Tuesday, October 23, 2012

Kidal


oleh Hasan Al-Jaizy

Menggunakan tangan kiri untuk melakukan sesuatu yang umunya dilakukan dengan tangan kanan adalah ketidaklaziman. Menulis dengan tangan kiri adalah kejarangan. Sesuatu yang menyelisihi mayoritas, tentu saja bersifat minoritas. Dan ada alasan wajar mengapa mayoritas memarjinalkan minoritas; sebagaimana yang besar akan mengukur yang kecil sezahir kecilnya.

Namun, apakah mereka yang menggunakan tangan kiri dalam menulis, bermain bulutangkis dan perkara mubah lainnya dicela begitu saja? Juga, apakah ketika seorang anak terbiasa seperti itu hingga besar, lantas orang tuanya yang disalahkan? Atau, jika perlu, dikatakanlah, 'Itu salah orang tuanya. Dasar orang tua ga mendidik. Orang tua idiot!' dan cacian lain yang keluar dari otak penyeru amar ma'ruf nahi munkar.

Sebentar dulu. Penggunaan tangan kiri untuk sesuatu yang mubah dan tidak ada dalil pelarangannya tidak bisa disalahkan begitu saja, apalagi sampai menuding2 orang tua segala. Meski ada bagusnya juga pertanyaan ini: 'Mengapa orang tuanya membiarkan anak tersebut mengandalkan tangan kirinya untuk melakukan banyak hal?'

Ketahuilah, bahwa para psikolog yang berkonsentrasi dalam perkembangan anak punya pendapat mengenai 'kejanggalan' ini. Sebagian besar mereka mengkaitkan pengandalan tangan kiri dengan otak kanan. Jadi, kemungkinan besar hal tersebut disebabkan faktor genetik alias 'sudah dari sononye'. Dan itu bernama 'tabiat' [baca: cetakan sifat]. Namun, bukan berarti sebuah tabiat tidak bisa diubah dengan mengakali. Bisa; namun dengan trik-trik, pendekatan yang baik dan masa-masa.

Faktor genetik bukan satu-satunya alasan. Ada pula faktor sosial atau lingkungan. Misalnya: Anak tersebut terlahir di tengah keluarga yang semuanya atau mayoritasnya mengandalkan tangan kiri dalam melakukan sesuatu. Ini ada. Bahkan ada pula psikolog yang berpendapat bahwa hal tersebut bisa disebabkan adanya kesalahan dalam proses kelahiran. Bagaimanapun, semua hal di atas bukanlah sembarang pendapat. Kita simak dan serahkan sandaran kalimat dan pendapat pada ahlinya. 

Sementara dalam opini masyarakat kita, pengandalan diri terhadap kekirian bukanlah sesuatu yang wajar. Bahkan, sebagian orang memandang itu sebagai keburukan. Pandangan ini maklum dan wajar saja; karena menyelisihi mayoritas. Dan memang, bisa berefek pada kesalahan dalam penggunaan dan menyentuh sisi agama. Contohnya: Agama Islam secara masyhur melarang penganutnya untuk makan dan minum dengan tangan kiri, disebabkan hal tersebut menyerupai cara makannya setan. Dalilnya sudah jelas, sebagaimana sabda Sang Rasul:

“Jika salah seorang diantara kalian hendak makan maka hendaknya makan dengan menggunakan tangan kanan, dan apabila hendak minum maka hendaknya minum juga dengan tangan kanan. Sesungguhnya syaitan itu makan dengan tangan kiri dan juga minum dengan menggunakan tangan kirinya.” [H.R. Muslim]

Ibnu Al-Jauzy mengatakan: "...karena tangan kiri digunakan untuk cebok dan memegang hal-hal yang najis dan tangan kanan untuk makan maka tidak sepantasnya salah satu tangan tersebut digunakan untuk melakukan pekerjaan tangan yang lain." [Kasyf Al-Musykil]

Bahkan, Nabi pernah mendoakan kejelekan bagi seseorang yang dengan angkuhnya menolak memakan dengan tangan kanan, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Muslim berikut:

Dari Salamah bin Akwa radhiyallahu ‘anhu beliau bercerita bahwa ada seorang yang makan dengan menggunakan tangan kiri di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Melihat hal tersebut Nabi bersabda, “Makanlah dengan tangan kananmu.” “Aku tidak bisa makan dengan tangan kanan,” sahut orang tersebut. Nabi lantas bersabda, “Engkau memang tidak biasa menggunakan tangan kananmu.” Tidak ada yang menghalangi orang tersebut untuk menuruti perintah Nabi kecuali kesombongan. Oleh karena itu orang tersebut tidak bisa lagi mengangkat tangan kanannya ke mulutnya.”

Nah, maka ini sebuah hal yang perlu diperhatikan para orang tua jika mereka memiliki anak berkecenderungan pengandalan tangan kiri untuk meng-handle suatu pekerjaan. Untuk urusan makan dan minum, maka wajibkan melakukannya dengan tangan kiri. Dididik sejak dini. Bukan malah membiarkannya begitu saja. Inginkah anaknya bersifat satanic ketika memakan dan meminum?

Atau, lebih baiknya berusahalah untuk mendidiknya melakukan segala perkara mubah [terutama yang baik] dengan tangan kanan. Seperti menulis dan bermain bulu tangkis. Terlebih ketika memberi sesuatu. Guru cenderung tersinggung jika murid memberinya buku, pena atau penghapus dengan tangan kiri. Manusia umumnya juga tidak suka menerima suatu kemurahan hati melalui tangan kiri.

Namun, ketika kita melihat seseorang mengandalkan tangan kiri untuk banyak hal, kecuali makan dan minum, layaknya jangan langsung tergesa mengatakan, 'Orang tuanya tidak mendidik!' Who knows? Siapa tahu orang tuanya telah berusaha mendidik, namun karena memang kendala genetik yang akut meliburkan harapan.

Terlebih sampai membodoh-bodohi orang tuanya; seakan-akan kita sudah menjadi orang tua paling sholeh yang mencetak generasi paling sholeh. Atau seakan-akan orang tua kita itu manusia paling sholeh. Saya pribadi pernah merasakan, kawan...nasihat yang disertai sebait kesombongan, itu justru bisa diludahi orang lain...entah langsung di muka [dengan sepengetahuan saya] atau dari belakang [tanpa sepengetahuan saya].

Maka, semoga kalimat 'Dakwah Salaf adalah Dakwah Bijak Berhikmah' itu tidak sebatas gincu penghias rekah bibir atau pusaka antah-berantah semata.

No comments:

Post a Comment