Sunday, September 23, 2012

Akal Santri dan Rohis


oleh Hasan Al-Jaizy

Untuk sementara ini, anak santri sepertinya lebih 'berakal' dari anak rohis. Anak rohis sedang terkejut dan mengalami masa 'euphoria' yang gagap disebabkan tudingan [secara tidak langsung] bahwa di kerohanian Islam, terdapat cikal teroris. 

Kadang kita ingin memaklumi, anak santri disantrikan ketika masa sekolah, pula anak rohis dirohiskan ketika masa sekolah. Sama-sama mengalami di masa remaja. Bedanya, tuduhan cikal bakal teroris yang tertunjuk langsung pada pesantren itu sudah lama, sementara untuk rohis, baru kemarin sore ada tuduhan. Itu pun kalimat tuduhan masih muhtamal atau multi-tafsir. Cuma, karena media membesarkan, mental masyarakat terlebih mental anak mudanya yang dalam beberapa kondisi suka kambuh penyakit lebay-nya, maka jadilah dianggap 'tuduhan' langsung.

Tapi, santri-santri sebenarnya tidak suka berdemo. Itu bukan adat atau kegiatan kesantrian. Jika mereka dicaci dan dituduh, mereka langsung ambil tasbeh, baca kitab kuning lalu ruwatan. wkwkwk. Bukan, bukan seperti itu, kawan.

Beda dengan anak rohis, yang memang atmosfir pendidikannya tidak boarding. Anda bisa bedakan sendiri lah antara lingkungan pesantren dengan lingkungan sekolah umum.

Kembali ke permasalahan 'berakal'. Berakal di sini maksudnya: berfikir dan mengambil kesimpulan, langkah dan tindakan dengan berfikir. Bukan dengan perasaan semata, emosi semata, kebanggaan berkelompok dan identitas semata, juga bukan pamer jumlah atau otot semata. Jadi, dari 'akal' tersebut, santri-santri menahan diri mereka untuk turun ke jalan atau teriak-teriak, 'Saya anak pesantren....turun ke jalan biar nge-tren.'. Bukan seperti itu, kawan.

Daripada capek-capek seperti itu demi menzahirkan perasaan yang tersinggung, bagi sebagian santri: lebih baik menggaruk kulit. Karena kegiatan garuk menggaruk lebih nikmat dan menjanjikan gelora klimaks dibandingkan mandi keringat di jalanan. Makanya, budaya gatal dan garuk itu seperti kewajiban alam untuk ada di pondok.

Intinya:
--> Santri bisa menahan diri dari demo, tetapi sulit menahan rasa gatal di paha dan sekitarnya.
--> Rohis kurang bisa menahan kegatalan emosi, tetapi demi harga diri: mereka bisa menahan kegatalan kulit sehingga tidak garuk sembarangan di depan umum layaknya yang biasa santri lakukan.

Kedua belah pihak silahkan tersinggung, selama tidak garuk sembarangan.

No comments:

Post a Comment