oleh Hasan Al-Jaizy
Mereka menganggap nama-nama umum atau yang kebarat-baratan itu 'wah' dan ada nilainya; padahal belum tentu mereka bahkan pemilik nama tahu artinya. Jika nama sendiri saja tidak tahu kemana maksudnya, maka untuk apa dianggap 'wah'?
Nama semisal Andre, Thomas, Rendi, Fani, Elisa dan seterusnya. Tanyakan pada empu nama, 'Apa arti nama kalian?' atau setidaknya tanyalah, 'Apa maksud di balik nama kalian?'
Jika mereka menjawab tidak tahu, maka tidak usah merasa bangga dengan nama kebarat-baratan. Bangga akan ketidaktahuan dan ketidakbermaknaan? Bangga akan sesuatu yang tidak diketahui maknanya. Jika ingin senang, minimal senanglah dengan pemberian orang tua. Tapi, kelucuan ini pun tak berhenti; karena seharusnya orang tua menamakan anaknya dengan nama yang baik, atau ada maknanya, atau ada sebabnya. Bukan sekedar ikut trend; yaitu ketika nama Daffa sedang laku, maka anaknya dinamakan Daffa, atau ketika Sule sedang berjaya, anaknya dinamakan Nunung. Sungguh terlalu.
Nama pun bisa menjadi bukti harapan dan doa orang tua. Jika sang bapak inginkan anaknya menjadi seperti Umar, maka dinamakanlah Umar; namun belum tentu si anak akan menjadi seperti Umar sifatnya. Sekarang, bagaimana jika si anak dinamakan Yeyen atau Yuyun atau Yayan, mau jadi apa ia terharap? Bahkan nama Susilo lebih bagus; karena ketahuan maunya.
Bukan berarti status ini mengejek pembacanya jika merasa namanya tidak berarti. Arti itu tidak mesti tersurat; terkadang ia tersirat dan hanya diketahui oleh beberapa orang. Toh itu adalah pemberian orang tua. Tapi, ketika pembaca status ini menjadi orang tua dan beranak, hendakkah ia memberi anaknya nama yang tidak berarti dan sekedar keren-kerenan? Jika iya, namakan saja anak dia Nippon, Frisian Flag, Taro atau Sugus.
Nama semisal Andre, Thomas, Rendi, Fani, Elisa dan seterusnya. Tanyakan pada empu nama, 'Apa arti nama kalian?' atau setidaknya tanyalah, 'Apa maksud di balik nama kalian?'
Jika mereka menjawab tidak tahu, maka tidak usah merasa bangga dengan nama kebarat-baratan. Bangga akan ketidaktahuan dan ketidakbermaknaan? Bangga akan sesuatu yang tidak diketahui maknanya. Jika ingin senang, minimal senanglah dengan pemberian orang tua. Tapi, kelucuan ini pun tak berhenti; karena seharusnya orang tua menamakan anaknya dengan nama yang baik, atau ada maknanya, atau ada sebabnya. Bukan sekedar ikut trend; yaitu ketika nama Daffa sedang laku, maka anaknya dinamakan Daffa, atau ketika Sule sedang berjaya, anaknya dinamakan Nunung. Sungguh terlalu.
Nama pun bisa menjadi bukti harapan dan doa orang tua. Jika sang bapak inginkan anaknya menjadi seperti Umar, maka dinamakanlah Umar; namun belum tentu si anak akan menjadi seperti Umar sifatnya. Sekarang, bagaimana jika si anak dinamakan Yeyen atau Yuyun atau Yayan, mau jadi apa ia terharap? Bahkan nama Susilo lebih bagus; karena ketahuan maunya.
Bukan berarti status ini mengejek pembacanya jika merasa namanya tidak berarti. Arti itu tidak mesti tersurat; terkadang ia tersirat dan hanya diketahui oleh beberapa orang. Toh itu adalah pemberian orang tua. Tapi, ketika pembaca status ini menjadi orang tua dan beranak, hendakkah ia memberi anaknya nama yang tidak berarti dan sekedar keren-kerenan? Jika iya, namakan saja anak dia Nippon, Frisian Flag, Taro atau Sugus.
No comments:
Post a Comment