oleh Hasan Al-Jaizy
Kegalauan ILMIAH Pelajar Muda Ilmu Syar'i [Studi Subjektif Akan Realitas, Kausalitas dan Solusinya]
Kegalauan yang termaksud adalah kegelisahan, entah terukur kecil maupun besar. Dan sifat 'ilmiah' yang tersemat di judul menunjukkan bahwa kegelisahan tersebut berkaitan dengan ILMU syar'i, yang menggaung di dada pelajar muda. Tulisan ini hanyalah pandangan subjektif yang berdasarkan pengamatan realitas, kausalitas [penyebab] dan mencoba menawarkan sedikit dari solusi untuk menanganinya.
Kegelisahan semacam ini belum tentu keburukan, namun bisa pula bibit kebaikan. Seorang pelajar yang mempunyai impian dan cita-cita tinggi, ia akan terbakar rasa iri melihat guru atau temannya yang mengagumkan dari segi ilmu, entah karena kuantitas hafalan atau kualitas pemahaman atau penjabaran jempolan. Dan rasa iri yang menggelisahkan semacam ini bukanlah keburukan; karena ini adalah sinonim 'kecemburuan ilmiah' dan terjemahan dari uluwwul himmah [high desire] untuk ilmu.
Dalam posisi dan juga ketika merasakan gelombang hati seperti ini, seorang pelajar perlu menyeimbangkan [balancing] diri agar tidak terjerumus pada kedengkian, namun juga jangan sampai mematikan impian. Layak ia ketahui bahwa semua ustadz atau syaikh yang ia kagumi, pernah merasakan gelombang ini di fase belajar dahulu. Karena ini adalah kelaziman, modal dan perkakas penting untuk bangkit berdiri dan naik meninggi.
Bentuk Kegalauan Dalam Realitas
Karena berkenaan dengan realitas, penulis akan memberikan contoh yang benar-benar terjadi. Meskipun tidak terjadi pada semua pelajar, tapi setidaknya pernah terjadi pada sebagiannya. Inilah di antaranya:
[1] Ketika Ahmad menghadiri kajian Ustadz Abdullah, ia terkagum dan terkesima akan keluasan pemahaman beliau akan perkara fiqhiyyah kontemporer, terutama jika menyentuh di lapangan mu'amalah, seperti perkara nikah, jual-beli atau berniaga dan sebagainya. Setiap kali mendengar nama beliau, selalu teringat gaya penjelasan, renyahnya kalimat beliau dan dicover dengan mimik wajah serta bahasa tubuh [body language] yang meyakinkan. Dan ini membuatnya terbakar cemburu, ingin sekali seperti beliau, bahkan berhasrat untuk menjadi lebih seperti beliau kelak.
[2] Ahmad adalah pelajar akademik di suatu fakultas yang berkonsentrasi di bidang ekonomi Islam [Ekonomi Syariah]. Ia mempunyai teman pengajian bernama Faqih, yang berlatar pendidikan umum dan dasarnya hanya menguasai akuntansi. Namun, karena Faqih adalah anak muda yang tekun belajar, ulet, giat, high-motivated, sabar dan salih, Allah mengkarunianya pemahaman yang sangat luas dan detail mencakup semua cabang ilmu Syariat, seperti Aqidah, Tafsir, Ushul Fiqh, Fiqh, Musthalah Hadits dan seterusnya. Dan ajaibnya, kualitas Faqih [yang hanya bermodal pengajian, kerajinan dan kesalihan] melebihi kualitas Ahmad [yang memiliki nilai plus yaitu modal akademi]. Itu membuat Ahmad cemburu habis-habisan dan bercermin.
Kausalitas
Penyebab terjadinya iri dan cemburu dari gambaran di atas adalah iradah [willingness] dan raghbah[desire] dalam diri untuk menjadi orang yang tidak standar-standar saja. Ahmad menginginkan dirinya menjadi tinggi dari segi kuantitas-kualitas keilmuan. Dan ini tidak buruk sama sekali. Justru ini adalah modal asasi dan basic bagi calon pemimpin dan ulama. Tanpa hasrat tinggi dan tanpa kecemburuan positif, mustahil seseorang menjadi mutamayyiz atau mumtaz [outstanding]. Inilah penyebabnya.
NAMUN, JANGAN TERLALU LONGGAR dalam memelihara rasa iri dan BERHATI-HATI karena bisa jadi rasa cemburu ini menyebabkan ketergesaan untuk sampai pada derajat tertentu sebelum masanya. Kita lihat juga sekarang betapa banyak pelajar yang berlari melompat-lompat tergesa untuk mencari ijasah kelulusan, gelar hingga jabatan. Fikir mereka: 'Zaman bergulir cepat, jika kita lambat, maka zaman meninggalkan kita.'
PERHATIKAN kalimat emas dari Syaikh Ahmad bin Umar Al-Hazimy -hafidzahullah- berikut:
لا تستعجل في الطلب، بل ركز وكرر، لأن غايتك في الطلب ليس التصدر وإنما التعبد لله برفع الجهل عن نفسك، ثم رفعه عن الآخرين، والمستعجل لابد وأن تكون نيته دخيلة لأنه يرغب الظهور والتصدر، وسيفوت الاثنين فلا التأصيل حصل ولا التصدر
"JANGAN TERGESA-GESA dalam mencari [ilmu], tetapi perhatikan dan ulangi [ilmu yang dipelajari]. Karena tujuanmu dalam mencari ilmu BUKAN UNTUK MENYODORKAN DIRI, tetapi untuk beribadah semata untuk Allah dengan cara menghilangkan kejahilan [ketidaktahuan] dari dirimu, kemudian mengenyahkannya dari orang lain [mengajarkannya]."
"Dan musta'jil [orang yang tergesa-gesa dalam menuntut ilmu], pasti telah tersusupkan sesuatu pada niatnya; karena ada hasrat dalam dirinya hubb adz-dzuhuur [ingin dilihat] dan menyodorkan diri. Maka dia akan kehilangan keduanya. Tidak ada penghasilan [ilmiah] baginya dan tidak pula dia layak menyodorkan diri."
Solusi Dari Kegalauan dan Ketergesaan
Ya, kegalauan yang dipelihara, meskipun awalnya positif, namun sangat berpotensi menjadi negatif. Kegalauan tersebut akan beranak pinak. Anak pertama yang terlahir bernama ISTI'JAAL [Ketergesaan]. Penyakit ini bisa menjadi penghancur segala ketulusan; karena asas dari penyakit ini adalah 'ketidak-ikhlasan' yang tersembunyi dan sulit dideteksi. Jikalau terdeteksi, belum tentu terindentifikasi dengan jelas.
Solusi pun sebenarnya ada yang bersifat nisby [relatif] yang tidak semua orang bisa mengaplikasikannya untuk penyembuhan atau penangkalan, dan ada pula yang bersifat qath'i [absolut dan pasti]. Di sini penulis dengan keterbatasan akal, ide dan pemahaman, mencukupkan pada:
--> Ishlaah An-Niyyah [Pembetulan Niat] atau Tajdiid An-Niyyah [Pembaharuan Niat]--> Muhaasabah [Bercermin dan Menghitung Kesalahan Diri]--> Berusaha Bersabar Dalam Meneguhkan Mimpi Tanpa Mencederainya--> Ingat bahwa semua yang dilakukan dasarnya untuk Allah sebagai bentuk penghambaan, bukan bentuk penebaran pesona pada makhluk [kembali kepada niat]
Kesemuanya adalah bentuk ketakwaan, yang terdalami maknanya dalam ayat ini:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱصْبِرُوا۟ وَصَابِرُوا۟ وَرَابِطُوا۟ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung." [Q.S. Ali Imran: 200]
Wallahu a'lam
Semoga bermanfaat bagi yang membaca dan memahaminya.
No comments:
Post a Comment