Saturday, October 6, 2012

Nada dan Dakwah


oleh Hasan Al-Jaizy

Kalau saya ditanya: "Siapa penceramah yang bagimu ngangeni [membuat kangen dan berharap akan mendengarnya lagi]?"

Jawaban saya: "Kalau untuk level internasional, ya banyak. Tapi untuk level nasional, saya kangen dengan Aa Gym -hafidzahullah- dan Zaenuddin MZ -rahimahullah-."

Itu kalau ditanya lho, kalau tidak ditanya, ya saya tidak menjawab.

Selanjutnya:

Keduanya Indonesia banget, dari segi bahasa juga nada. Kalau dengan Aa Gym, rasanya sejuk dengan kalimat dan intonasi. Padahal yang dibahas sebenarnya ya tidak jauh dari tema akhlak atau adab. Kata teman saya, sekarang Aa Gym suka membahas masalah Tauhid [Aqidah] dan cukup terpengaruh pada karya Ibnu Taimiyyah. Adapun Zaenudiin MZ, mungkin karena sedari kecil sudah mendengar ceramah beliau, jadi terasa familiar di telinga. Namun, intonasi beliau juga berkarakter dan kuat. Tidak semua fans beliau menyukai ceramah beliau dengan alasan 'lucu'.

Intonasi dan kalimat berpengaruh dalam berceramah. Jika keduanya sama-sama berkarakter dan terpoles karena pengalaman, maka itu yang terbaik. Intonasi yang monoton terlebih down-tune alias bersuara rendah dan ngebas bisa membuat orang ngangguk-ngangguk ngantuk. Intonasi yang monoton tapi selalu tinggi juga kadang terasa annoying. Tapi, semuanya relatif. Tidak ada kesempatan untuk menyimpulkan pasti.

Yang penting, kita tidak bicara nada dan dakwah dalam artian musik dan dakwah, seperti keyakinan amaliyyah Raja Dangdut. Kita bicara nada [intonasi] dalam ceramah. Kalaupun memang Aa Gym masih mengaplikasikan nada nasyid dalam dakwahnya, selama tidak ada pelanggaran hukum syar'i, sebenarnya sah-sah saja. Nasyid tanpa instrumen dan berlirik bagus itu toh hukumnya mubah. Dan untuk pengajaran TPA, menyanyi alif ba ta atau nyanyian lainnya tidak bisa dihukumi haram begitu saja.

Nada dan Dakwah itu penting, bukan? Dai yang berdakwah lewat tulisan pun, ketika menulis, ia layak memperhatikan irama tulisan agar tidak monoton dan membosankan. Apalagi yang ceramah?

[yang tidak menulis dan tidak ceramah juga layaknya belajar bernada-berirama, dibanding mengkritik nada dan irama penulis dan penceramah]

No comments:

Post a Comment