Wednesday, October 31, 2012

SALATIGA, SELALU DALAM KENANGAN : [5] "Sepak Takraw"


oleh Hasan Al-Jaizy

"Sepak Takraw adalah jenis olahraga campuran dari sepak bola dan bola voli, dimainkan di lapangan ganda bulu tangkis, dan pemain tidak boleh menyentuh bola dengan tangan." [Wikipedia]

Benar sekali. Di pondok ada lapangan khusus voli, yang setengahnya masuk ke area lapangan sepakbola. Sepakbola + voli = takraw. Namun, kami tidak punya lahan khusus takraw. Akhirnya jadilah lapangan bulu tangkis sebagai lahan bermain takraw.

Saya mengenal takraw di pondok ini. Di masa calon siswa baru, saya suka menikmati pertandingan sepak takraw. Tepatnya menonton di pinggir lapangan bulu tangkis, di depan kamar tidur calon santri baru. Saya teringat seorang santri bernama Siradjuddin, senior jauh, lulusan SMA/I'dad Mu'alimin tahun 1999. Beliau seangkatan bersama Ust. Rijal Yuliar Putananda, Ust. Agung Wahyu Adi dan lainnya. Beliau berasal dari Bogor.

Yang membuat saya teringat akan beliau adalah kaosnya. Sore itu ia memakai kaos Bologna, sebuah klub papan tengah Serie A Italia. Baju Bologna mirip Barcelona. Merah-biru. Bertuliskan di depan: Granarolo. Bologna adalah tim jagoan teman saya di SDIT dulu. Namanya Farhan Islami, adiknya teman sekelas saya. Di bagian belakang tertera nama 'Signori'. Wah, Giuseppe Signori ketika itu adalah salah satu pemain masyhur dari Italia. Terkenal akan kaki kirinya yang tajam. Tajam di klubnya [Bologna], namun kurang tajam di timnas Italia. Ciri khasnya adalah menendang penalti hanya dengan satu langkah.

Yang juga menarik perhatian saya adalah seorang santri lama bertubuh kecil dari Semarang. Namanya Abdurrahman Al-Ghifari. Suaranya selaras dengan ukuran tubuhnya. Lumayan cempreng. Dia sering sekali saya lihat menjadi wasit. Saat saya sudah menjadi santri beneran, dia suka meledek-ledek. Tapi, ledekannya itu adalah candaan ala Tengaran. Oh ya, sebenarnya anak-anak Tengaran suka sekali melucu [ketika di pondok]. Serius dikit, tapi lucunya banyak. Akan dikupas kapan-kapan insya Allah.

Terkadang kita dapatkan santri-santri bermain takraw memakai sarung; sehingga ketika menendang tinggi, mereka harus memegang sarungnya. Mau lari-lari mengejar bola malah ribet sendiri. Atau ada yang memakai peci/kopiah; sehingga ketika bola di atas dan harus menyundul, mulut mereka menganga lalu des. Menyundul. Peci dan bola sama-sama terbang. Bayangkan saja sendiri.

Ketika saya masih SMP, sepak takraw sangat populer. Namun, kemudian pamoritas takraw terkikis di era 2002 ke sininya lagi. Ketika saya masih kelas 1 SMP, santri-santri kelas 3 SMA [3 Mua'limin] mempopulerkan sepak takraw di kelasnya. Tapi, yang ini unik. Karena bukan memakai bola takraw, melainkan kok untuk badminton. Jadi, mereka bermain di kelas. Mengatur meja-meja kelas. Tanpa modal jaring, namun jaring bisa diganti dengan deretan kursi-kursi atau sekadar taruh sapu panjang di antara dua meja. Mereka bermain itu dengan asyiknya. Dan banyak di antara kami, anak-anak SMP meniru-niru kemudian.

Di antara pemain takraw pondok masa lalu adalah Yasir Abdul Hakim atau Achink [Jakarta, lulusan 2000], Kudus [Balikpapan], Aso [Makkah-sar], Fathullah atau Atul [Sinjai Sulsel, lulusan 2004], Muhammad Haekal Aula [Pontianak, lulusan 2000], Abdurrahman Hamzah [Balikpapan, lulusan 2001], Muhammad Kholis [Balikpapan, lulusan 2002] dan sebenarnya masih banyak lagi.

Di zaman saya SMA/Mu'alimiin, sepak takraw sudah redup. Bulutangkis masih populer. Juga voli tak senyaring dulu lagi suara dentuman bolanya.

http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/457768877597836

No comments:

Post a Comment