oleh Hasan Al-Jaizy
Ketika itu kami di majelis Ust. Yusuf Harun -semoga Allah menjaganya dan menghapus kesalahannya juga kita semua- dalam kajian mengenai Riya. Kami mempelajari kitab Al-Qaul Al-Mufid Ala Kitab At-Tauhiid di kampus. Ketika itu, masih di pertengahan semester 3. Setelah beliau men-syarah banyak faedah, saya tergerak tuk bertanya.
"Riya itu termaklumi oleh semua manusia merupakan perbuatan hati. Dan manusia tak mengetahui isi hati selainnya. Lalu, bukankah seringkali riya tercerminkan pada amalan anggota tubuh? Bagaimana jika kita melihat seseorang berbuat atau menulis atau melisankan yang kita pandang secara manusiawi ia sebenarnya ingin 'memamerkan'? Kemudian kita menyangka 'dia hanya sekadar ingin pamer'."
Jawaban beliau berupa beberapa kalimat. Namun kalimat terakhir yang paling berarti:
من الإمكان أن تظنه مرائيا وهو لا يقصده
"Bisa saja kamu mengiranya [berbuat] riya, sedangkan [sebenarnya] ia tidak bermaksud riya"
Setelah beliau menjawab, sejujurnya saya kurang puas. Tapi, saya lihat beberapa teman mengangguk-angguk tanda mengerti atau setuju. Uniknya, kalimat tersebut [atau maknanya] sampai sekarang sangat teringat. Bahkan, jika tergaung nama Yusuf Harun di benak, yang pertama muncul di memori adalah kalimat itu.
Namun, kini justru saya 'nyadar' dan malu sendiri. Ternyata saya malah 'ketinggalan' kereta. Maksudnya, teman-teman memahami lebih dahulu dalamnya kalimat itu dalam praktek sosial dan psikologi kejiwaan dibanding saya. Saya telat.
Dzan [prasangka; sangka; praduga; duga; prakira; kira] manusia banyak salahnya dan sering melesat. Namun terkadang tepat pada sasaran. Intinya: relatif. Allah menciptakan tiap manusia berbeda kepunyaan. Ada yang mempunyai kemampuan untuk menyimpulkan dengan dzan raajih [kuat], ada pula yang tidak mempunyai kemampuan itu. Ada juga yang mempunyai karakter mudahnya su'udzan, ada pula yang mudah husnudzan. Ada malah yang selalu kebablasan husnudzan dan kehilangan kontrol kewaspadaan yang menyebabkan mudahnya tertipu atau datangnya kerugian.
Maka, jika di sana ada kemampuan berhusnudzan dan ada celah untuk memupuk prasangka baik, marilah kita berusaha melakukannya. Karena sebagian dzan itu salah dan berdosa; meskipun sebagiannya itu benar dan dibutuhkan. Namun, siapa menjamin bisikan-bisikan hati selalu benar? No one.
Jadi: "Riya Di Matamu...Belum Tentu Ia Bermaksud Seperti Sangkaanmu"
http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/448659761842081
Ketika itu kami di majelis Ust. Yusuf Harun -semoga Allah menjaganya dan menghapus kesalahannya juga kita semua- dalam kajian mengenai Riya. Kami mempelajari kitab Al-Qaul Al-Mufid Ala Kitab At-Tauhiid di kampus. Ketika itu, masih di pertengahan semester 3. Setelah beliau men-syarah banyak faedah, saya tergerak tuk bertanya.
"Riya itu termaklumi oleh semua manusia merupakan perbuatan hati. Dan manusia tak mengetahui isi hati selainnya. Lalu, bukankah seringkali riya tercerminkan pada amalan anggota tubuh? Bagaimana jika kita melihat seseorang berbuat atau menulis atau melisankan yang kita pandang secara manusiawi ia sebenarnya ingin 'memamerkan'? Kemudian kita menyangka 'dia hanya sekadar ingin pamer'."
Jawaban beliau berupa beberapa kalimat. Namun kalimat terakhir yang paling berarti:
من الإمكان أن تظنه مرائيا وهو لا يقصده
"Bisa saja kamu mengiranya [berbuat] riya, sedangkan [sebenarnya] ia tidak bermaksud riya"
Setelah beliau menjawab, sejujurnya saya kurang puas. Tapi, saya lihat beberapa teman mengangguk-angguk tanda mengerti atau setuju. Uniknya, kalimat tersebut [atau maknanya] sampai sekarang sangat teringat. Bahkan, jika tergaung nama Yusuf Harun di benak, yang pertama muncul di memori adalah kalimat itu.
Namun, kini justru saya 'nyadar' dan malu sendiri. Ternyata saya malah 'ketinggalan' kereta. Maksudnya, teman-teman memahami lebih dahulu dalamnya kalimat itu dalam praktek sosial dan psikologi kejiwaan dibanding saya. Saya telat.
Dzan [prasangka; sangka; praduga; duga; prakira; kira] manusia banyak salahnya dan sering melesat. Namun terkadang tepat pada sasaran. Intinya: relatif. Allah menciptakan tiap manusia berbeda kepunyaan. Ada yang mempunyai kemampuan untuk menyimpulkan dengan dzan raajih [kuat], ada pula yang tidak mempunyai kemampuan itu. Ada juga yang mempunyai karakter mudahnya su'udzan, ada pula yang mudah husnudzan. Ada malah yang selalu kebablasan husnudzan dan kehilangan kontrol kewaspadaan yang menyebabkan mudahnya tertipu atau datangnya kerugian.
Maka, jika di sana ada kemampuan berhusnudzan dan ada celah untuk memupuk prasangka baik, marilah kita berusaha melakukannya. Karena sebagian dzan itu salah dan berdosa; meskipun sebagiannya itu benar dan dibutuhkan. Namun, siapa menjamin bisikan-bisikan hati selalu benar? No one.
Jadi: "Riya Di Matamu...Belum Tentu Ia Bermaksud Seperti Sangkaanmu"
http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/448659761842081
No comments:
Post a Comment