Tuesday, October 30, 2012

SALATIGA, SELALU DALAM KENANGAN : [2] "Brigade Life Skill"


oleh Hasan Al-Jaizy

Ayah ibu mengirim anaknya ini karena ada rasa kekhawatiran terhadap pergaulan anak kota ini. Terlebih, ibunya bapakanya ibu saya [buyut saya dari Betawi] ketika masih hidupnya dahulu dan kecilnya saya, mendoakan, 'Semoga anak ini menjadi ulama [kyai].' Doa yang diriwayatkan oleh ibu saya ini, begitu melegenda. Doa biasa, sebagaimana doa saya untuk teman-teman pencari ilmu. Namun, seperti ada pesan luar biasa...seakan itu adalah wasiat dari beliau: 'Lu kudu jadi orang, tong!'

Kemudian saya pun merelakan diri mengubur harapan kanak-kanak untuk melanjutkan sekolah bersama teman-teman dekat. Dengan bekal seadanya, saya dan pak lik [adiknya bapak saya] berangkat ke Salatiga untuk mendaftar di pendaftaran gelombang pertama. Untuk masa pendaftaran+tes, sekiranya membutuhkan waktu 1 minggu.

Sesampai di sana, hawa masih sangat dingin. Seingat saya, Subuh pun belum tergapai. Tak pernah saya rasakan hawa sedingin itu. Kami berdua turun dari bis di samping jalan raya Solo-Semarang. Terpampang tulisan PonPes Al-Irsyad di samping jalan. Jaket yang terpakai belum bisa menangkis serangan dingin. Sekarang baru nyaho mengapa abang-none-encang-encing-nyak-babe menyediakan jaket tebal. Rupanya di daerah gunung toh.

Baiklah, lalu kami berjalan di gang besar menuju pondok dari jalan raya. Suasana sudah mulai terasa sepi. Tertatap oleh mataku rumah-rumah orang kampung di samping jalan. Lalu, setelah perempatan kecil, belok ke kiri dan terlihatlah di sana: pondok pesantren yang kelak menjadi tempat tercinta di mana pemilik status ini dibesarkan oleh mereka-mereka, para pahlawan tanpa tanda jasa. Tempat di mana dahulu anak kecil ini mendapat beragam pujian, hukuman, sergapan, candaan dan seterusnya. Tempat di mana dahulu ia belajar bagaimana membaca tulisan Arab gundul hingga bagaimana memanjat tembok untuk kabur.

Dan pagi itu, Pak Lik mendaftarkan saya. Tak lama kemudian kita berpisah. Meninggalkan saya di sana tanpa basa basi. Tapi syukurlah akhirnya langsung mendapat teman. Ketika saya mendaftar pagi itu, saya memakai kaos merah warisan sekolah saya sebelumnya, SDIT Al-Hikmah. Kaos itu berwarna merah, berlengan panjang dan bertuliskan Brigade Life Skill. Itu adalah kaos kebanggaan kami yang juga dipakai anak-anak SDIT Nurul Fikri. Dahulu, SDIT Al-Hikmah merupakan sekolah IT terbaik, entah dari segi pendidikan agamanya, terlebih pendidikan 'militer'nya.

Nah, saya, paman dan panitia pengurus pendaftaran berada di dalam sebuah kantor. Sejatinya itu adalah kantor mudir yang sedang disulap menjadi kantor pendaftaran. Saya menoleh ke luar, melihat ada 2 orang [anak seusia saya juga] yang memperhatikan dari luar sembari berbisik-bisik berduaan. Dua anak itu sepertinya curiga pada saya. Mereka adalah yang kemudian saya kenal namanya Adnan Shalih dan Fairuz Nandi Damba. Keduanya kemudian menjadi kakak kelas saya. Adnan sekarang menjadi pengusaha di Jakarta, entah usaha apa saya lupa. Fairuz, yang kala itu punya julukan Iemienz, kini [semoga] masih berada di kota Solo, bersama anak dan istrinya.

Kedua anak itu memperhatikan saya selalu. Jadinya, malah penasaran. Apa maunya mereka? Tapi, masa bodohlah. Daripada saya bilang 'persetan dengan mereka', lebih baik saya katakan 'Permalaikat dengan mereka'. Syukurlah beberapa hari kemudian, saya mengetahui sebab perhatian mereka. Karena suatu hari, Adnan dan Iuz Iemienz menyergap saya, "Angkat tangga! Ente lulusan Nurul Fikri ya???"

"Ampun, ooom...saya ga punya apa-apa. Saya bukan lulusan NF," jawab saya.

"Itu kok, ente pake baju kaos merah Brigade Life Skill? Kita berdua juga punya. Warisan sekolah. Tapi, kok kita ga kenal siapa ente?"

Saya menjawab, "Ane lulusan Al-Hikmah."

Ooooo...mereka pun mengerti. Nah, dari situ saya kemudian kenal dengan keduanya. Kenal dengan baik. Tidak pernah ada cekcok antara kita. Karena mereka berdua adalah santri lama dan kakak kelas saya.

Makhluk pertama yang sebenarnya paling berkesan di hati masa-masa pendaftaran gelombang I adalah Mas Boy. Siapakah Mas Boy itu, seperti apa orangnya, bagaimana gerak-geriknya dan maunya apa, story still will be told...to be continued insha Allah.

No comments:

Post a Comment