joko Bodo. Tak bisa tidur disebabkan kurangnya kenyamanan. Nyamuk menyerang dan hawa panas juga. Malah jadinya dengar ceramah. 2 ceramah terlampaui. Yang pertama tentang jalan keluar setelah kesempitan. Yang kedua tentang memakan daging manusia [ghibah].

Karena merasa semakin tidak tenang, saya putuskan keluar rumah beberapa menit sebelum jam 3. Purnomo bersinar terang sekali. Depan rumah saya adalah taman liar. Bayangan pohon-pohon bagai hantu hitam yang terdiam. Lalu saya berjalan di gang rumah. Diremang-remangi sinar Purnomo. Sepi sekali. Suyuthi pasti lagi ngorok di kamarnya. Ternyata di sana ada Pak Hasan, seorang bapak-bapak asal Timur yang menikah dengan cewek Betawi sekitar 30 tahun lalu. Semua anak lelakinya adalah teman-teman saya.

Sempat menyapa sedikit, saya malah laporan,

"Nyamuknya buanyaks bangets di rumahs sayas, Paks!"

"Iya, memangs sekarangs banyaks nyamuks. Tuhs di belakangs juga banyaks," sahut beliau.

Saya pun berjalan melampauinya. Menuju jalan raya, menyeberanginya lalu menyeberangi rel, di situs yang sekitar 5 minggu lalu ada kejadian bunuh diri. Di seberang real, tampak masjid Ar-Rahmah sedang mengheningkan cipta dalam kegelapan. Beberapa orang berbincang-bincang kecil di pos, sembari sekali-sekali menyorot ke saya. Oh ya, saya memakai batik orange, yang tadinya saya pakai untuk menyelimuti tidur tak jadi-jadi di ruang tamu.

Menyisir rumah-rumah di tepi jalan Rawajati Barat, terlihat kesuraman yang sangat. Ada sebuah rumah besar yang secara menakjubkan terpandang seperti kastil di dongeng-dongeng. Disinari di atasnya Purnomo. Mungkin Sayuthi masih tidur di dalamnya. Terus berjalan, saya mendapati beberapa pemuda sedang ngobrol di samping daerah Kalibata City. Rupanya pagi itu banyak yang nabun [main bakar-bakaran].

Saya sudah terbiasa berjalan larut malam atau dini hari. Mengecek Jakarta dalam sepinya. Jakarta itu unik jika dilihat di malam hari, terutama jika Anda berada di jembatan atau ketinggian. Tapi Jakarta itu menjijikan jika dilihat di terang hari. Saya pun menyempatkan diri melongo ke sebuah warung mie yang dikelola orang2 Sunda Kuningan. Wah...wah...rupanya warung itu berubah menjadi warung remang-remang. Ramai pula. Jam segini biasanya tidak seramai itu. Motor-motor diparkir di sekitarnya. Seakan ada konser diadakan di dalamnya. Yang menjijikan, di dalam warung itu ada beberapa wanita sedang makan mie. Dan juga beberapa lelaki. Mereka ngobrol bareng. Mereka berteman dekat romannya.

Satu wanita menggerutu perihal mengecek rekening di ATM. Sekali cek, keambil Rp 5000. Duh, mirip gerutuan ibu saya yang bernasib sama. Uang disedot-sedot bank. Seandainya kebetawian ibu saya masih kental sekali, mungkin kata 'setan' berkali-kali terlafadzkan demi menambah mantra kutukan terhadap bank. Tapi, syukurlah ibu saya tidak begitu. Muak dengan mereka, saya pun berjalan lagi. Berjalan lagi....sembari mengenang apa yang pernah saya lakukan dulu di Kalimantan dan Salatiga, ketika gelap-gelap. 3 status berjudul GELAP TANPA LISTRIK untuk pagi ini insya Allah.

No comments:

Post a Comment