Friday, September 7, 2012

Menerima Apa Adanya...Tanpa Ada Apa-apanya


oleh Hasan Al-Jaizy

Yaitu menerima seseorang, entah pasangan, entah teman, entah saudaraan, apa adanya dia tercipta, tanpa bermaksud di balik ada apa-apanya. Karena tiap pasutri ataupun sahabat juga karib tahu tiap-tiapnya memiliki kekurangan, terkadang termaklumi dan terkadang tertanyai.

Boleh jadi di antara gemilang kelebihan2 pasangan Anda, terbetik kekurangan2 permanen yang tidak bisa dienyahkan kecuali dengan kematian. Tapi, bukankah baiknya kita hidup 'nrimo'? Sebentar...bukankah ada baiknya juga sebelum deal urusan pernikahan, kita mesti menerawang sedikit perihal siapa dia yang akan dinikahi? Juga, bukankah kita mesti pandai memilah-milah teman?

Dan dahulu kala Khadijah radhiyallahu anha memilih seorang pemuda bernama Muhammad karena kejujuran dan sikap mulianya. Setelah itu, apapun dia, beliau terima apa adanya, tanpa ada apa-apanya. Tentu, beliau tidak tahu sebelumnya betapa sesungguhnya beliau telah menikahi manusia yang ditakdirkan sebagai pemimpin umat manusia ke depan...yaitu dia yang nama, ucapan dan risalahnya melegenda diikuti untuk beratus-ratus tahun lamanya.

Karena...

Menerima Apa Adanya, tanpa ada apa-apanya adalah bentuk ketulusan dalam sebuah ikatan. Tentu saja kita tidak berbicara tentang para praktisi pacaran atau pecandunya, yang terkadang satu pihak mengatakan, 'Aku menerimamu apa adanya, sayang.' namun hanya berdasarkan kedustaan, kemunafikan dan tipuan. Itu hanya bertujuan untuk 'senang-senang' saja; karena dasarnya memang tidak tulus dan tidak jujur. Praktisi pacaran selalu lihai dalam mengasah kemunafikannya dalam hati. Dan itu bagus untuk menjadi modal sebagai tukang selingkuh di masa depan. 

Di sini kita juga bisa menyinggung perihal sikap 'nrimo' [al-qabuul] akan takdir ataupun hukum Islam dalam syariat. Nrimo itu masih bernilai 'very good', tapi kalau sudah ridha maka ini mencapai derajat excellent [mumtaaz]. Orang yang ridha akan takdir Allah, meskipun di masa-masa tercekik, itu adalah tiruan dari karakter para anbiya dan waliyyullah; ketika mereka dihujani batu cacian dan rintangan ketika berdakwah namun tetap nrimo dan ridha apa adanya.

Juga hukum-hukum qath'i dalam syariat, nrimo dan ridha akannya merupakan asas dalam bermanhaj. Membuang rasa enggan, sebal dan buruk sangka terhadap hukum Allah adalah faktor terciptanya kesehatan hati dan kualitas iman yang tinggi.

So, terimalah apa adanya...

No comments:

Post a Comment