oleh Hasan Al-Jaizy
Pagi itu, ku menatap bebukitan. Mengira-ngira kira-kira tanjakan mana yang akan ku tempuh kini. Semalam puas sudah ku menyendiri di pinggir sawah yang berbentuk seperti jurang kecil; meninggi. Di bawah jurang kecil ada parit kecil, mengalir air aliran sawah-sawah. Diserang angin-angin bukit yang keras tadi malam. Dingin, sepi dan indah.
Ah, rupanya hawa tanjakan itu menarik perhatianku. Akhirnya, ku turut berjalan di atasnya, menuju ketidaktahuan; karena sungguh ku tak kenali daerah itu. Tanjakan itu cukup tajam, dengan bebatuan melantai. Di samping kanan, tampak jurang ngeri yang ditumbuhi tetumbuhan. Duhai...banyak sekali pohon salak tumbuh di sana. Berkhayal sedikit: andai ku tersandung, tergelincir dan terseret ke bawah sana, tak tahu lah berapa jumlah goresan dan luka terpahat di kulit.
Dan kembali memandang ke kanan, ujung-ujung pohon rupanya setara denganku. Melihatku dari kejauhan. Pohon-pohon itu tinggi sekali, menjulur ke bawah. Di bawah pasti sebuah lembah yang menarik dan sepi. Hiii...ada apa di sana? Tak tahulah aku. Rasanya ingin melompat seketika dengan teriakan, 'ciaat', menuju ke tengah-tengah awan lembah itu. Tapi, terbayang pula bilamana tak mampu aku terbang, pasti akan terseok-seok aku di jurang berjuta duri ini.
Lama sudah ku berjalan susuri jalan kecil menanjak itu. Sekali aku melewati daerah yang jalannya semakin menyempit. Di kanan sudah tak berjurang lagi, melainkan kengerian menyergap. Yaitu ketika kanan kiriku sudah terhunus tetumbuhan salak yang berduri. Hewan-hewan semacam serangga dan burung bersuara nyaring di kejauhan. Dan di sekitar itu pula ku dengar suara gemericik air.
Ya, suara gemericik air yang lama kurindu. Langsung terbayang di benak, adanya sungai kecil nan bersih, jernih dan asri. Lalu ku semakin penasaran ingin mencari gerangan ia berada. Ku mencari-cari jalan menujunya. Dan tertemulah olehku sebuah celah yang berlantaikan bangkai-bangkai dedaunan; menuju sebuah ruang yang gelap. Beratapkan pepohonan dan dedaunan. Ku memasuki ruang itu dengan rasa kedinginan yang semakin melecut dan detak-detak jantung yang semakin berdegup.
Dan...setelah melewati alas-alas daun, ku dapatkan memang sebuah sungai yang sangat cetek. Airnya begitu jernih. Kau bayangkan saja sendiri. Di desa yang benar-benar masih berhutan dan bebukitan. Dengan dingin yang mengantup sekujur tubuh. Sendirian. Di bawah payung-payung dedaunan dan pepohonan besar ku melirik seantero alam. Terhirup berkali-kali nafas segar dalam-dalam. Di tengah kesendirian yang sungguh terasingkan. Di tengah suara-suara gemericik air. Di tengah alam liar. Yang dingin...
Pelosok Tasikmalaya
Pagi itu, ku menatap bebukitan. Mengira-ngira kira-kira tanjakan mana yang akan ku tempuh kini. Semalam puas sudah ku menyendiri di pinggir sawah yang berbentuk seperti jurang kecil; meninggi. Di bawah jurang kecil ada parit kecil, mengalir air aliran sawah-sawah. Diserang angin-angin bukit yang keras tadi malam. Dingin, sepi dan indah.
Ah, rupanya hawa tanjakan itu menarik perhatianku. Akhirnya, ku turut berjalan di atasnya, menuju ketidaktahuan; karena sungguh ku tak kenali daerah itu. Tanjakan itu cukup tajam, dengan bebatuan melantai. Di samping kanan, tampak jurang ngeri yang ditumbuhi tetumbuhan. Duhai...banyak sekali pohon salak tumbuh di sana. Berkhayal sedikit: andai ku tersandung, tergelincir dan terseret ke bawah sana, tak tahu lah berapa jumlah goresan dan luka terpahat di kulit.
Dan kembali memandang ke kanan, ujung-ujung pohon rupanya setara denganku. Melihatku dari kejauhan. Pohon-pohon itu tinggi sekali, menjulur ke bawah. Di bawah pasti sebuah lembah yang menarik dan sepi. Hiii...ada apa di sana? Tak tahulah aku. Rasanya ingin melompat seketika dengan teriakan, 'ciaat', menuju ke tengah-tengah awan lembah itu. Tapi, terbayang pula bilamana tak mampu aku terbang, pasti akan terseok-seok aku di jurang berjuta duri ini.
Lama sudah ku berjalan susuri jalan kecil menanjak itu. Sekali aku melewati daerah yang jalannya semakin menyempit. Di kanan sudah tak berjurang lagi, melainkan kengerian menyergap. Yaitu ketika kanan kiriku sudah terhunus tetumbuhan salak yang berduri. Hewan-hewan semacam serangga dan burung bersuara nyaring di kejauhan. Dan di sekitar itu pula ku dengar suara gemericik air.
Ya, suara gemericik air yang lama kurindu. Langsung terbayang di benak, adanya sungai kecil nan bersih, jernih dan asri. Lalu ku semakin penasaran ingin mencari gerangan ia berada. Ku mencari-cari jalan menujunya. Dan tertemulah olehku sebuah celah yang berlantaikan bangkai-bangkai dedaunan; menuju sebuah ruang yang gelap. Beratapkan pepohonan dan dedaunan. Ku memasuki ruang itu dengan rasa kedinginan yang semakin melecut dan detak-detak jantung yang semakin berdegup.
Dan...setelah melewati alas-alas daun, ku dapatkan memang sebuah sungai yang sangat cetek. Airnya begitu jernih. Kau bayangkan saja sendiri. Di desa yang benar-benar masih berhutan dan bebukitan. Dengan dingin yang mengantup sekujur tubuh. Sendirian. Di bawah payung-payung dedaunan dan pepohonan besar ku melirik seantero alam. Terhirup berkali-kali nafas segar dalam-dalam. Di tengah kesendirian yang sungguh terasingkan. Di tengah suara-suara gemericik air. Di tengah alam liar. Yang dingin...
Pelosok Tasikmalaya
No comments:
Post a Comment