Monday, September 17, 2012

Kenapa Diam?


oleh Hasan Al-Jaizy

Kenapa Kita Diam?
Kenapa Kita Diam?
- Kenapa kita diam ketika Jakarta, kota dimana kita bertempat tinggal, esoknya esok-esok akan mengadakan putara kedua pemilihan pemimpin?
- Kenapa kita diam saja, padahal tiap hari kita 'diam-diam' membaca detik, kompas, republika, arrahmah, voa-news, tentang pemilihan pemimpin untuk Jakarta?
- Kenapa kita diam padahal calon terkuat adalah sepasang orang baru yang tersambut baik karena prestasi; namun satu dari pasangan tersebut adalah non-muslim dan mereka berpotensi terkuat meraih jabatan?

Kenapa Kamu Diam?
Kenapa Mereka Diam?

- Kenapa hanya teman2 yang kita cap sebagai hizby, haroky dan seterusnya justru mementingkan perkara ini [ancaman ngeri: dipimpin non muslim]?

- Kenapa ketika seorang personil P*S merekrut calon penjabat dari pihak non-muslim, kita langsung berdiri dan menghardik-meneriaki kebijakan partai itu, tapi ketika Jakarta hendak dipimpin non-muslim, kita tidak berdiri, tidak menghardik dan sebisik pun tidak?

Kenapa Kita Diam?

[1] Karena kita Takut. Kenapa kita takut?

--> Bisa jadi karena memang belum berilmu cukup. Jadi, merasa tidak boleh 'lancang' berbicara; meskipun kengerian itu benar-benar tergambar di benak. Dan meskipun biasanya rajin mengomentari kebijakan politik partai-partai.
--> Bisa jadi karena takut dicap begini-begitu; karena sekarang sedang trend-nya atau sedang musimnya manusia-manusia yang melakukan atau tidak melakukan bukan karena Yang Maha Melakukan, melainkan karena takut dicap, takut dianggap keluar dari pemikiran golongan.

[2] Karena kita TIDAK PEDULI. Kenapa kita tidak peduli?

--> Karena sudah terdidik atau otak telah terformulakan untuk meninggalkan perkara politik, bahkan lingkungan sekitar. Yang harus difokuskan adalah ilmu-ilmu-ilmu. 
--> Karena tidak percaya lagi dengan orang-orang yang tercalonkan atau siapapun yang duduk di singgasana.
--> Karena memang karakter asli.

Lalu kita harus bagaimana?

Tanyakan guru masing-masing. Tanyakan pada pak guru: 'Pak, apakah bapak selalu diam dengan hal-hal semacam ini?' atau begini: 'Pak, sebenarnya bapak peduli ga sih sama beginian?'

-----eng ing eeeeng-----

Mas Joko dan Ahok kemudian menang. Suatu ketika Ahok 'bertingkah' yang berseberangan dengan di Jakarta, atau keburukan terjadi. 

== Yang kita lakukan adalah: berdemo? Tidak, itu tidak boleh. 
== Yang kita lakukan adalah: membincangkan kejelekan keputusan Ahok ini di depan manusia? Tidak, pemimpin harus dihormati, meskipun ia adalah non muslim [?].
== Yang kita lakukan adalah: bicara baik-baik tanpa menyiarkannya pada manusia? Nah, itu dia yang layak dilakukan. Masalahnya: Memangnya ada di antara kita yang bersedia melakukannya? Atau....sebatas teori dan tidak ada keinginan melakukannya? Tuing...

Hehe....enaknya kita tidak melakukan apa-apa...Yang kita lakukan adalah 'diam'. Nanti, kalau ada yang enak dikritik, nah...di situlah kita mengkritik dan berkomentar. Inilah manhaj yang sahih.

No comments:

Post a Comment