oleh Hasan Al-Jaizy
Ada seorang bapak yang baru mengenal yang namanya 'Islam' karena sebelumnya berkehidupan penuh lalai dan tidak peduli terhadap agama. Lalu ia menemukan di Internet komunitas agamis yang sehari-hari selalu menjadikan wall orang belepotan akan ilmu dan kalimat bermanfaat. Di antara para penebar ilmu, ia cenderung menyukai si X; mungkin karena ada warna beda atau sebab lainnya.
Syukurnya, bapak ini benar-benar mengambil banyak faedah dari X. Dan tak sedikit tanda tanya dalam pikirannya telah dienyahkan oleh si X ini. Nah, suatu ketika si bapak ingin mengetahui banyak tentang X, karena penasaran. Mau bertanya langsung pun rasanya kurang pas. Ia berfikir, 'Lebih baik saya tanya ke orang2 saja.'
Ia pun bertanya pada seseorang ber-ini-sial Y: 'Akh, antum kenal X?'
Y menjawab: 'Ana kenal di dunia maya saja. Kalau di dunia nyata, belum pernah ketemu.'
Si bapak curhat: 'Ana suka dengan X, yaitu ilmunya de es te de es te.'
Y menyanggah: 'Wah, antum jangan cuma melihat itunya donk. Belum tentu yang tampak bagus aslinya juga bagus. Coba perhatikan, si X ini punya beberapa kesalahan.' Lalu Y pun menjabarkan kesalahan2 tersebut dan memandang X begitu negatif; padahal selama ini Y sendiri tidak pernah sedikitpun menasehati X akan kesalahan2 tersebut [jika memang kesalahan itu adalah kesalahan].
Dan sayangnya, Y tidak mengingat bahwa X juga memiliki keutamaan dan kebaikan. Ia hanya menjabarkan panjang akan keburukan X, yang tadinya tampak sedikit kini banyak bergumpal-gumpal. Lalu si Bapak pun terpengaruh.
Akhirnya, si Bapak pun tidak pernah lagi mau menerima ilmu atau apapun dari X. Tidak kagum lagi seperti dulu. Baginya kini, ilmu hanya ada dan hanya bisa didapat dari si Y atau apa yang Y rekomendasikan.
Itu terjadi karena X memasang foto makhluk hidup, atau pernah berbicara tentang sepakbola, atau bukan anak pengajian, atau begini begitu.
Di antara Thullab Al-Ilm masa kini, ada yang sederajat dengan profesor di bidang Al-Jarh tanpa Ta'dil. Pintarnya bukan main...dan ghibahnya bukan kepalang. Menjauhkan manusia dari kebenaran manusia...dan berharap manusia mengikuti kebenaran dirinya.
Syukurnya, bapak ini benar-benar mengambil banyak faedah dari X. Dan tak sedikit tanda tanya dalam pikirannya telah dienyahkan oleh si X ini. Nah, suatu ketika si bapak ingin mengetahui banyak tentang X, karena penasaran. Mau bertanya langsung pun rasanya kurang pas. Ia berfikir, 'Lebih baik saya tanya ke orang2 saja.'
Ia pun bertanya pada seseorang ber-ini-sial Y: 'Akh, antum kenal X?'
Y menjawab: 'Ana kenal di dunia maya saja. Kalau di dunia nyata, belum pernah ketemu.'
Si bapak curhat: 'Ana suka dengan X, yaitu ilmunya de es te de es te.'
Y menyanggah: 'Wah, antum jangan cuma melihat itunya donk. Belum tentu yang tampak bagus aslinya juga bagus. Coba perhatikan, si X ini punya beberapa kesalahan.' Lalu Y pun menjabarkan kesalahan2 tersebut dan memandang X begitu negatif; padahal selama ini Y sendiri tidak pernah sedikitpun menasehati X akan kesalahan2 tersebut [jika memang kesalahan itu adalah kesalahan].
Dan sayangnya, Y tidak mengingat bahwa X juga memiliki keutamaan dan kebaikan. Ia hanya menjabarkan panjang akan keburukan X, yang tadinya tampak sedikit kini banyak bergumpal-gumpal. Lalu si Bapak pun terpengaruh.
Akhirnya, si Bapak pun tidak pernah lagi mau menerima ilmu atau apapun dari X. Tidak kagum lagi seperti dulu. Baginya kini, ilmu hanya ada dan hanya bisa didapat dari si Y atau apa yang Y rekomendasikan.
Itu terjadi karena X memasang foto makhluk hidup, atau pernah berbicara tentang sepakbola, atau bukan anak pengajian, atau begini begitu.
Di antara Thullab Al-Ilm masa kini, ada yang sederajat dengan profesor di bidang Al-Jarh tanpa Ta'dil. Pintarnya bukan main...dan ghibahnya bukan kepalang. Menjauhkan manusia dari kebenaran manusia...dan berharap manusia mengikuti kebenaran dirinya.
No comments:
Post a Comment