Saturday, September 8, 2012

Sinetron

oleh Hasan Al-Jaizy

Rasa-rasanya tragedi terrorisme di negara ini bagai sinetron, berkonflik, terkatrol, tak kunjung tertemu, berepisode panjang, terkesan seperti 'mengalihkan isu', dimanfaatkan kaum oportunis dan seterusnya. Sinetron pun menyetir opini masyarakat sebagaimana peliputan dan pemberitaan akan terrorisme juga menyetir opini masyarakat.

Seperti sinetron 'Tukang Bubur Naik Haji', misalnya. Dari judulnya, memberi kesan bahwa akan ada hikmah di balik nama tersebut. Pasti ada suatu kebaikan dari tukang bubur. Namun, sebenarnya makin kemari, yang di-ekspos bukan hikmah dari tukang buburnya, melainkan JUSTRU keburukan perilaku sepasang Haji-Hajjah yang sudah 2x haji. Mereka berdua tak berhenti dari rasa dengki, kikir, dan seterusnya. Ini justru [entah memang ini yang diinginkan atau bukan] menyetir pandangan masyarakat yang kemudian akan berkata, 'Ah, percuma ibadah haji kalau seperti itu muamalahnya.' Dan inilah propaganda kaum sepilis, mereka berusaha merendahkan nilai-nilai ibadah dalam syariat dan membungkus dengan judul segar dan seolah berhikmah! Makanya, kita sering dapatkan kalimat: "Ah, buat apa berjilbab kalau akhlaknya buruk!?"


In Fact...


Seperti juga terrorisme. Kalau untuk kita, yang buta akan hakikat di balik layar dan kursi-kursi tinggi, hanya bisa menerawang lewat pemberitaan media di televisi atau internet. Lalu kita langsung menghakimi: 1. Terroris salah [sebagian langsung melabeli Khawarij], 2. Polisi benar, 3. Kita wajib mendukung kebenaran untuk menumpas kesalahan. Sesimple itu? Kalau mau berfikir singkat dan aman, ya...se-simple itu. Cuma, masalahnya permasalahan tidak se-simple itu. Ini baru dunia media. Sementara di balik ini semua ada skenario yang tersusun.


Seret-seret Yang Melenakan

Seperti juga sinetron, agar menarik, harus ada pengalihan, sehingga membuat pemirsa hanyut menyimak satu-persatu. Padahal kalau difikir-fikir, alur ceritanya muter-muter. Cuma, karena ada bumbu atau mecin, jadi rasa melenakan semuanya. Kalau di sinetron, ketika ada isu kedengkian, agar pemirsa tidak merasa pedas hatinya, scene diganti dengan peristiwa kecil yang menimpa si aktris cantik. Peristiwa itu pun tidak penting2 amat, yang penting cantiknya itu; untuk mengademi hati dan pandangan pemirsa. Nah, begitu juga isu-isu korupsi. Pahit sekali. Ketika kita sebagai pemirsa sudah dongkol dan emosi, lalu digiring ke scene terrorisme, sehingga kedongkolannya sekarang tidak ke ranah parlemen, melainkan ke ranah religius. Setelah itu, scene atau peristiwa apa lagi? Apakah peristiwa pocong/kuntilanak yang ramai di Jembatan Roxy tahun kemarin akan dikupas lagi? I don't know....

Yang penting: 'Jangan belagak dan berkoar bahwa dirinya tidak terseret pengaruh setiran media, padahal itu terjadi sangat pada dirinya.'

...kita terseret...namun seretan-seretan itu enak. Why? Karena kerjaan kita hanya menyimak, lalu komentar, bukan meliput langsung ke ruangan di balik layar dan panggung sinetron.


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/438268482881209

No comments:

Post a Comment