oleh Hasan Al-Jaizy
Dulu, ketika masih di Salatiga dan Pontianak, berjalan susuri tempat gelap dan kurang baik untuk kesehatan, merupakan 'amalan' yang sudah biasa. Tapi, ketika saya kembali tinggal di Jakarta, malah memperkecut hati. Mungkin karena Jakarta ini ramai. Jadi terbiasa dalam keramaian. Andai terbiasa hidup di lingkungan sepi dan gelap, maka biasalah. Tidak heran, jika orang-orang Jakarta diminta berjalan sendiri di tempat-tempat sepi pedesaan, mereka bakal terguncang jiwanya, seakan terancam nyawanya. Hmm...meski ada sebagian kecil yang memang sudah punya sifat berani.
Di Pontianak dahulu, saya dan rekan-rekan, juga bersama murid-murid tinggal di pondok yang jauh dari pergaulan. Karena letaknya di ujung sekali. 4 kilo dari jalan mobil. Dan daerah itu asalnya adalah hutan belantara. Pohon-pohon banyak ditebang. Kadang ada orang-orang Dayak yang tinggal di tepi parit. Tapi, mereka sering menghilang.
Berjalan 4 kilo sendirian di gelap malam bukan hal ajaib ketika itu. Keadaan memang menyihir kami tuk berani lahir dan batin. Perlu pula jalan 'nyeker' tak beralas kaki. Karena kadang harus rela terjelembab dalam lumpur. Lumpur pun bisa jadi sedalam lutut. Kalau pakai sendal, ya siap-siap lah raib ditelan bumi.
Sering pula di awal 2006 hingga pertengahannya, saya berburu ular setelah matahari terbenam. Seringnya sendiri. Pernah juga ditemani murid [santri]. Alat yang wajib dipegang tentu saja senter. Tanpa senter, mana tahu dimana ular berada!? Ular buruan adalah ular air [melayu pontianak: ula ai'].
Kalau sudah tersenter, terlihat ada ular kepalanya menonjol di air parit...langsung ambil ancang-ancang tuk mengambil. Ularnya cukup ganas meski tak begitu besar ukurannya. Rata-rata 2 jari saja besarnya. Tapi, pernah dapat yang se-tangan. Ia akan berontak dan pasti langsung menggigit kalau dipegang. Ada bisanya. Bisanya dari taring rahang atas bagian belakang. Pernah saya 2 minggu bengkak tersebab digigit dan kena bisa. Syukurnya, setelah terkena bisa itu, seterusnya akan kebal bair digigit berpuluh-puluh.
Menangkapnya bisa dengan tangan, bisa pula dengan setrum listrik. Tapi, lebih baik dengan tangan; karena lebih seru. Kalau dengan setrum semua manusia pun bisa lakukan.
Situs yang dikunjungi adalah parit-parit gelap. Kadang pula nekad jam 12 malam cek parit sendirian. Modal senter, kaki dan tangan telanjang. Sering terdengar suara 'kresek-kresek'. Rupanya kucing. Kucing sana selalu ikut kalau ada perburuan di tempat gelap. Entah apa pikiran mereka.
Situs yang paling pekat atau kental aroma tidak enaknya adalah belakang asrama putri. Di sana, pernah seorang teman 'diperlihatkan'. Dan di sana pula, ada kamar mandi tak terpakai. Di sana pula, ada kamar mandi di atas parit. Di situ pernah tercium wangi-wangi malam-malam. Tapi, masa bodohlah. Anggap saja bonus.
Gelap Tanpa Listrik...Biar Gelap...Biar Tanpa Listrik...Life and show must GO ON!
Di Pontianak dahulu, saya dan rekan-rekan, juga bersama murid-murid tinggal di pondok yang jauh dari pergaulan. Karena letaknya di ujung sekali. 4 kilo dari jalan mobil. Dan daerah itu asalnya adalah hutan belantara. Pohon-pohon banyak ditebang. Kadang ada orang-orang Dayak yang tinggal di tepi parit. Tapi, mereka sering menghilang.
Berjalan 4 kilo sendirian di gelap malam bukan hal ajaib ketika itu. Keadaan memang menyihir kami tuk berani lahir dan batin. Perlu pula jalan 'nyeker' tak beralas kaki. Karena kadang harus rela terjelembab dalam lumpur. Lumpur pun bisa jadi sedalam lutut. Kalau pakai sendal, ya siap-siap lah raib ditelan bumi.
Sering pula di awal 2006 hingga pertengahannya, saya berburu ular setelah matahari terbenam. Seringnya sendiri. Pernah juga ditemani murid [santri]. Alat yang wajib dipegang tentu saja senter. Tanpa senter, mana tahu dimana ular berada!? Ular buruan adalah ular air [melayu pontianak: ula ai'].
Kalau sudah tersenter, terlihat ada ular kepalanya menonjol di air parit...langsung ambil ancang-ancang tuk mengambil. Ularnya cukup ganas meski tak begitu besar ukurannya. Rata-rata 2 jari saja besarnya. Tapi, pernah dapat yang se-tangan. Ia akan berontak dan pasti langsung menggigit kalau dipegang. Ada bisanya. Bisanya dari taring rahang atas bagian belakang. Pernah saya 2 minggu bengkak tersebab digigit dan kena bisa. Syukurnya, setelah terkena bisa itu, seterusnya akan kebal bair digigit berpuluh-puluh.
Menangkapnya bisa dengan tangan, bisa pula dengan setrum listrik. Tapi, lebih baik dengan tangan; karena lebih seru. Kalau dengan setrum semua manusia pun bisa lakukan.
Situs yang dikunjungi adalah parit-parit gelap. Kadang pula nekad jam 12 malam cek parit sendirian. Modal senter, kaki dan tangan telanjang. Sering terdengar suara 'kresek-kresek'. Rupanya kucing. Kucing sana selalu ikut kalau ada perburuan di tempat gelap. Entah apa pikiran mereka.
Situs yang paling pekat atau kental aroma tidak enaknya adalah belakang asrama putri. Di sana, pernah seorang teman 'diperlihatkan'. Dan di sana pula, ada kamar mandi tak terpakai. Di sana pula, ada kamar mandi di atas parit. Di situ pernah tercium wangi-wangi malam-malam. Tapi, masa bodohlah. Anggap saja bonus.
Gelap Tanpa Listrik...Biar Gelap...Biar Tanpa Listrik...Life and show must GO ON!
No comments:
Post a Comment