Monday, September 10, 2012

Dia Yang Rindukan Hujan

oleh Hasan Al-Jaizy

Sore tadi, setelah sesampai saya di kantor, rekan bertanya, 'Bos, di luar mendung yak?' Saya pun mengiyakan karena memang nyatanya begitu. Dari pertanyaan yang jarang diucapkan olehnya seperti itu, saya berusaha menerawang dan berfikir. Apakah dia bertanya hal tersebut karena takut mendapat kesulitan di perjalanan pulang atau justru mendungnya langit membuatnya senang?

Mengingat sudah lama sekali Jakarta tidak dianugerahi hujan, saya pun menerka bahwa pertanyaan rekan saya bukanlah bentuk H2C [Harap-harap Cemas], melainkan bagaikan Hap-Hap Mengharap-harap hujan turun.

Tak lama berselang, terdengar bisikan gerimis berupa ketukan-ketukan mungil namun merimbun dari atap kantor dan juga dari halamannya. Rekan saya yang berbadan gemuk ini pun langsung keluar dari ruangan tempat ia bersemedi untuk memastikan turunnya hujan. Setelah ia melihat dengan mata kepalanya sendiri akan turunnya hujan, wajahnya tampak bahagia. Lalu kita melantunkan doa singkat turunnya hujan. 

"Udah lama, bos, Jakarta ga ujan," tuturnya. Saya pun turut merasakan suka cita akan hal ini, bukan karena rekan saya senang, tetapi karena turunnya hujan setelah lama Jakarta ini kekeringan menggalau karena rindu. 

Rekan saya ini pun duduk di depan kaca menonton tetes-tetes air yang berjumlah masif merundungi bumi. Tepatnya ia menerawang teras atau halaman kantor yang seringkali diziarahi kucing-kucing. Entah kenapa para kucings suka sekali mangkal di halaman kantor, bahkan tak sekali dua kali mereka rela menyumbangkan kotoran yang mirip susunan ketat telur puyuh di rerumputan halaman. Syukurnya, karena terpanggang panas matahari, benda-benda mistis tersebut berubah menjadi gabus-gabus kecil mengering. Yang saya takutkan, jika gabus-gabus itu kembali melembab dan basah. Waduh....

No comments:

Post a Comment