Tuesday, October 16, 2012

Kangen Nyak Kepada Otong


oleh Hasan Al-Jaizy

Atau Kangen Simbok Kepada Tole, atau Kangen Simbah Kepada Gendhuk...atau atau atau.

Yaitu kangen orang tua kepada anaknya; yang mungkin sedang merantau menimba ilmu di negeri lain; nun jauh di sana, di luar desa. Dulu, para bapak dan ibu mengantar anaknya bersama keluarga ke terminal, atau stasiun, atau bandara. Zaman ketika Handphone belum merakyat. Zaman ketika kontak elektronik masih gaib; yang ada hanya kontak batin antara jiwa-jiwa. Remember, kontak batin itu tak bersuara dan tak tertulis, sebagaimana SMS atau telepon. Namun, kontak batin itu lebih dalam dan mengena.

Nyak-nyak dan mbok-mbok menangis sedih akan kepergian buah hatinya ke kota jauh. Batinnya lebih terkuras dibanding batin Shakhru Khan ketika gadis kesayangannya naik sepur ekonomi, berangkat dari stasiun. Si gadis sempat melemparkan selendangnya ke dirinya; sebagai sisa kenangan. Kuch Kuch Hota Hai? Kok jadi ke sana?

Maksud saya, tangisan nyak-nyak di momen itu murni, asri, tulus dan berkasih. Bukan ikatan pacar atau pasangan sexual. Melainkan ikatan batin dan tali pusar. Darah itu lebih mendidih ketika yang terkasih dan terbelai bertahun sejak kecil meninggalkan. Nyak-nyak akan mengingat masa anak-anak anaknya yang imut, luthu dan nggemesin. Meskipun sekarang sudah brewoken dan sudah tidak sedap dipandang lagi. Tapi, cinta Nyak terhadap Otong exist seterus-terusnya.

Mungkin Otong dan Tole, ketika di kota jauh sana kini, sudah bisa mewakili kehadirannya di kampung dengan cukup mengirim SMS atau menelepon. Jaman dulu, nyak-nyak dan mbok-mbok harus pergi ke rumah tetangga yang punya telepon rumah di pagi hari; menunggu anaknya menelepon. Jaman dulunya lagi, nunggu ada kiriman surat dari Otong dan Tole. Ketika itu, cukup melihat bentuk tulisan anaknya saja, para orang tua sudah senang. Mbok-mbok menangis. Nyak-nyak meringis. Mbah-mbah mengemis. Babeh-babeh milin kumis.

Kalau sekarang, terwakilkan dengan SMS dan telepon. Tapi, itu semua belum mengobati kerinduan mereka secara sempurna. Mereka ingin kamu, wahai Otong dan Tole, hadir dan terbekap di pelukan mereka. Yang ketika itu, kamu sudah jadi sukses belajar atau usaha di kota.

Makin kemari, kerinduan orang tua akan anaknya tak selekat zaman dahulu. Karena mudahnya berinteraksi lewat teknologi. Atau karena, memang orang tua zaman dahulu lebih lekat sayangnya pada anaknya dibanding orang tua zaman sekarang. True story? Truly true.

No comments:

Post a Comment