Suyuthi pulang ke kampung. Sorenya ia tiba di ambang pintu rumah. Terucap salam darinya; ibunya sedang terduduk di kursi...sendirian. Karena memang tidak punya apa-apa ia selain Sayuthi dan adiknya yang sedang mondok. Sayuthi pun adalah seorang ustadz di sebuah pondok.
Bermenit berlalu bercengkrama, Suyuthi mulai mengucurkan isi hatinya. 'Bu, aku mau berhenti ngajar di pondok.' Sang ibu kaget bukan kepalang, 'Kenapa mau berhenti, nak?'
'Gajiku terlampau sedikit, Bu. Padahal bertahun sudah ku mengabdi pada santri. Aku merasa miskin dan malu. Teman-teman lamaku sudah menikah dan berbangga; sementara aku di sini hanya berlumuran jengah dan papa.'
Ibu terdiam...
'Bukankah guru di manapun harus bergaji kecil? Tidakkah fikirmu akan pahala dan jasa mendidik anak manusia?' Ibu bertanya tiba-tiba.
'Aku tahu itu, bu...sudah berdalil-dalil ku hafal untuk itu. Aku hanya ingin kaya sejenak dengan usahaku mengajar. Aku malu dengan keterbatasanku sendiri, Bu.'
Ibu secepatnya berkata, 'Kamu benar, Suyuthi. Jika memang inginmu gaji tinggi dari pengabdianmu, maka berhenti sekarang tentu lebih baik.......'
Sayuthi terdiam....
Ibu juga terdiam...
Ibu terdiam dengan kebutaan mata bertahun-tahun lamanya dan kesendirian setiap hari.
Sedangkan Sayuthi terdiam berfikir sebagaimana selalunya ia berfikir akan umur yang terus berterus sementara miskinnya ia tak tersembuhkan.
No comments:
Post a Comment