Friday, October 26, 2012

Tidak Mempan


oleh Hasan Al-Jaizy

Ritual tersebut rupanya tidak sesuai dengan dalil yang ada. Tidak ada contoh sebelumnya, namun dijadikan ritual rutin tertentu masanya. Padahal keserupaan dan keseragaman ketentuan masa pada budaya agama lain yang musyrik seharusnya sudah menyadarkan jiwa-jiwa yang tulus ingin beribadah. Namun, adat seakan menjadi tabiat. Dan tabiat takkan bisa berubah.

Pertama, dihidangkan dalil-dalil dari kalam Rabb, juga terlukis kalimat-kalimat Sang Mustafha di kanvas. Namun, mental seketika dalil-dalil tersebut tertolak. Alasan terbaiknya: bahwa dalil tersebut tidak ada yang secara spesifik dan straight melarang ritual yang terteguhi.

Kedua, dihidangkan kalimat-kalimat ulama kaum muslimiin dari zaman ke zaman. Namun, lagi-lagi mental. Padahal sudah jelas makna kalimat-kalimat itu melarang secara spesifik dan straight.

Ketiga, dihidangkan kalimat-kalimat

ulama madzhab yang mereka anut. Ulama yang selama ini kitab-kitabnya mereka kaji. Pelarangan yang spesifik dan straight. Lagi-lagi mental tertolak.

Yang intinya: "jika sudah adat dan tradisi, maka tidak satu pun boleh merubah, meski Tuhan sekalipun."

Jahiliyyah sungguh. Dalam beberapa momen, kitab-kitab dikaji rutin dan benar-benar dimaknai dengan kedalaman pun kejelian luar biasa. Namun, pengamalan rasanya berada di urutan terakhir. Yang penting mengkaji, mengkaji, mengkaji. Laksana para pencari ilmu yang menujukan ilmunya hanya untuk membangkang, hanya untuk diskusi, hanya untuk mencari wacana.

Yang akhirnya adalah: "Agama kita adalah agama tradisi dan adat."

Bahkan fanatisme terhadap ulama [yang selama ini dilakukan selalu] dibuang jauh-jauh demi melestarikan adat dan mengekalkannya. Fanatisme madzhab dan ulama, ini yang secara keras diperangi oleh A Hassan, seorang ulama tokoh Persis yang melegenda, wafat tahun 1958. Dalam risalah beliau mengenai Taqlid, Ittiba' dan Ijtihad, beliau mengirim petir pada kalangan-kalangan yang fanatik terhadap madzhab dan ulama madzhab.

Pernah beliau berkata yang maknanya: "Sekalipun 100 dalil kita beri pada mereka, maka jawaban mereka adalah Ibnu Hajar, Ar-Ramli, Asy-Syirbiny, Fathul Mu'in, Fathul Qarib."

Jikalau beliau hidup di masa kita ini, mungkin beliau akan menambahkan bahwa 'adat' dan 'tradisi' bisa menjadi jawaban terbaru untuk menjawab 100 dalil, Ibnu Hajar, Ar-Ramli dan seterusnya. Karena sekarang banyak kelesuan dalam penkajian kitab-kitab kuning. Para santri lebih doyan SMS dan FB dibanding merunut potongan lidi dan pena pada setiap kalimat tertera di atas kitab. Semoga Allah beri petunjuk pada mereka dan kita semua.

No comments:

Post a Comment