Monday, September 17, 2012

Laksana Mantra Tanpa Makna

oleh Hasan Al-Jaizy

...yaitu doa dengan ketidaktelitian pelafalan sehingga mengubah-ubah makna atau bahkan menafikan adanya makna. Baiklah, setidaknya ada niatan berdoa dan berusaha melafadzkan. Tapi, bayangkan saja jika seorang abdi tunduk meminta perkara pada sang raja dengan lafadz-lafadz yang berarti kosong. 

Doa memiliki kekuatan tersendiri bagi pribadi religius. Bisa saja ia tak melafalkan, tetapi hati berdoa. Dan kekuatan terbesar memang ada di hati. Namun bagi sebagian jemaah shalat jama'ah di sebagian besar langgar, mushalla dan masjid, doa itu bagaikan mantra tak bermakna.

Sang Imam atau wakilnya berdoa dan diamini oleh jumhur. Kita tidak sedang berbicara apakah itu bid'ah atau bukan. Kita sedang mengupas kejanggalan dalam ritual penting. Lihat bagaimana orang2 tua tersebut berdoa terbirit-birit sehingga banyak makna terkelupas dan etika terbengkalai. Sulitnya lagi, ketika yang muda berusaha memberitahu secara halus, mereka tidak terima. Atau jikalau terima nasihat, hembusannya keluar dari telinga kiri.

Maka, baiknya bagi yang punya kesempatan belajar Arabic atau Tajwid, belajarlah. Bagi yang bisa mengajar, tentu itu lebih baik dan mulia. Semua ada tugas dan jatahnya. Berdoa itu kan kepada Allah. Tata caranya juga tidak sembarangan dan tidak suka-suka. Buat Allah kok suka-suka!?

Sebagai calon pemimpin dan penerus orang2 tua, sudahkah berbekal untuk menyambut mentari esok?

No comments:

Post a Comment